Ilmu adalah Pengetahuan tetapi Pengetahuan belum tentu menjadi ilmu

Tuesday 8 March 2016

MATERI KULIAH HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PERSAINGAN

5 comments
SAP ( SATUAN AJAR PEMBELAJARAN )

1. Lahirnya Hukum Perlindungan Konsumen (PK).
2. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen.
3. Pengertian Konsumen dan Produsen.
4. Perkembangan Perlindungan Konsumen.
5.  Hubungan Hukum Antara Konsumen dan Produsen.
6. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Produsen.
7. Ruang Lingkup Perlindungan Konsumen.
8. Lembaga Konsumen.
9. Tanggung jawab Pelaku Usaha.
10. Klausul Baku.
11. Penyelesaian Sengketa diluar Pengadilan.
12. Pembuktian Terbalik.
13. Sanksi Terhadap Pelaku Usaha yang Melanggar Hukum.

1. LAHIRNYA HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN (PK)
              
  Hukum Perlindungan Konsumen merupakan cabang hukum yang bercorak Universal. Sebagian besar perangkatnya diwarnai hukum asing, namun kalau dilihat dari hukum positif yang sudah ada di Indonesia ternyata dasar-dasar yang menopang sudah ada sejak dulu termasuk hukum adat. Fokus gerakan perlindungan konsumen (konsumerisme) dewasa ini sebenarnya masih pararel dengan gerakan-gerakan pertengahan abad ke-20. Perkembangan ekonomi yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Barang dan/atau jasa tersebut pada umumnya merupakan barang dan/atau jasa yang sejenis maupun yang bersifat komplementer satu terhadap yang lainnya. Bervariasinya produk yang semakin luasnya dan dengan dukungan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi, jelas terjadi perluasanruanggerakarustransaksi barang dan/atau jasa yang ditawarkan secara variatif, baik yang berasal dari produksi domestik maupun yang berasal dari luar negeri.

               Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang secara populer dipandang sebagai perintis advokasi konsumen di Indonesia berdiri pada kurun waktu itu, yakni 11 Mei 1973. Gerakan di Indonesia ini cukup responsive terhadap keadaan, bahkan mendahului Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOC) No. 2111 Tahun 1978 Tentang Perlindungan Konsumen. Setelah YLKI kemudian muncul organisasi-organisasi serupa, antara lain Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) di Semarang tahun 1985, Yayasan Bina Lembaga KonsumenIndonesia(YBLKI)diBandung dan beberapa perwakilan di berbagai propinsi tanah air. Keberadaan YLKI sangat membantu dalam upaya peningkatan kesadaran akan hak-hak konsumen karena lembaga ini tidak hanya sekedar melakukan penelitian atau pengujian, penerbitan dan menerima pengaduan, tapi juga sekaligus mengadakan upaya advokasi langsung melalui jalur pengadilan.

         YLKI bersama dengan BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional) membentuk Rancangan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Namun Rancangan Undang-Undang ini ternyata belum dapat memberi hasil, sebab pemerintah mengkhawatirkan bahwa dengan lahirnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi. Pada awal tahun 1990-an, kembali diusahakan lahirnya Undang-undang yang mengatur mengenai perlindungan konsumen. Salah satu ciri pada masa ini adalah pemerintah dalam hal ini Departemen Perdagangan sudah memiliki kesadaran tentang arti penting adanya Undang-undang Perlindungan Konsumen.

 Hal ini diwujudkan dalam dua naskah Rancangan Undang-undang Perlindungan Konsumen, yaitu yang pertama adalah hasil kerjasama dengan fakultas Hukum Universitas Gajah Mada dan yang kedua adalah hasil kerjasama dengan Lembaga Penelitian Universitas Indonesia.Tetapi hasilnya sama saja, kedua naskah Rancangan Undang-Undang Perlindungan Konsumen tersebut tidak dibahas di DPR.

             Pada akhir tahun 1990-an, Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak hanya diperjuangkan oleh lembaga konsumen dan Departemen Perdagangan, tetapi adanya tekanan di lembaga keuangan internasional (IMF/International Monetary Fund). Berdasarkan desakan dari IMF itulah akhirnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen dapat dibentuk. Keberadaan Undang-undang Perlindunga Konsumen merupakansimbol kebangkitan hak-hak sipil masyarakat, sebab hak konsumen pada dasarnya juga adalah hak-hak sipil masyarakat. Undang-undang Perlindungan Konsumen juga merupakan penjabaran lebih detail dari hak asasi manusia, khususnya hak ekonomi. 

          Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mulai berlaku sejak tanggal 20 April 2000. Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini, walaupun judulnya mengenai perlindungan konsumen tetepi materinya lebih banyak membahas mengenai pelaku usaha dengan tujuan melindungi konsumen. Hal ini disebabkan pada umumnya kerugian yang diderita oleh konsumen merupakan akibatperilaku dari pelaku usaha, sehingga perlu diatur agar tidak merugikan konsumen. 

          Hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen merupakan dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batasannya. Az Nasution berpendapat bahwa ,”Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen”. Sedangkan “Hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak atau satu sama lain berkaitan dengan barang dan/atau jasa di dalam pergaulan hidup.

          Awal terbentuknya Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang disepakati oleh DPR pada (tanggal 30 Maret 1999) dan disahkan Presiden RI pada tanggal 20 April 1999 (LN No. 42 Tahun 1999). Berbagai usaha dengan memakan waktu, tenaga dan pikiran yang banyak telag dijalankan berbagai pihak yang berkaitn dengan pembentukan hukum dan perlindungan konsumen. Baik dari kalangan pemerintah, lembaga-lembaga swadaya masyarakat. YLKI, bersama-sama dengan perguruan-perguruan tinggi yang merasa terpanggil untuk mewujudkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini. Berbagai kegiatan tersebut berbentuk pembahasan ilmiah/non ilmiah, seminar-seminar, penyusunan naskah-naskah penelitian, pengkajian naskah akademik Rancangan Undang-Undang (Perlindungan Konsumen).
Kegiatan yang dibahas dalam acara pertemuan tersebut ,yakni:

a. pembahasan masalah Perlindungan Konsumen (dari sudut ekonomi oleh Bakir Hasan dan dari sudut hukum ooleh Az. Nasution) dalam Seminar Kelima Pusat Study Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Indonesia (tanggal 15-16 Desember 1975) sampai dengan penyelesaian akhir Undang-Undang ini pada tanggal20April1999.

b. Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman RI, Penelitian tentang Perlindungan Konsumen di Indonesia (tahun 1979-1980).

c. BPHN – Departemen Kehakiman, Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan tentang Perlindungan Konsumen (tahun 1980-1981).

d. Yayasan Lwmbaga Konsumen Indonesia, Perlindunga Konsumen Indonesia, suatu sumbangan pemikiran tentang rancangan Undang-Undang Perlindungan Konsumen(tahun1981).

e. Departemen Perdagangan RI bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, RUU tentang Perlidungan Konsumen (tahun 1997).

f. DPR RI, RUU Usul Inisiatif DPR tentang Undang-Undang Perlindunga Konsumen (tahun1998).

2. ASAS DAN TUJUAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

Dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 8 Tahun 1999 menjelakan bahwa Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

Tujuan dari UU PK adalah melindungi kepentingan konsumen, dan di satu sisi menjadi pecut bagi pelaku usaha untuk meningkatkan kualitasnya. Lebih lengkapnya Pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah:

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;

2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;

6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Sedangkan asas-asas yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU PK adalah:

 1. Asas manfaat 

Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.

 2.  Asas keadilan 

Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.

  3.  Asas keseimbangan 

Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.

 4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen 

Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

  5.  Asas kepastian hukum 

Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

3. PENGERTIAN KONSUMEN DAN PRODUSEN
 
Pengertian Konsumen :

Menurut pengertian Pasal 1 angka 2 UU PK, “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”

Anda tentu memahami bahwa tidak semua barang setelah melalui proses produksi akan langsung sampai ke tangan pengguna. Terjadi beberapa kali pengalihan agar suatu barang dapat tiba di tangan konsumen. Biasanya jalur yang dilalui oleh suatu barang adalah:

Produsen – Distributor – Agen – Pengecer – Pengguna

Lebih lanjut, di ilmu ekonomi ada dua jenis konumen, yakni konsumen antara dan konsumen akhir. Konsumen antara adalah distributor, agen dan pengecer. Mereka membeli barang bukan untuk dipakai, melainkan untuk diperdagangkan Sedangkan pengguna barang adalah konsumen akhir.

Yang dimaksud di dalam UU PK sebagai konsumen adalah konsumen akhir. Karena konsumen akhir memperoleh barang dan/atau jasa bukan untuk dijual kembali, melainkan untuk digunakan, baik bagi kepentingan dirinya sendiri, keluarga, orang lain dan makhluk hidup lain.

