PEMBUKAAN
BAB I PENDAHULUAN
BAB II LAUT TERITORIAL DAN ZONA TAMBAHAN
BAB III SELAT YANG DIGUNAKAN UNTUK PELAYARAN INTERNASIONAL
BAB IV NEGARA-NEGARA KEPULAUAN ( ARCHIPELAGIS STATES )
BAB V ZONA EKONOMI EKSKLUSIF
BAB VI LANDAS KONTINEN ( CONTINENTAL SHELF )
BAB VII LAUT LEPAS ( HIGH SEAS )
BAB VIII REZIM PULAU ( REGIME OF ISLANDS )
BAB IX LAUT TERTUTUP ATAU SETENGAH TERTUTUP ( ENCLOSED OF SEMI-ENCLOSED)
BAB X HAK NEGARA TAK BERPANTAI UNTUK AKSES KE DAN DARI LAUT SERTA KEBEBASAN TRANSIT
BAB XII PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN LAUT
BAB XIII RISET ILMIAH KELAUTAN
BAB XIV PENGEMBANGAN DAN ALIH TEKNOLOGI KELAUTAN
BAB XV PENYELESAIAN SENGKETA ( SETTLEMENT OF DISPUTES)
BAB XVI KETENTUAN UMUM ( GENERAL PROVISIONS)
BAB XVII KETENTUAN PENUTUP
KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG HUKUM LAUT
Ditandatangani di Montego Bay, Jamaica, 10 Desember 1982
Pemberlakuan: 16 November 1994
PEMBUKAAN
Negara-negara
Peserta pada Konvensi ini didorong oleh keinginan untuk menyelesaikan, dalam
semangat saling pengertian dan kerjasama, semua masalah yang bertalian dengan
hukum laut dan menyadari makna historis Konvensi ini sebagai suatu sumbangan
penting terhadap pemeliharaan perdamaian, keadilan dan kemajuan bagi segenap
rakyat dunia mencatat bahwa perkembangan yang telah terjadi sejak Konverensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa yang diadakan di Jenewa tahun 1958 dan 1960 telah
menekankan perlu adanya suatu Konvensi tentang hukum laut yang baru dan yang
dapat diterima secara umum menyadari bahwa masalah-masalah ruang samudera
adalah berkaitan erat satu sama lain dan perlu dianggap sebagai suatu kebulatan
mengakui keinginan untuk membentuk, melalui Konvensi ini, dengan mengindahkan
secara layak kedaulatan semua Negara, suatu tertib hukum untuk laut dan
samudera yang dapat memudahkan komunikasi internasional dan memajukan
penggunaan laut dan samudera secara damai, pendayagunaan sumber kekayaan
alamnya secara adil dan efisien, konservasi sumber kekayaan hayati dan
pengkajian, perlindungan dan pelestarian lingkungan laut dan konservasi
kekayaan alam hayatinya,memperhatikan bahwa pencapaian tujuan ini akan
merupakan sumbangan bagi perwujudan suatu orde ekonomi internasional yang adil
dan merata yang memperhatikan kepentingan dan kebutuhan umat manusia sebagai
suatu keseluruhan dan, terutama, kepentingan dan kebutuhan khusus negara-negara
berkembang, baik berpantai maupun tidak berpantai,berkeinginan dengan Konvensi
ini untuk mengembangkan prinsip-prinsip yang termuat dalam resolusi 2749 (XXV)
17 Desember 1970 dimana Majelis Umum dengan khidmat menyatakan inter alia bahwa
baik kawasan dasar laut dan dasar samudera dan tanah dibawahnya, di luar batas
yurisdiksi nasional, maupun sumber kekayaannya, adalah warisan bersama umat
manusia, yang eksplorasi dan eksploitasinya harus dilaksanakan bagi kemanfaatan
umat manusia sebagai suatu keseluruhan, tanpa memandang lokasi geografis
negara-negara,berkeyakinan bahwa pengkodifikasian dan pengembangan secara
progresif hukum laut yang dicapai dalam Konvensi ini akan merupakan sumbangan
untuk memperkokoh perdamaian, keamanan, kerjasama dan hubungan bersahabat
antara semua bangsa sesuai dengan asas keadilan dan persamaan hak dan akan
memajukan peningkatan ekonomi dan sosial segenap rakyat dunia, sesuai dengan
tujuan dan asas Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagaimana ditetapkan. Menegaskan
masalah-masalah yang tidak diatur dalam Konvensi ini tetap tunduk pada
ketentuan dan asas hukum internasional umum.
Telah menyetujui sebagai berikut::
BAB I PENDAHULUAN
Pasal 1
Penggunaan istilah
dan ruang lingkup
1. Untuk
tujuan Konvensi ini:
(1) “Kawasan” (“Area”) berarti
dasar laut dan dasar samudera serta tanah dibawahnya di luar batas-batas
yurisdiksi nasional;
(2) “Otorita” (“Authority”)
berarti Otorita Dasar Laut Internasional (International Sea-Bed Authority);
(3) “kegiatan-kegiatan di Kawasan” (“activities in the Area”) berarti segala kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi kekayaan Kawasan;
(4) “pencemaran lingkungan laut” (“pollution
of the marine environment”) berarti dimasukkannya oleh manusia, secara
langsung atau tidak langsung, bahan atau energi ke dalam lingkungan laut,
termasuk kuala, yang mengakibatkan atau mungkin membawa akibat buruk sedemikian
rupa seperti kerusakan pada kekayaan hayati laut dan kehidupan di laut, bahaya
bagi kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan-kegiatan di laut termasuk
penangkapan ikan dan penggunaan laut yang sah lainnya, penurunan kwalitas
kegunaan air laut dan pengurangan kenyamanan. secara langsung atau tidak
langsung, bahan atau energi ke dalam lingkungan laut, termasuk kuala, yang
mengakibatkan atau mungkin membawa akibat buruk sedemikian rupa seperti
kerusakan pada kekayaan hayati laut dan kehidupan di laut, bahaya bagi
kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan-kegiatan di laut termasuk
penangkapan ikan dan penggunaan laut yang sah lainnya, penurunan kualitas
kegunaan air laut dan pengurangan kenyamanan..
(5) (a)
“dumping” berarti:
(i) setiap pembuangan dengan sengaja limbah
atau benda lainnya dari kendaraan air, pesawat udara, peralatan (platform) atau
bangunan buatan lainnya di laut;
(ii) setiap pembuangan dengan sengaja
kendaraan air, pesawat udara, pelataran (platform), atau bangunan buatan
lainnya di laut.
(b) tidak termasuk
“dumping”:
(i) pembuangan limbah atau benda lainnya
yang berkaitan dengan atau berasal dari pengoperasian wajar kendaraan air,
pesawat udara, pelataran (platform)
atau bangunan buatan lainnya di laut serta peralatannya, selain dari limbah
atau benda lainnya yang diangkut oleh atau ke kendaraan air, pesawat udara,
pelataran (platform) atau bangunan
buatan lainnya di laut, yang bertujuan untuk pembuangan benda tersebut atau
yang berasal dari pengolahan limbah atau benda lain itu di atas kendaraan air,
pesawat udara, pelataran (platform) atau bangunan tersebut;
(ii) penempatan benda untuk suatu keperluan
tertentu, tetapi bukan semata-mata untuk pembuangan benda tersebut, asalkan
penempatan itu tidak bertentangan dengan tujuan Konvensi ini.
2. (1) “Negara-negara
Peserta” berarti negara-negara yang telah menyetujui untuk terikat oleh
Konvensi ini dan untuk mana konvensi ini berlaku.
(2) Konvensi ini berlaku mutatis mutandis untuk satuan-satuan
tersebut pada pasal 305, ayat 1 (b), (c), (d), (e), dan (f), yang menjadi
Peserta Konvensi menurut syarat-syarat yang berlaku untuk masing-masing dan
sejauh hal tersebut “Negara Peserta” mencakup satuan-satuan tersebut.
BAB II
LAUT TERITORIAL DAN ZONA TAMBAHAN
Bagian 1. KETENTUAN
UMUM
Pasal 2
Status hukum laut teritorial, ruang udara
di atas laut teritorial, serta dasar laut dan lapisan tanah dibawahnya
1. Kedaulatan suatu Negara pantai, selain
wilayah daratan dan perairan pedalamannya, dan dalam hal suatu Negara kepulauan
dengan perairan kepulauannya, meliputi pula suatu jalur laut yang berbatasan dengannya yang dinamakan laut
terotgirial.
2. Kedaulatan ini meliputi ruang udara di atas
laut serta dasar laut dan lapisan tanah dibawahnya.
3. Kedaulatan atas laut teritorial dilaksanakan dengan
tunduk pada Konvensi ini dan peraturan-peraturan lainnya dari hukum
internasional.
Bagian 2. BATAS LAUT
TERITORIAL
Pasal 3
Lebar laut teritorial
Pasal 3
Lebar laut teritorial
Setiap Negara mempunyai hak untuk menetapkan lebar laut teritorialnya sampai suatu batas yang tidak melebihi 12 mil laut, diukur dari garis pangkal yang ditentukan sesuai dengan Konvensi ini.
Pasal 4
Batas terluar
laut teritorial
Batas terluar laut teritorial adalah garis yang jarak setiap titiknya dari titik yang terdekat garis pangkal, sama dengan lebar laut teritorial.
Pasal 5
Garis pangkal
biasa (normal baseline)
Kecuali ditentukan lain dalam Konvensi ini, garis pangkal biasa untuk mengukur lebar laut teritorial adalah garis air rendah sepanjang pantai sebagaimana yang ditandai pada peta skala besar yang secara resmi diakui oleh Negara pantai tersebut.
Pasal 6
Karang
Dalam hal pulau yang terletak
pada atol atau pulau yang mempunyai karang-karang di sekitarnya, maka garis
pangkal untuk mengukur lebar laut teritorial adalah garis air rendah pada sisi
karang ke arah laut sebagaimana ditunjukkan oleh tanda yang jelas untuk itu
pada peta yang diakui resmi oleh Negara pantai yang bersangkutan.
Pasal 7
Garis pangkal lurus (straight
baselines )
1. Di tempat-tempat dimana
garis pantai menjorok jauh ke dalam dan menikung ke dalam atau jika terdapat
suatu deretan pulau sepanjang pantai di dekatnya, cara penarikan garis pangkal
lurus yang menghubungkan titik-titik yang tepat dapat digunakan dalam menarik
garis pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur.
2. Dimana karena adanya
suatu delta dan kondisi alam lainnya garis pantai sangat tidak tetap, maka
titik-titik yang tepat dapat dipilih pada garis air rendah yang paling jauh
menjorok ke laut dan sekalipun garis air rendah kemudian mundur, garis-garis
pangkal lurus tersebut akan tetap berlaku sampai dirobah oleh Negara pantai
sesuai dengan Konvensi ini.
3. Penarikan garis pangkal
lurus tersebut tidak boleh menyimpang terlalu jauh dari arah umum dari pada
pantai dan bagian-bagian laut yang terletak di dalam garis pangkal demikian
harus cukup dekat ikatannya dengan daratan untuk dapat tunduk pada rezim
perairan pedalaman.
4. Garis pangkal lurus
tidak boleh ditarik ke dan dari elevasi surut kecuali jika di atasnya didirikan
mercu suar atau instalasi serupa yang secara permanen ada di atas permukaan
laut atau kecuali dalam hal penarikan garis pangkal lurus ke dan dari elevasi
demikian telah memperoleh pengakuan umum internasional.
5. Dalam hal cara
penarikan garis pangkal lurus dapat diterapkan berdasarkan ayat 1, maka di
dalam menetapkan garis pangkal tertentu, dapat ikut diperhitungkan kepentingan
ekonomi yang khusus bagi daerah yang bersangkutan, yang kenyataan dan
pentingnya secara jelas dibuktikan oleh praktek yang telah berlangsung lama.
6. Sistem penarikan garis
pangkal lurus tidak boleh diterapkan oleh suatu Negara dengan cara yang
demikian rupa sehingga memotong laut teritorial Negara lain dari laut lepas
atau zona ekonomi eksklusif.
Pasal 8
Perairan pedalaman (internal waters)
Perairan pedalaman (internal waters)
1. Kecuali sebagaimana
diatur dalam bab IV, perairan pada sisi darat garis pangkal laut teritorial
merupakan bagian perairan pedalaman Negara tersebut.
2. Dalam hal penetapan
garis pangkal lurus sesuai dengan cara yang ditetapkan dalam pasal 7 berakibat
tertutupnya sebagai perairan pedalaman daerah-daerah yang sebelumnya tidak
dianggap demikian, maka di dalam perairan demikian akan berlaku suatu hak
lintas damai sebagaimana ditentukan dalam Konvensi ini.
Pasal 9
Mulut sungai
Apabila suatu sungai mengalir langsung ke laut, garis pangkal adalah suatu garis lurus melintasi mulut sungai antara titiktitik pada garis air rendah kedua tepi sungai.
Pasal 10
Teluk
1. Pasal ini hanya
menyangkut teluk pada pantai milik satu Negara.
2. Untuk maksud Konvensi
ini, suatu teluk adalah suatu lekukan yang jelas yang lekukannya berbanding sedemikian
rupa dengan lebar mulutnya sehingga mengandung perairan yang tertutup dan yang
bentuknya lebih dari pada sekedar suatu lingkungan pantai semata-mata. Tetapi
suatu lekukan tidak akan dianggap sebagai suatu teluk kecuali apabila luas
teluk adalah seluas atau lebih luas dari pada luas setengah lingkaran yang
garis tengahnya adalah suatu garis yang ditarik melintasi mulut lekukan
tersebut.