Pengertian Produsen

Produsen adalah setiap orang yang menciptakan atau membuat suatu barang ataupun  jasa  untuk dijual kembali sehingga memperoleh keuntungan.

4. PERKEMBANAGN PERLINDUNGAN  KONSUMEN

TAHUN 1962  Presiden Amerika Jhon F. Kennedy, menyampaikan pesan dalam Konggres bahwa ada : 2/3 uang yg dipergunakan  dalam kehidupan ekonomi berasal dari konsumen, disisi lain konsumen banyak dirugikan karena suatu produk barang/ jasa yang kosumsinya , jarang mendapat kompensasi secara layak , hal tsb memuat ketidakseimbangan antara konsumen dan pelaku usaha bila dikatkan dengan “ hak dan kewajiban “ masing-masing yang timpang .

Maka untuk perhatian masalah ini : sidang umum PBB , pada sidang ke ; 106 tangal 9 April 1985 tentang Perlindungan Konsumen (resolusi 39/248) telah menegaskan 6 kepentingan konsumen yaitu :

-    Perlindungan terhadap bahaya kesehatan & keamanan

-    Promosi & perlindungan kepentingan konsumen

-    Informasi yang cukup terhadap produk

-    Pendidikan konsumen

-    Cara-cara ganti rugi yang efektif

-    Kebebasan membentuk organisasi konsumen

The Economic Law and Improved System Project (ELIPS), yang mengemukan 9 materi rumusan hukum perlindungan konsumen;


-    Ketidakteraan dalam posisi tawar menawar

-    Kebebasan berkontrak

-    Persyarata untuk memberi informasi

-    Perilaku penjual yang salah dalam perdagangan

-    Peraturan mutu produk, garansi, keamanan

-    Akses terhadap kredit

-    Batas mengakiri jaminan

-    Harga

-    pembetulan

Sebelum berlakunya UUPK ada beberapa Per-UU-an yang berlaku :

- KUHPerdata/BW, KUHDagang, dlm UU tidak mengenal istilah konsumen tetapi : pembeli, penyewa, teranggung, penumpang, dan tidak membedakan apa konsumen akhir atau antara

- UU No. 10 tahun 1961 : Pengganti UU No. 1 tahun 1961 tentang Barang yang diperdagangkan di Indonesia .

-  UU No. 9 tahun 1964 tentang Standar Industri untuk meningkatkan mutu dan hasil industri di Indonesia.

- Kemenperindag no. 81/M/K/SK/2/1974 tentang pengesahan standar cara-cara analisis dan syarat-syarat mutu bahan baku dan hasil industri .

Kegiatan-kegiatan, seminar-seminar yang pernah dilakukan dalam Perlindungan Konsumen  :

-    Seminar pusat studi dagang  UI tentang perlindungan konsumen 16 desember 1975.

-    BPHN, Kemenham, penelitian tentang Perlindungan Konsumen , proyek 1979 – 1980.

-    BPHN-Kemenham, naskah akademis Peraturan Perlindungjan Konsumen , proyek 1980-1981.

-    YLKI, sumbangan pemikiran tentang rancangan UUPK tahun 1981.

-    Kemenperindag dengan FH.UI, tentaag rancangan UUPK 1997.

-    DPR.RI , rancangan usul inisiatif DPR tentang UUPK tahun 1998 .

5. HUBUNGAN HUKUM ANTARA KONSUMEN DAN PRODUSEN

POLA SALURAN DISTRIBUSI

Umumnya produk sampai ke konsumen melalui tahap yang panjang mulai dari : produsen pembuat (pabrik),distributor, pengecer, hingga konsumen;

Semua pihak  yg terkait dlm pembuatan suatu produk sampai ke konsumen  disebut “ produsen “

Pola distribusi yang dikenal dalam Ilmu manajement dapat digambarkan :

1. Produsen  - konsumen;

2. Produsen- pengecer- konsumen;

3. Produsen- pedagang besar –pengecer-  konsumen;

4. Produsen – agen- pedagang besar- pengecer- konsumen;

5. Produsen- agen- pengecer- konsumen

2 (dua) golongan konsumen , dilihat dari cara  memperoleh produk :

1. Konsumen yang memperoleh produk dengan cara membeli ke produsen, yang berarti konsumen terikat hubungan kontraktual (perjanjian ), misal : jual beli, sewa menyewa, perjanjian kredit;