3. Untuk maksud
pengukuran, daerah suatu lekukan adalah daerah yang terletak antara garis air
rendah sepanjang pantai lekukan itu dan suatu garis yang menghubungkan
titik-titik garis air rendah pada pintu masuknya yang alamiah. Apabila karena
adanya pulau-pulau, lekukan mempunyai lebih dari satu mulut, maka setengah
lingkaran dibuat pada suatu garis yang panjangnya sama dengan jumlah
keseluruhan panjang garis yang melintasi berbagai mulut tersebut. Pulau-pulau
yang terletak di dalam lekukan harus dianggap seolah-olah sebagai bagian daerah
perairan lekukan tersebut.
4. Jika jarak antara
titik-titik garis air rendah pada pintu masuk alamiah suatu teluk tidak
melebihi 24 mil laut, maka garis penutup dapat ditarik antara ke dua garis air
rendah tersebut dan perairan yang tertutup karenanya dianggap sebagai perairan
pedalaman.
5. Apabila jarak antara
titik-titik garis air rendah pada pintu masuk alamiah suatu teluk melebihi 24
mil laut, maka suatu garis pangkal lurus yang panjangnya 24 mil laut ditarik
dalam teluk tersebut sedemikian rupa, sehingga menurut suatu daerah perairan
yang maksimum yang mungkin dicapai oleh garis sepanjang itu.
6. Ketentuan di atas tidak
diterapkan pada apa yang disebut teluk “sejarah”, atau dalam setiap hal dimana
sistem garis pangkal lurus menurut pasal 7 diterapkan
Pasal 11
Pelabuhan (Ports)
Pelabuhan (Ports)
Untuk maksud penetapan batas laut
teritorial, instalasi pelabuhan permanen yang terluar yang merupakan bagian
integral dari sistem pelabuhan dianggap sebagai bagian dari pada pantai.
Instalasi lepas pantai dan pulau buatan tidak akan dianggap sebagai instalasi
pelabuhan yang permanen.
Pasal 12
Tempat berlabuh di tengah laut (Roadsteads)
Tempat berlabuh di tengah laut
yang biasanya dipakai untuk memuat, membongkar dan menambat kapal, dan yang
terletak seluruhnya atau sebagian di luar batas luar laut teritorial, termasuk
dalam laut teritorial.
Pasal 13
Elevasi surut
1. Suatu elevasi adalah
suatu wilayah daratan yang terbentuk secara alamiah yang dikelilingi dan berada
di atas permukaan laut pada waktu air surut, tetapi berada di bawah permukaan
laut pada waktu air pasang. Dalam hal suatu evaluasi surut terletak seluruhnya
atau sebagian pada suatu jarak yang tidak melebihi lebar laut teritorial dari
daratan utama atau suatu pulau, maka garis air surut pada elevasi demikian
dapat digunakan sebagai garis pangkal untuk maksud pengukuran lebar laut teritorial.
2. Apabila suatu elevasi
surut berada seluruhnya pada suatu jarak yang lebih dari laut teritorial dari
daratan utama atau suatu pulau, maka elevasi demikian tidak mempunyai laut
teritorial sendiri.
Pasal
14
Kombinasi cara-cara penetapan garis pangkal
Kombinasi cara-cara penetapan garis pangkal
Negara pantai dapat menetapkan
garis pangkal secara bergantian dengan menggunakan cara penarikan manapun yang
diatur dalam pasal-pasal di atas untuk menyesuaikan dengan keadaan yang
berlainan.
Pasal 15
Penetapan garis batas laut teritorial antara negara-negara
yang pantainya berhadapan atau berdampingan
Dalam hal pantai dua Negara yang
letaknya berhadapan atau berdampingan satu sama lain, tidak satupun di
antaranya berhak, kecuali ada persetujuan yang sebaliknya antara mereka, untuk
menetapkan batas laut teritorialnya melebihi garis tengah yang titiktitiknya
sama jaraknya dari titik-titik terdekat pada garis-garis pangkal dari mana
lebar laut teritorial masing-masing Negara diukur.
Tetapi ketentuan di atas tidak
berlaku, apabila terdapat alasan hak historis atau keadaan khusus lain yang
menyebabkan perlunya menetapkan batas laut teritorial antara kedua Negara
menurut suatu cara yang berlainan dengan ketentuan di atas.
Pasal
16
Peta dan daftar koordinat geografis
Peta dan daftar koordinat geografis
1. Garis pangkal untuk
mengukur lebar laut teritorial sebagaimana ditetapkan sesuai dengan pasal 7, 9
dan 10, atau garis batas yang diakibatkan oleh ketentuan-ketentuan itu dan
garis batas yang ditarik sesuai dengan pasal 12 dan 15, harus dicantumkan dalam
peta dengan skala atau skala-skala yang memadai untuk penetapan garis
posisinya. Sebagai gantinya dapat diberikan suatu daftar titik-titik koordinat
geografis, yang menjelaskan datum geodetik.
2. Negara pantai harus
memberikan pengumuman sebagaimana mestinya mengenai peta atau daftar koordinat
geografis tersebut dan mendepositkan satu copy/turunan setiap peta atau daftar
tersebut kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Bagian 3. LINTAS
DAMAI (INNOCENT PASSAGE)
DI LAUT TERITORIAL
Sub Bagian A. PERATURAN YANG BERLAKU UNTUK SEMUA KAPAL
Pasal 17
Hak lintas damai
DI LAUT TERITORIAL
Sub Bagian A. PERATURAN YANG BERLAKU UNTUK SEMUA KAPAL
Pasal 17
Hak lintas damai
Dengan tunduk pada Konvensi ini, kapal semua Negara, baik berpantai maupun tak berpantai, menikmati hak lintas damai melalui laut teritorial.
Pasal 18
Pengertian lintas (meaning of passage)
Pengertian lintas (meaning of passage)
1. Lintas
berarti navigasi melalui laut teritorial untuk keperluan:
(a) melintasi laut tanpa memasuki perairan pedalaman
atau singgah di tempat berlabuh di tengah laut (roadstead) atau fasilitas pelabuhan di luar perairan pedalaman;
atau
(b) berlalu ke atau dari perairan pedalaman atau
singgah di tempat berlabuh di tengah laut (roadstead)
atau fasilitas pelabuhan tersebut.
2. Lintas
harus terus menerus, langsung serta secepat mungkin. Namun demikian, lintas
mencakup berhenti dan buang jangkar, tetapi hanya sepanjang hal tersebut
berkaitan dengan navigasi yang lazim atau perlu dilakukan karena force majeure
atau mengalami kesulitan atau guna memberikan pertolongan kepada orang, kapal
atau pesawat udara yang dalam bahaya atau kesulitan
Pasal 19
Pengertian lintas damai
1. Lintas adalah damai
sepanjang tidak merugikan bagi kedamaian, ketertiban atau keamanan Negara
pantai. Lintas tersebut harus dilakukan sesuai dengan ketentuan Konvensi ini
dan peratruan hukum internasional lainnya.
2. Lintas suatu kapal
asing harus dianggap membahayakan kedamaian, ketertiban atau Keamanan Negara
pantai, apabila kapal tersebut di laut teritorial melakukan salah satu kegiatan
sebagai berikut :
(a) setiap ancaman atau
penggunaan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah atau kemerdekaan
politik Negara pantai, atau dengan cara lain apapun yang merupakan pelanggaran
asas hukum internasional sebagaimana tercantum dalam Piagam Perserikatan
Bangsa-Bangsa;
(b) setiap latihan atau
praktek dengan senjata macam apapun;
(c) setiap perbuatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang merugikan bagi pertahanan atau
keamanan Negara pantai;
(d) setiap perbuatan
propaganda yang bertujuan mempengaruhi pertahanan atau keamanan Negara pantai;
(e) peluncuran, pendaratan
atau penerimaan setiap pesawat udara di atas kapal;
(f) peluncuran, pendaratan
atau penerimaan setiap peralatan dan perlengkapan militer;
(g) bongkar atau muat setiap
komoditi, mata uang atau orang secara bertentangan dengan peraturan
perundangundangan bea cukai, fiskal, imigrasi atau saniter Negara Pantai;
(h) setiap perbuatan
pencemaran dengan sengaja dan parah yang bertentangan dengan ketentuan Konvensi
ini;
(i) setiap kegiatan
perikanan;
(j) kegiatan riset atau
survey;
(k) setiap perbuatan yang
bertujuan mengganggu setiap sistem komunikasi atau setiap fasilitas atau
instalasi lainnya Negara pantai;
(l) setiap kegiatan lainnya
yang tidak berhubungan langsung dengan lintas.
Pasal 20
Kapal selam dan kendaraan
bawah air lainnya
Di laut teritorial, kapal selam dan kendaraan bawah air lainnya diharuskan melakukan navigasi di atas permukaan air danmenunjukkan benderanya.
Pasal 21
Hukum dan peraturan dari
Negara pantai yang berkaitan dengan lintas damai
1. Negara pantai dapat
membuat peraturan perundang-undangan sesuai dengan ketentuan Konvensi ini dan
peraturan hukum internasional lainnya yang bertalian dengan lintas damai
melalui laut teritorial, mengenai semua atau setiap hal berikut :
(a) keselamatan navigasi dan
pengaturan lalu lintas maritim;
(b) perlindungan alat-alat
pembantu dan fasilitas navigasi serta fasilitas atau instalasi lainnya;
(c) perlindungan kabel dan
pipa laut;
(d) konservasi kekayaan
hayati laut;
(e) pencegahan pelanggaran
peraturan perundang-undangan perikanan Negara pantai;
(f) pelestarian lingkungan
negara pantai dan pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemarannya;
(g) penelitian ilmiah
kelautan dan survey hidrografi;
(h) pencegahan pelanggaran
peraturan perundang-undangan bea cukai, fiskal, imigrasi atau saniter Negara
Pantai.
2. Peraturan
perundang-undangan demikian tidak berlaku bagi disain, konstruksi, pengawakan
atau peralatan kapal asing, kecuali apabila peraturan perundang-undangan
tersebut melaksanakan peraturan atau standar internasional yang diterima secara
umum.
3. Negara pantai harus
mengumumkan semua peraturan perundang-undangan tersebut sebagaimana mestinya.
4. Kapal asing yang
melaksanakan hak lintas damai melalui laut teritorial harus mematuhi semua
peraturan perundangundangan demikian dan semua peraturan internasional
bertalian dengan pencegahan tubrukan di laut yang diterima secara umum.
Pasal 22
Alur laut dan skema pemisah lalu lintas di laut teritorial
Alur laut dan skema pemisah lalu lintas di laut teritorial
1. Negara pantai dimana perlu dengan
memperhatikan keselamatan navigasi, dapat mewajibkan kapal asing yang
melaksanakan hak lintas damai melalui laut teritorialnya untuk mempergunakan
alur laut dan skema pemisah lalu lintas sebagaimana yang dapat ditetapkan dan
yang harus dikuti untuk pengaturan lintas kapal.
2. Secara khusus, kapal tanki, kapal
bertenaga nuklir, dan kapal yang mengangkut nuklir
atau barang atau bahan lain karena sifatnya berbahaya atau beracun dapat diharuskan untuk membatasi pelayarannya pada alur laut demikian.
atau barang atau bahan lain karena sifatnya berbahaya atau beracun dapat diharuskan untuk membatasi pelayarannya pada alur laut demikian.
3. Dalam penetapan alur laut dan penentuan
skema pemisah lalu lintas menurut pasal ini, Negara pantai harus memperhatikan:
(a) rekomendasi dari organisasi internasional
yang berwenang;
(b) setiap alur yang biasanya digunakan untuk
navigasi internasional;
(c) karakteristik khusus kapal dan alur tertentul;
dan
(d) kepadatan lalu lintas.
4. Negara pantai harus mencantumkan secara
jelas alur laut dan skema pemisah lalu lintas demikian pada peta yang harus
diumumkan sebagaimana mestinya.
Pasal 23
Kapal asing bertenaga nuklir dan kapal yang mengangkut nuklir
atau bahan lain yang karena sifatnya berbahaya atau beracun
Kapal asing bertenaga nuklir dan kapal yang mengangkut nuklir
atau bahan lain yang karena sifatnya berbahaya atau beracun
Kapal asing bertenaga nuklir dan kapal yang mengangkut nuklir atau bahan lain yang karena sifatnya berbahaya atau beracun, apabila melaksanakan hak lintas damai melalui laut teritorial, harus membawa dokumen dan mematuhi tindakan pencegahan khusus yang ditetapkan oleh perjanjian internasional bagi kapal-kapal demikian.
Pasal 24
Kewajiban Negara
pantai
1. Negara pantai tidak
boleh menghalangi lintas damai kapal asing melalui laut teritorial kecuali
sesuai dengan ketentuan Konvensi ini. Dalam penerapan Konvensi ini atau setiap
peraturan perundang-undangan yang dibuat sesuai Konvensi ini, Negara pantai
khususnya tidak akan :
(a) menetapkan persyaratan
atas kapal asing yang secara praktis berakibat penolakan atau pengurangan hak
litas damai; atau
(b) mengadakan diskriminasi
formal atau diskriminasi nyata terhadap kapal Negara manapun atau terhadap
kapal yang mengangkut muatan ke, dari atau atas nama Negara manapun.
2. Negara pantai harus
mengumumkan secara tepat bahaya apapun bagi navigasi dalam laut teritorialnya
yang diketahuinya.