2. Konsumen yang tidak membeli, tapi memperoleh dengan cara lain, yang berarti konsumen tidak terikat hubungan kontraktual (perjanjian )

Pembedaan ini penting krn untuk mengetahui hak dan kewajiban  hukum para pihak sekaligus untuk menentukan pertanggungjawabkan hukumnya, sebab pertanggungjawaban lahir dari hubungan hukum;

Konsumen yg memiliki kontraktual dapat dilindungi kepentingannya berdasar isi kontrak tetapi tidak demikian konsumen yg tidak terikat kontraktual dg produsen

Tahap transaksi antara produsen dan konsumen

1. Tahap Pratransaksi 

Tahap sebelum adanya perjanjian konsumen yaitu peristiwa yg terjadi sebelum konsumen memutuskan membeli/memakai peroduk
Konsumen berhak untuk mengetahui : harga, komposisi, kegunaan,keunggulan, dibanding produklain baik dari produsen, brosur, iklan, dll
Meski belum masuk tahap transaksi, tahap ini penting krn dpt mempengaruhi keabsahan dari tahapan transaksi berikutnya

2. Tahap transaksi ( yang sesungguhnya )

Setelah mendapat informasi yang cukup konsumen mengambil keputusan membeli atau tidak, menentukan pilihannya, dan pada saat inilah lahirlah “ perjanjian “, kesepakatan lahir karena penawaran timbulah  pernyataan kehendak.

Dasar hukum Pasal 1320 KUHPerdatan

Dlm tahap ini konsumen dibiasakan menerima tanda bukti pembelian berupa secarik kertas mengenai barang dan harganya, hal tersebut sebagai bukti  apabila ada perselisihan dikemudian hari.

3. Tahap purna transaksi:

Transaksi yg dibuat antara pembeli dan penjual tentunya masih harus direalisasikan  yaitu dilakukan pemenuhan hak dan kewajiban  antara keduanya  sesuai dg isi perjanjian, misal : kompensasi kalau produk cacat, garansi, hak-hak konsumen, kegunaan produk, dll

Hal yang potensia melahirkan konflik yaitu: 


1. Produk tidak cocok dg kegunaan/manfaat yg diharapkan konsumen atau mengandung cacat tersembunyi;

2. Produk menimbulkan gangguan kesehatan, keamanan, dan keselamatan konsumen;

3. Kualitas produk tidak sesuai dengan harga yang dibayarkan biasanya timbul karena faktor monopoli atau pemalsuan produk.

6. HAK DAN  KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PRODUSEN

a. Hak konsumen

Secara umum dan telah diakui oleh organisasi Internasional ada empat hak dasar konsumen, yaitu :

    1. Hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety);

    2. Hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed);

    3. Hak untuk memilih (the right to choose);

    4. Hak untuk di dengar (the right to be heard).

Sedangkan dalam pasal 4 UUPK ada 9 (sembilan), yaitu :
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/ jasa.

2. Hak untuk memilih barang dan/ jasa serta mendapatkan barang dan/ jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

3.  Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/ jasa.

4.  Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/ jasa yang digunakann.

5. Hak untuk mendpaatkan advokasi, perlindunga, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.

7.  Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

8.  Hak untuk mendapatkan dispensasi, ganti rugi dan/ penggantian, jika barang dan/ jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

 9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang lain.

Kewajiaban dari konsumen ; 

1. Membaca, petunjuk & prosedur pemakaian;

2. Beritikat baik dalam transaksi;

3. Membayar sesuai nilai tukar;

4. Mengikuti penyelesain sengketa perlindungan konsumen;

5. Meskin hak dan kewajiban konsumen ini telah disebut kan dengan jelas tetapi kenyataaanya konsumen masih bayak yang belum mengetahui tentang hak dan kewajibannya;

6. Mengikuti uapaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

7. Biasa konsumen menyampaikan keluhan pada produsen, dan jika gagal biasanya menghentikan proses tersebut,, sangat jarang konsumen menuntu secara hukum.

b. Kedudukan konsumen
1. Let the buyer beware (ceveat emptor)

asas ini berasumsi, pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang sangat seimbang sehingga tidak perlu ada proteksi apapun bagi si konsumen.