Pasal 25
Hak perlindungan Negara Pantai
Hak perlindungan Negara Pantai
1. Negara pantai dapat
mengambil langkah yang diperlukan dalam laut teritorialnya untuk mencegah
lintas yang tidak damai.
2. Dalam hal kapal menuju
perairan pedalaman atau singgah di suatu fasilitas pelabuhan di luar perairan
pedalaman, Negara pantai juga mempunyai hak untuk mengambil langkah yang
diperlukan untuk mencegah pelanggaran apapun terhadap persyaratan yang
ditentukan bagi masuknya kapal tersebut ke perairan pedalaman atau persinggahan
demikian.
3. Negara pantai, tanpa
diskriminasi formil atau diskriminasi nyata di antara kapal asing, dapat
menangguhkan sementara dalam daerah tertentu laut teritorialnya lintas damai
kapal asing apabila penangguhan demikian sangat diperlukan untuk perlindungan
keamanannya, termasuk keperluan latihan senjata. Penangguhan demikian berlaku
hanya setelah diumumkan sebagaimana mestinya.
Pasal 26
Pungutan yang dapat dibebankan pada kapal asing
Pungutan yang dapat dibebankan pada kapal asing
1. Tidak ada pungutan yang
dapat dibebankan pada kapal asing hanya karena melintasi laut teritorial.
2. Pungutan dapat
dibebankan pada kapal asing yang melintasi laut teritorial hanya sebagai
pembayaran bagi pelayanan khusus yang diberikan kepada kanal tersebut. Pungutan
ini harus dibebankan tanpa diskriminasi.
Sub Bagian B. PERATURAN YANG BERLAKU BAGI KAPAL DAGANG DAN
KAPAL PEMERINTAH YANG DIOPERASIKAN UNTUK
TUJUAN KOMERSIAL
Pasal 27
Yurisdiksi kriminal di atas kapal asing
Pasal 27
Yurisdiksi kriminal di atas kapal asing
1. Yurisdiksi kriminal
Negara pantai tidak dapat dilaksanakan di atas kapal asing yang sedang
melintasi laut teritorial untuk menangkap siapapun atau untuk mengadakan
penyidikan yang bertalian dengan kejahatan apapun yang dilakukan di atas kapal
selama lintas demikian, kecuali dalam hal yang berikut :
(a) apabila akibat kejahatan itu dirasakan di
Negara pantai;
(b) apabila kejahatan itu
termasuk jenis yang mengganggu kedamaian Negara tersebut atau ketertiban laut
wilayah;
(c) apabila telah diminta
bantuan penguasa setempat oleh nakhoda kapal oleh wakil diplomatik atau pejabat
konsuler Negara bendera; atau
(d) apabila tindakan demikian diperlukan untuk menumpas perdagangan
gelap narkotika atau bahan psychotropis.
2. Ketentuan di atas tidak
mempengaruhi hak Negara pantai untuk mengambil langkah apapun berdasarkan
undangundangnya untuk tujuan penangkapan atau penyidikan di atas kapal asing
yang melintasi laut teritorialnya setelah meninggalkan perairan Pedalaman.
3. Dalam hal sebagaimana
ditentukan dalam ayat 1 dan 2, Negara pantai, apabila nakhoda memintanya, harus
memberitahu wakil diplomatik atau pejabat konsuler Negara bendera sebelum
melakukan tindakan apapun dan harus membantu hubungan antara wakil atau pejabat
demikian dengan awak kapal. Dalam keadaan darurat pemberitahuan ini dapat disampaikan
sewaktu tindakan tersebut dilakukan.
4. Dalam mempertimbangkan
apakah atau dengan cara bagaimanakah suatu penangkapan akan dilakukan, penguasa
setempat harus memperhatikan sebagaimana mestinya kepentingan navigasi.
5. Kecuali dalam hal
sebagaimana ditentukan dalam Bab XII atau yang bertalian dengan pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan yang ditetapkan sesuai dengan Bab V,
Negara pantai tidak dibenarkan untuk mengambil langkah apapun di atas kapal
asing yang melintasi laut teritorial untuk melakukan penangkapan seseorang atau
melakukan penyidikan apapun yang bertalian dengan kejahatan apapun yang
dilakukan sebelum kapal itu memasuki laut teritorial, apabila kapal tersebut
dalam perjalanannya dari suatu pelabuhan asing, hanya melintasi laut teritorial
tanpa memasuki perairan pedalaman.
Pasal
28
Yurisdiksi perdata bertalian dengan kapal asing
Yurisdiksi perdata bertalian dengan kapal asing
1. Negara pantai
seharusnya tidak menghentikan atau merobah haluan kapal asing yang melintasi
laut teritorialnya untuk tujuan melaksanakan yurisdiksi perdata bertalian
dengan seseorang yang berada di atas kapal itu.
2. Negara pantai tidak
dapat melaksanakan eksekusi terhadap atau menahan kapal untuk keperluan proses
perdata apapun, kecuali hanya apabila berkenaan dengan kewajiban atau tanggung
jawab ganti rugi yang diterima atau yang dipikul oleh kapal itu sendiri dalam
melakukan atau untuk maksud perjalannya melalui perairan Negara pantai.
3. Ayat 2 tidak mengurangi
hak Negara pantai untuk melaksanakan eksekusi atau penangkapan sesuai dengan
undangundangnya dengan tujuan atau guna keperluan proses perdata terhadap suatu
kapal asing yang berada di laut teritorial atau melintasi laut teritorial
setelah meninggalkan perairan pedalaman.
SUB
BAGIAN C.
PERATURAN YANG BERLAKU BAGI KAPAL PERANG DAN
KAPAL PEMERINTAH LAINNYA YANG DIOPERASIKAN UNTUK TUJUAN NON-KOMERSIAL
Pasal 29
Batasan kapal perang
PERATURAN YANG BERLAKU BAGI KAPAL PERANG DAN
KAPAL PEMERINTAH LAINNYA YANG DIOPERASIKAN UNTUK TUJUAN NON-KOMERSIAL
Pasal 29
Batasan kapal perang
Untuk maksud
Konvensi ini “kapal perang” berarti suatu kapal yang dimiliki oleh angkatan
bersenjata suatu Negara yang memakai tanda luar yang menunjukkan ciri khusus
kebangsaan kapal tersebut, di bawah komando seorang perwira yang diangkat untuk
itu oleh Pemerintah Negaranya dan yang namanya terdapat di dalam daftar dinas
militer yang tepat atau daftar serupa, dan yang diawaki oleh awak kapal yang
tunduk pada disiplin angkatan bersenjata reguler.
Pasal 30
Tidak ditaatinya peraturan perundang-undangan
Negara pantai oleh kapal perang
asing Apabila sesuatu kapal perang tidak mentaati peraturan perundang-undangan
yang dikeluarkan oleh Negara pantai mengenai lintas melalui laut teritorial dan
tidak mengindahkan permintaan untuk mentaati peraturan perundang-undangan
tersebut yang disampaikan kepadanya, maka Negara pantai dapat menuntut kapal
perang itu segera meninggalkan laut teritorialnya.
Pasal
31
Tanggung jawab Negara bendera untuk kerugian yang
disebabkan oleh kapal perang atau kapal pemerintah
lainnya yang dioperasikan untuk tujuan non-komersial
Tanggung jawab Negara bendera untuk kerugian yang
disebabkan oleh kapal perang atau kapal pemerintah
lainnya yang dioperasikan untuk tujuan non-komersial
Negara bendera memikul tanggung
jawab internasional untuk setiap kerugian atau kerusakan yang diderita Negara
pantai sebagai akibat tidak ditaatinya oleh suatu kapal perang kapal pemerintah
lainnya yang dioperasikan untuk tujuan non-komersial peraturan
perundang-undangan Negara pantai mengenai lintas melalui laut teritorial atau
ketentuan Konvensi ini atau peraturan hukum internasional lainnya.
Pasal
32
Kekebalan kapal perang dan kapal pemerintah lainnya yang dioperasikan untuk tujuan non-komersial
Kekebalan kapal perang dan kapal pemerintah lainnya yang dioperasikan untuk tujuan non-komersial
Dengan pengecualian sebagaimana
tercantum dalam sub-bagian A dan dalam pasal 30 dan 31, tidak satupun ketentuan
dalam Konvensi ini mengurangi kekebalan kapal perang dan kapal pemerintah
lainnya yang dioperasikan untuk tujuan non-komersial.
BAGIAN
4.
ZONA TAMBAHAN
Pasal 33
Zona tambahan
ZONA TAMBAHAN
Pasal 33
Zona tambahan
1. Dalam suatu zona yang
berbatasan dengan laut teritorialnya, yang dinamakan zona tambahan, Negara
pantai dapat melaksanakan pengawasan yang diperlukan untuk :
(a) mencegah pelanggaran
peraturan perundang-undangan bea cukai, fiskal, imigrasi atau saniter di dalam
wilayah atau laut teritorialnya;
(b) menghukum pelanggaran
peraturan perundang-undangan tersebut di atas yang dilakukan di dalam wilayah
atau laut teritorialnya.
2. Zona tambahan tidak
dapat melebihi lebih 24 mil laut dari garis pangkal dari mana lebar laut
teritorial diukur.
BAGIAN
1.
KETENTUAN UMUM
Pasal 34
Status hukum perairan yang merupakan selat yang digunakan untuk pelayaran internasional
KETENTUAN UMUM
Pasal 34
Status hukum perairan yang merupakan selat yang digunakan untuk pelayaran internasional
1. Rezim lintas melalui
selat yang digunakan untuk pelayaran internasional yang ditetapkan dalam Bab
ini tidak boleh mempengaruhi dalam hal lain status hukum perairan yang
merupakan selat demikian atau pelaksanaan kedaulatan atau yurisdiksi Negara
yang berbatasan dengan selat tersebut atas perairan demikian dan ruang udara,
dasar laut serta tanah di bawahnya.
2. Kedaulatan atau
yurisdiksi Negara yang berbatasan dengan selat dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan Bab ini dan peraturan hukum internasional lainnya.
Pasal
35
Ruang lingkup Bab ini
Ruang lingkup Bab ini
Tidak ada suatu ketentuan apapun dalam Bab ini mempengaruhi :
(a) bagian perairan pedalaman
maupun yang terletak dalam suatu selat, kecuali dimana penetapan suatu garis
pangkal lurus sesuai dengan pasal 7 mengakibatkan tertutupnya sebagai perairan
pedalaman bagian-bagian yang sebelumnya tidak dianggap demikian;
(b) status hukum perairan di
luar laut teritorial Negara yang berbatasan dengan selat sebagai zona ekonomi
eksklusif atau laut lepas; atau
(c) rezim hukum dalam selat
dimana lintas diatur untuk keseluruhan atau untuk sebagian oleh
konvensi-konvensi internasional yang telah berlaku sejak lama khusus bagi selat
demikian.
Pasal
36
Rute laut lepas atau rute melalui zona ekonomi eksklusif melalui
selat-selat yang digunakan untuk pelayaran internasional
Rute laut lepas atau rute melalui zona ekonomi eksklusif melalui
selat-selat yang digunakan untuk pelayaran internasional
Bagian ini tidak berlaku bagi
suatu selat yang digunakan untuk pelayaran internasional apabila melalui selat
itu terdapat suatu rute laut lepas atau rute melalui suatu zona ekonomi
eksklusif yang sama fungsinya berkenaan dengan sifat-sifat navigasi dan
hidrografis; dalam rute demikian, Bab-bab lainnya yang relevan dalam Konvensi
ini, termasuk ketentuan mengenai kebebasan pelayaran dan penerbangan di
atasnya, berlaku.
BAGIAN
2.
LINTAS TRANSIT
Pasal 37
Ruang lingkup bagian ini
LINTAS TRANSIT
Pasal 37
Ruang lingkup bagian ini
Bagian ini berlaku bagi selat yang digunakan untuk pelayaran
internasional antara satu bagian laut lepas atau zona ekonomi eksklusif dan
bagian laut lepas atau suatu zona ekonomi eksklusif lainnya.
Pasal 38
Hak lintas transit
1. Dalam selat termasuk
pada pasal 37, semua kapal dan pesawat udara mempunyai hak lintas transit, yang
tidak boleh dihalangi; kecuali bahwa, apabila selat ini berada antara suatu
pulau dan daratan utama Negara yang berbatasan dengan selat, lintas transit
tidak berlaku apabila pada sisi ke arah laut pulau itu terdapat suatu rute
melalui laut lepas atau melalui suatu zona ekonomi eksklusif yang sama
fungsinya bertalian dengan sifat-sifat navigasi dan hidrografis.
2. Lintas transit berarti
pelaksanaan kebebasan pelayaran dan penerbangan berdasarkan Bab ini semata-mata
untuk tujuan transit yang terus menerus, langsung dan secepat mungkin antara
satu bagian laut lepas atau zona ekonomi eksklusif dan bagian laut lepas atau
zona ekonomi eksklusif lainnya. Namun demikian persyaratan transit secara terus
menerus, langsung dan secepat mungkin tidak menutup kemungkinan bagi lintas
melalui selat untuk maksud memasuki, meninggalkan atau kembali dari suatu
Negara yang berbatasan dengan selat itu, dengan tunduk pada syarat-syarat masuk
Negara itu.
3. Setiap kegiatan yang
bukan suatu pelaksanaan hak lintas transit melalui suatu selat tetap tunduk pada
ketentuanketentuan lain Konvensi ini.