2. The due care theory

pelaku usaha mempunya kewajiban untuk berhati-hati dalam memasyarakatkan produk, baik barang maupun jasa selama berhati-hati dengan produknya ia tak dapat dipersalahkan dan tidak dapat menyalahkan pelaku usaha. Seperti yang tercantu dalam pasal 1865 BW bahwa seseorang yang mendalilkan sesuatu diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.

 3. The privity of contract

 pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi hal itu baru dapat dilakukan jika diantara mereka telah terjalin suatu hubungan kontraktual.

c.  Hak-Hak Produsen 

1. Hak menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi, cara, dan nilai tukar barang atau jasa yang diperdagangkan dengan konsumen;

2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beretikad tidak baik;

3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

4. Hak untuk rehabilitasi nama baim apabila terbukti secra hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barnag atau jasa yang diperdagangakan.

   d. Tanggung Jawab Produsen

Produsen bertanggung jawab member ganti rugi kepada konsumen apabila didalam proses transaksi jual beli, konsumen tidak mengetahiu adanya perubahan barang atau jasa yang dilakukan oleh produsen atau barang dan jasa tersebut tidak sesuai dengan contoh, mutu, dan komposisi yang semestinya.

  e.  Kewajiban Produsen
1. Beretikad baik dalam kegiatan usahanya;

2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa serta memberikan penjelasan, penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan;

3.  Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

4. Menjamin mutu barang atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu dan jasa yang berlaku;

 5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba barang dan jasa yang dibuat atau diperdagangkan;

 6. Memberi kompensasi, ganti rugi, atau pengganti atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang atau jasa yang diperdagangkan;

  7. Memberi kompensasi ganti rugi atau penggunaan bila barang atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuia dengan perjanjian.

7. RUANG LINGKUP PERLINDUNGAN KONSUMEN

Pengertian Perlindungan Konsumen termaktub dlm Pasal 1 angka 1 UUPK : segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindngan kpd konsumen

Dengan cara : meningkatkan harkat & martabat konsumen , membuka akses informasi barang/jasa  & menumbuhkan sikap pelaku usaha yang jujur & bertanggung jawab

Tujuan yg ingin dicapai dlm perlindungan konsumen ada 3 :

1. Memberdayakan konsumen dalam memilih, menentukan barang/jasa & menuntu hak-haknya;

2. Menciptakpkan sistim perindungan konsumen yang mengandung kepastian hukum, keterbukaan informasi, & akses untuk mendapatkan informasi;

3. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha pentingnya perlindungan konsumen  sehingga tumbuh sika jujur dan bertanggung jawab


 8. LEMBAGA KONSUMEN


PASAL 44 UUPK
- Pemerintah mengakui LPKSM (lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat), yang mememenuhi syarat.

- LPKSM memiliki kesempatan berperan aktif dalam perlindungan konsumen;

- Tugas LPKSM : menyebar informasi barang/jasa, meningkatkan kesadaran, kehati-hatian, nasihat, bekerja sama dg isntansi terkait, menerima keluan/pengaduan, pengawasan bersama pemerintah dlm perlindungan konsumen.

LPKSM


a. Lembaga non pemerintah, bersifat independent, harus didaftarkan dan mendapat pengakuan pemerintah dan tugas-tugas diatur  oleh peraturan pemerintah, memberi kesan lembaga “ plat merah“;
 
b. Timbul kesan LPKSM ini lembaga “ plat merah “  diatur oleh PP No. 59 tahun 2001 tentang LPKSM;

c. Terdaftar di Kabupaten/Kota.

LPKSM : 


Merupakan lembaga arus bahwa yang kuat dan tersosialisasi secara luas di masyarakat dan representatif menampung dan memperjuangkan aspirasi konsumen dan sebelum ada aturannya di perankan oleh “ YLKI : yayasan lembaga konsumen Indonesia;

BPKN  : Badan Perlindungan Konsumen Nasional  diatur PP no. 57 tahun 2001, berkedudukan di Jakarta, bertanggung jawab pada Presiden & bisa dibentuk perwakilan di tiap provinsi, merupakan bentuk perlindungan konsumen arus atas (top-down), sedang LPKSM (bottom –up)

Tugas BPKN : 


Memberi saran & rekomendasi pada pemerintah terhadap kebijakkan , penelitian terhadap kebijakkan, penelitian terhadap barang/jasa, mendorong berkembang lembaga perlindungan konsumen, menyebarkan informasi melalui media,pengaduan, survey kebutuhan konsumen.

9. TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA

Pasal 19 UUPK

a. tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran akibat kosumsi barang /jasa .

b. Ganti rugi dapat berupa pengembalian uang/penggantian barang sejenis/perawatan kesehatan &/ pemberian santunan;

c. Ganti rugi dilaksanakan 7 hari setelah transaksi dan tidak menghapuskan tuntutan pidana dan tidak berlaku apabila pelaku usaha dpt membuktikan sebaliknya.

Pasal 19 UUPK ini thd bentuk penggantian kurang  memberikan keadilan bagi konsumen, utamanya kalau konsumen menderita kerugian berupan sakit atau kematian, seharusnya dapat diberikan sekaligus kpd konsumen baik harga barang, perawatan dan santunan serta , tenggang waktu penggantian bukan 7 hari setelah transaksi tetapi 7 hari setelah menderita kerugian .

Tanggung jawab produk (product liabiity)

Menurut Agnes M. Toar :  sebagai tanggung jawab produsen untuk produk yang dibawahnya ke dalam peredaran, yang menimbulkan kerugian karena cacat yang melekat pada produk tersebur.

Tanggung jawab disini akibat hubungan kontraktual/perjanjian;

a. Produk cacat menurut BPHN : setiap produk yang tidak dapat memenuhi tujuan pembuatannya, baik karn ksengajaan, peredaranya;

b. Tanggung jawab mutlak (strict liability); tanggung jaab pelaku usaha tanpa melihat apa ada unsur kesalah dari pelaku usaha atau tidak , tetap mendapat ganti rugi ( di Amerika Serikat ).

Produk liability  terkait dengan ;

- Dalam pembuatan sebuat produk , proses produksi dari pelaku usaha;

- Promosi niaga/iklan produk dari pelaku usaha;

- Praktik perdagangan /pemasaran  yang tidak jujur .

10. KLAUSULA BAKU, PERJANJIAN STANDAR / PERJANJIAN BAKU

Perjanjian baku di Indonesia sendiri sudah merambah ke berbagai sektor  dg cara yg secara yuridis masih kontroversial.

Menurut Darius Badrulzaman : perjanjian baku adalah : perjanjian yg diteatpkan sepihak oleh produsen/ penyalur produk dan mengandung kettentuan yg berlaku umum, sehingga pihak konsumen hanya memilki 2 pilihan, yakni menyetujui / menolak.

Dalam perjanjian baku biasanya terkandung klausul eksonerasi (exemption clausul) yakni klausul yg mengandung kondisi membatasi bahkan memhapus sama sekali tanggung jawab yg semestinya dibebankan pd produsen.

Pasal 1 angka 10 UUPK

- Klausula baku adalah setia aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi konsumen;

- Perjanjian baku memang lahir dr kebutuhan masyarakat, supaya tidak merugikan penggunaanya memelukan pengawasan  .

Pasal 18 UUPK, sejumlah larangan penggunaan klausula baku sbb :

- Menyatakan penggalian tanggung jawab pelaku usaha

- Pelaku usaha menolak penyerahan kembali barang yg sudah dibeli

- Pemberian kuasa dr konsumen ke pelaku usaha segala tindakan sepihak berkaitan dg barang dibeli secara angsuran

- Memberi hak kpd pelaku usaha untuk mengurangi manfaat dr barang yg dibeli

- Tunduknya konsumen pada aturan baru, tambahan, lanjutan yg dibuat sepihak oleh pelaku usaha dlm massa konsumen memanfaatkan barang yg dibeli

- Dilarang meletakkan klausula baku yg letaknya sulit dibaca & dimengerti

- Ketentuan diatas bila dilakukan “ batal demi hukum “.

11. PENYELESAIAN SENGKETA DILUAR PENGADILAN

Gugatan atas pelanggaran hak konsumen

Pasal 45 UUPK : konsumen yang dirugikan bisa menggugat melalui lembaga BPSK dan PN

Ada 4 kelompok penggugat : 

- Seorang konsumen / ahli warinya ;

- Kelompok konsumen yg mempunyai kepentingan sama;

- LPKSM;

- Pemerintah.