Pasal
39
Kewajiban kapal dan pesawat udara sewaktu lintas transit
Kewajiban kapal dan pesawat udara sewaktu lintas transit
1. Kapal dan pesawat
udara, sewaktu melaksanakan hak lintas transit, harus :
(a) lewat dengan cepat
melalui atau di atas selat;
(b) menghindarkan diri dari
ancaman atau penggunaan kekerasan apapun terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah
atau kemerdekaan politik Negara yang berbatasan dengan selat, atau dengan cara
lain apapun yang melanggar asas-asas hukum internasional yang tercantum dalam
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
(c) menghindarkan diri dari
kegiatan apapun selain transit secara terus menerus langsung dan secepat
mungkin dalam cara normal kecuali diperlukan karena force majeure atau karena
kesulitan.
(d) memenuhi ketentuan lain
Bab ini yang relevan.
2. Kapal dalam lintas
transit harus :
(a) memenuhi peraturan hukum
internasional yang diterima secara umum, prosedur dan praktek tentang
keselamatan di laut termasuk Peraturan Internasional tentang Pencegahan
Tubrukan di Laut;
(b) memenuhi peraturan
internasional yang diterima secara umum, prosedur dan praktek tentang
pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran yang berasal dari kapal.
3. Pesawat udara dalam
lintas transit harus :
(a) mentaati Peraturan Udara
yang ditetapkan oleh Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International
Civil Aviation Organization) sepanjang berlaku bagi pesawat udara sipil;
pesawat udara pemeritah biasanya memenuhi tindakan keselamatan demikian dan
setiap waktu beroperasi dengan mengindahkan keselamatan penerbangan sebagimana
mestinya;
(b) setiap waktu memonitor
frekwensi radio yang ditunjuk oleh otorita pengawas lalu lintas udara yang
berwenang yang ditetapkan secara internasional atau oleh frekwensi radio
darurat internasional yang tepat;
Pasal
40
Kegiatan riset dan survey
Kegiatan riset dan survey
Sewaktu melakukan lalu lintas
transit, kapal asing termasuk kapal riset ilmiah kelautan dan kapal survey
hidrografi tidak dapat melakukan riset atau survey apapun tanpa ijin sebelumnya
dari Negara yang berbatasan dengan selat itu.
Pasal
41
Alur laut dan skema pemisah lalu lintas dalam selat yang digunakan untuk pelayaran internasional
Alur laut dan skema pemisah lalu lintas dalam selat yang digunakan untuk pelayaran internasional
1. Sesuai dengan ketentuan
Bab ini, Negara yang berbatasan dengan selat dapat menentukan alur laut dan
dapat menetapkan skema pemisah lalu lintas untuk pelayaran di selat apabila
diperlukan untuk meningkatkan lintasan yang aman bagi kapal.
2. Negara yang demikian,
apabila keadaan menghendakinya, dan setelah untuk itu memberikan pengumuman
sebagaimana mestinya, dapat menggantikan setiap alur-alur laut atau skema
pemisah lalu lintas yang telah ditentukan atau ditetapkan sebelumnya dengan
alur-alur laut skema pemisah lalu lintas yang lain.
3. Alur laut dan skema
pemisah lalu lintas demikian harus sesuai dengan peraturan internasional yang
telah diterima secara umum.
4. Sebelum menentukan atau
mengganti alur laut atau menetapkan atau mengganti skema pemisah lalu lintas,
Negara yang berbatasan dengan selat harus mengajukan usul kepada organisasi
internasional yang berwenang dengan maksud dapat menerimanya. Organisasi itu
hanya dapat menerima alur laut dan skema pemisah lalu lintas yangtelah
disepakati dengan Negara-negara yang berbatasan dengan selat, setelah mana
Negara-negara itu dapat menentukan, menetapkan atau menggantinya.
5. Bertalian dengan suatu
selat dimana sedang diusulkan alur laut atau skema pemisah lalu lintas melalui
perairan dua atau lebih Negara yang berbatasan dengan selat, Negara-negara yang
bersangkutan harus bekerjasama dalam merumuskan usul melalui konsultasi dengan
organisasi internasional yang berwenang.
6. Negara yang berbatasan
dengan selat harus secara jelas mencantumkan semua alur laut dan skema pemisah
lalu lintas yang ditentukan atau ditetapkannya pada peta yang diumumkan
sebagaimana mestinya.
7. Kapal dalam lintas transit
harus menghormati alur laut dan skema pemisah lalu lintas yang berlaku dan yang
ditetapkan sesuai dengan ketentuan pasal ini.
Pasal
42
Peraturan perundang-undangan Negara yang berbatasan dengan selat yang bertalian dengan lintas transit
Peraturan perundang-undangan Negara yang berbatasan dengan selat yang bertalian dengan lintas transit
1. Dengan tunduk pada
ketentuan bagian ini, Negara yang berbatasan dengan selat dapat membuat
peraturan perundangundangan yang bertalian dengan lintas transit melalui selat,
mengenai semua atau setiap hal berikut :
(a) keselamatan pelayaran
dan pengaturan lalu lintas di laut sebagaimana ditentukan dalam pasal 41;
(b) pencegahan, pengurangan,
dan pengendalian pencemaran dengan melaksanakan peraturan internasional yang
berlaku, tentang pembuangan minyak, limbah berminyak dan bahan berancun lainnya
di selat;
(c) bertalian dengan kapal
penangkap ikan, pencegahan penangkapan ikan, termasuk cara penyimpanan alat
penangkap ikan;
(d) menaikkan ke atas kapal
atau menurunkan dari kapal setiap komoditi, mata uang atau orang bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan bea cukai, fiskal, imigrasi atau saniter
Negara yang berbatasan dengan selat.
2. Peraturan
perundang-undangan demikian tidak boleh mengadakan diskriminasi formil atau
diskriminasi nyata di antara kapal asing atau di dalam pelaksanaannya yang
membawa akibat praktis menolak, menghambat atau mengurangi hak lintas transit
sebagaimana ditentukan dalam bagian ini.
3. Negara-negara yang
berbatasan dengan selat harus mengumumkan sebagaimana mestinya semua peraturan
perundangundangan tersebut.
4. Kapal asing yang melaksanakan
hak lintas transit harus memenuhi peraturan perundang-undangan demikian.
5. Negara bendera suatu
kapal atau Negara dimana terdaftar suatu pesawat udara yang berhak atas
kekebalan, yang bertindak secara bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
tersebut atau ketentuan lain Bab ini, harus memikul tanggung jawab
internasional untuk setiap kerugian atau kerusakan yang diderita oleh Negara
yang berbatasan dengan selat.
Pasal 43
Sarana bantu navigasi dan keselamatan serta pengembangan lainnya
dan pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran
Negara pemakai dan Negara yang
berbatasan dengan selat hendaknya bekerjasama melalui persetujuan untuk :
(a) pengadaan dan
pemeliharaan di selat sarana bantu navigasi dan keselamatan yang diperlukan
atau pengembangan sarana bantu pelayaran internasional; dan
(b) untuk pencegahan,
pengurangan dan pengendalian pencemaran dari kapal.