Bentuk penyelesaian sengketa konsumen

Melalui pengadilan : mengacu pada ketentuan peradilan umum yg berlaku di Indonesia 

Diluar pengadilan : melalui lembaga BPSK : badan penyelesaian sengketa konsumen

Dasar hukum Pasal 45 ayat 1 

Penyelesaian diluar pengadilan , tidak menghilangkan tanggung jawab pidana

Apabila dipilih “ diluar pengadilan “ , gugatan ke pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya dinyatakan tidak berhasil oleh para pihak yg bersengketa

Penyelesaian diluar pengadilan

Melalui perantara BPSK,  sangat murah, cepat dan tidak berbelit2, datang ke BPSK propinsi, dengang membawa : surat permohonan penyesaian sengketa, formulir pengaduan, berkas (dokumen pendukung ), ktp, dll

BPSK mengundang pihak-pihak yg bersengketa : konsumen, pelaku usaha 

Ada 3 cara penyelesaian : konsiliasi, mediasi dan arbitrase  : 

Kemenperindag no. 350/MPP/Kep/12/2001 )

Konsiliasi : proses penyelesaian sengketa diluar pengadilan melalui perantara BPSK, mempertemukan pihak bersengketa & penyelesaian diserahkan pera ihak yg bersengketa, dg didampingi majelis yg bertindak secara pasif sbg konsiliator .

Mediasi  : sama dg diatas tetapi majelisnya bersikap aktif sbg mediator .

Arbitrase : proses penyelesaian sengketa diluar pengadilan yg diserhkan sepenuhnya  penyelesaian kepada BPSK (aktif).

Jangka waktu penyelesaian sengketa


Dibuat perjanjian tertulis oleh para pihak , diperkuat oleh BPSK, diselesaikan dlm waktu 21 hari sejak permohonan, apabila keputusan belum dpt diterima , dpt mengajukan ke PN dlm waktu 14 hari sejak diberikan putusan oleh BPSK.

PN wajib menyelesaian dlm waktu 21 hari , dan apabila belum puas , dapat ke PT dan wajib diselesaian dlm waktu 30 hari .

Tata cara permohonan penyelesaian sengketa

Konsumen merasa hak2nya dirugikan bisa mengajukan permohonan penyelesaian sengketa konsumen ke sekretariat BPSK , pelaku usaha juga bisa menlakukan hal  sama.

Permohona secara tertulis / lisan, bisa diajukan oleh ahli warisnya dengan : nama  & alamat konsumen, nama & alamat pelaku usaha, rincian barang/jasa diadukan, bukti bon/kwitansi, keterangang tempat, waktu, tanggal barang diperoleh, saksi , foto2 & kegiatan pelaksanaan

BPSK : badan penyelesaian sengketa konsumen

Pasal 1 ayat 12 UUPK , BPSK adl badan  yg bertugas menangani dan menyelesaiakan sengketa atr konsumen & pelaku usaha, memberikan konsultasi perlindngan konsumen,

Berada di kabupaten, dibentuk gubenur masing2 propinsi & diresmikan oleh Kemenperindag

Anggota BPSK : unsur pemerintah, konsumen dan pelaku usaha

Dlm menaganggani sengketa dibentuk majelis, jumlah majelis ganjil, sedikitnya 3 orang

Pasal 54 ayat 3 UUPK : putusan mejelis BPSK final & mengikat : kata final diartikan tidak ada upaya banding & kasasi, tetapi mengandung kerancuan krn masih bisa mengajukan keberatan, kata mengikat : ditafsirkan harus dijalankan ,

Dalam kacamata peradilan Indonesia , putusan BPSK bersifat nonlitigasi, ada yg keberatan maka dapat mengajukan ke  Pengadilan Negeri

12. PEMBUKTIAN TERBALIK

Prinsip perlindungan konsumen  berdasar UU No. 8 tahun 1999 : dengan memberlakukan beban pembalikan beban pembuktian  sbg dasar tanggung gugat produk

Berdasar prinsip ini : konsumen sbg penguggat tidak dibebani kewajiban pembuktian, pelaku usaha  sebagai tergugat harus membuktikan bahwa kerugian yang diderita konsumen bukan krn kesalahanya & apabila dapat membuktikan  maka pelaku usaha terbebas dr tanggung jawab

UUPK tidak memberlakukan tanggung jawab mutlak seperti di Amerika Serikat, tetapi : UU no. 23 tahun 1997 tentang lingkungan hidup  ( memberlakukan tanggung jawab mutlak /strick liability )

Dengan beban pembuktian terbalik : dlm praktiknya pelaku usaha selalu dapat membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah, 

Sebaiknya prinsip perlindungan konsumen ini berlaku prinsip tanggung jawab mutlak seperti negara2 lain : dengan alasan pelaku usaha adl orang yang paling mengetahui produk itu dibuat dan dipasarkan selayaknya  dia yg menanggung segala kerugian dari konsumen tanpa melihat siapa yg bersalah , dan pelaku usaha dapat men” ansuransikan  “ produk nya ( re asuransi ).

13. SANKSI TERHADAP PELAKU USAHA YANG MELANGGAR

Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20, Pasal 25, dan Pasal 26 yaitu :

a. Pelaku usaha yang tidak melaksanakan pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

b. Pelaku usaha yang tidak melaksanakan pemberian ganti rugi dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.

c. Pelaku usaha periklanan yang tidak bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.

d. Pelaku usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu sekurangkurangnya 1 (satu) tahun yang tidak menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purna jual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan.

e. Pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut :

(a). tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas perbaikan;

(b). tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang diperjanjikan.
f. Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa tidak memenuhi jaminan dan/atau garansi yang disepakati dan/atau yang diperjanjikan.
Sanksi Pidana berupa pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) terhadap Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 yaitu :

1. Pelaku usaha yang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa dimana :

(a). tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundangundangan;

(b).tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;

(c).tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;

(d). tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

( e). tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

(f). tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut; g.tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;

(h). tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;

(i). tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat;

(j). tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

2. Pelaku usaha yang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.

3. Pelaku usaha yang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.

4. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) yang tetap memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta tidak menariknya dari peredaran.

5. Pelaku usaha yang menawarkan, mempromosikan, mengiklan-kan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah :

(a). barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;

( b). barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;

(c). barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu;

(d). barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;

(e). barang dan/atau jasa tersebut tersedia;

(f). barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;

(g). barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu; h. barang tersebut berasal dari daerah tertentu;

(i). secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;

(j). menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap;

(k). menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

6. Barang dan/atau jasa di atas tetap diperdagangkan oleh pelaku usaha.

7. Pelaku usaha yang tetap melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan barang dan/atau jasa tersebut.

Sumber : 

Materi Kuliah Oleh Dosen : DR. HJ. SRI LESTARI POERNOMO , SH,MH
Buku Bacaan :

" Hukum Perlindungan Konsumen'' Oleh Ahmad Miru dan Sutarman Yodo.ha l1, 25,dan 33.

Buku Referensi lainnya :

PERLINDUNGAN KONSUMEN, INSTRUMEN2 HUKUMNYA , YUSUF SHOFIE

KAPITA HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA , YUSUF SHOFIE

HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN, AHMADI MIRU &SUTARMAN YODO


PERLINDNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN, DEDI HARIANTO

TANGGUNG JAWAB PRODUK, DALAM HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN, ADRIAN SUTEDI

PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN, DIJTINJAU DARI HUKUM ACARA SERTA KENDALA IMPLEMENTASINYA


Blog :

 http://belajarhukum27.blogspot.co.id/2014/12/sejarah-lahirnya-hukum-perlindungan.html

https://gunadiemaha.wordpress.com/2010/05/04/pengertian-produsen-konsumen-dalam-tinjauan-tou/ 

http://aprilia-dwi-fib13.web.unair.ac.id/artikel_detail-105726-Psikologi%20Pelayanan%20A-Konsumen%20dan%20Produsen:%20Pengertian%20Produsen,%20HakHak,%20Tanggungjawab,%20dan%20Kewajiban%20Produsen.html

http://cosmovanilast.blogspot.co.id/2012/03/hukum-perlindungan-konsumen.html

Wallahua'lam.. 



5 comments :

  1. assalamualaikum, dimana saya bisa menemukan kelanjutan dari tulisan ini ?
    karena saya butuh untuk bahan kuliah saya,
    terima kasih sebelumnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wa'alaikumsalam.. trima kasih telah berkunjung.. InsyaAllah malam ini saya akan melanjutkan kembali tulisan ini sampai tuntas.. saya akan memberikan beberapa referensi buku-buku yang saya rangkum untuk tulisan ini. Semoga tulisan ini bermanfaat dan semoga kuliahnya lancar. Semangat dan Salam sukses

      Delete
  2. Alhamdulilah, terimakasih author untuk kelanjutan tulisannya. Ini sangat berguna untuk jadi bahan kuliah saya. Semoga Allah memberikan kesehatan untuk terus berbagi ilmu.amin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin .. Semangat dan semoga sukses :)

      Delete