Pasal
44
Kewajiban Negara yang berbatasan dengan selat
Kewajiban Negara yang berbatasan dengan selat
Negara yang berbatasan dengan
selat tidak boleh menghambat lintas transit dan harus mengumumkan dengan tepat
setiap adanya bahaya bagi pelayaran atau penerbangan lintas di dalam atau di
atas selat yang diketahuinya. Tidak boleh ada Penangguhan lintas transit.
Bagian 3. LINTAS
DAMAI (INNOCENT PASSAGE)
Pasal 45
Lintas damai
1. Rezim lintas damai
menurut ketentuan Bab II bagian 3, harus berlaku dalam selat yang digunakan
untuk pelayaran internasional :
(a) yang menurut ketentuan
pasal 38 ayat 1, dikecualikan dari pelaksanaan rezim lintas transit; atau
(b) antar bagian laut lepas
atau suatu zona ekonomi eksklusif dan laut teritorial suatu Negara asing.
2. Tidak boleh ada
penangguhan lintas damai melalui selat demikian.
BAB IV
NEGARA-NEGARA KEPULAUAN (ARCHIPELAGIC
STATES)
Pasal 46
Penggunaan istilah
Penggunaan istilah
Untuk maksud Konvensi ini:
(a) “Negara kepulauan”
berarti suatu Negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan
dapat mencakup pulau-pulau lain;
(b) “kepulauan” berarti
suatu gugusan pulau, termasuk bagian pulau, perairan di antaranya dan lain-lain
wujud alamiah yang hubungannya satu sama lainnya demikian eratnya sehingga
pulau-pulau, perairan dan wujud alamiah lainnya itu merupakan suatu kesatuan
geografi, ekonomi dan politik yang hakiki, atau yang secara historis dianggap
sebagai demikian.
Pasal 47
Garis pangkal kepulauan (archipelagic
baselines)
1. Suatu Negara kepulauan
dapat menarik garis pangkal lurus kepulauan yang menghubungkan titik-titik
terluar pulaupulau dan karang kering terluar kepulauan itu, dengan ketentuan
bahwa didalam garis pangkal demikian termasuk pulau-pulau utama dan suatu
daerah dimana perbandingan antara daerah perairan dan daerah daratan, termasuk
atol, adalah antara satu berbanding satu dan sembilan berbanding satu.
2. Panjang garis pangkal
demikian tidak boleh melebihi 100 mil laut, kecuali bahwa hingga 3% dari jumlah
seluruh garis pangkal yang mengelilingi setiap kepulauan dapat melebihi
kepanjangan tersebut, hingga pada suatu kepanjangan maksimum 125 mil laut.
3. Penarikan garis pangkal
demikian tidak boleh menyimpang terlalu jauh dari konfirgurasi umum kepulauan
tersebut.
4. Garis pangkal demikian
tidak boleh ditarik ke dan dari elevasi surut, kecuali apabila di atasnya telah
dibangun mercu suar atau instalasi serupa yang secara permanen berada di atas
permukaan laut atau apabila elevasi surut tersebut terletak seluruhnya atau
sebagian pada suatu jarak yang tidak melebihi lebar laut teritorial dari pulau
yang terdekat.
5. Sistem garis pangkal
demikian tidak boleh diterapkan oleh suatu Negara kepulauan dengan cara yang
demikian rupa sehingga memotong laut teritorial Negara lain dari laut lepas
atau zona ekonomi eksklusif.
6. Apabila suatu bagian
perairan kepulauan suatu Negara kepulauan terletak di antara dua bagian suatu
Negara tetangga yang langsung berdampingan, hak-hak yang ada dan
kepentingan-kepentigan sah lainnya yang dilaksanakan secara tradisional oleh
Negara tersebut terakhir di perairan demikian, serta segala hak yang ditetapkan
dalam perjanjian antara Negara-negara tersebut akan tetap berlaku dan harus
dihormati.
7. Untuk maksud menghitung
perbandingan perairan dengan daratan berdasarkan ketentuan ayat 1, daerah
daratan dapat mencakup di dalamnya perairan yang terletak di dalam tebaran
karang, pulau-pulau dan atol, termasuk bagian plateau oceanik yang bertebing
curam yang tertutup atau hampir tertutup oleh serangkaian pulau batu gamping
dan karang kering di atas permukaan laut yang terletak di sekeliling plateau
tersebut.
8. Garis pangkal yang
ditarik sesuai dengan ketentuan pasal ini, harus dicantumkan pada peta dengan
skala atau skala-skala yang memadai untuk menegaskan posisinya. Sebagai
gantinya, dapat dibuat daftar koordinat geografis titik-titik yang secara jelas
memerinci datum geodetik.
9. Negara kepulauan harus
mengumumkan sebagaimana mestinya peta atau daftar koordinat geografis demikian
dan harus mendepositkan satu salinan setiap peta atau daftar demikian pada
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pasal
48
Pengukuran lebar laut teritorial, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen
Pengukuran lebar laut teritorial, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen
Lebar laut teritorial, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif
dan landas kontinen harus diukur dari garis pangkal kepulauan yang ditarik
sesuai dengan ketentuan pasal 47.
Pasal
49
Status hukum perairan kepulauan, ruang udara di atas perairan
kepulauan dan dasar laut serta tanah di bawahnya
Status hukum perairan kepulauan, ruang udara di atas perairan
kepulauan dan dasar laut serta tanah di bawahnya
1. Kedaulatan suatu Negara
kepulauan meliputi perairan yang ditutup oleh garis pangkal kepulauan, yang
ditarik sesuai dengan ketentuan pasal 47, disebut sebagai perairan kepulauan,
tanpa memperhatikan kedalaman atau jaraknya dari pantai.
2. Kedaulatan ini meliputi
ruang udara di atas perairan kepulauan, juga dasar laut dan tanah di bawahnya,
dan sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya.
3. Kedaulatan ini
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Bab ini.
4. Rezim lintas alur laut
kepulauan yang ditetapkan dalam Bab ini bagaimanapun juga tidak boleh di bidang
lain mempengaruhi status perairan kepulauan, termasuk alur laut, atau
pelaksanaan kedaulatan oleh Negara kepulauan atas perairan demikian dan ruang
udara, dasar laut dan tanah di bawahnya, serta sumber kekayaan yang terkandung
di dalamnya.
Pasal
50
Penetapan batas perairan pedalaman
Penetapan batas perairan pedalaman
Di dalam perairan kepulauannya, Negara kepulauan dapat
menarik garis-garis penutup untuk keperluan penetapan batas perairan pedalaman,
sesuai dengan ketentuan pasal 9, 10 dan 11.
Pasal
51
Perjanjian yang berlaku, hak perikanan tradisional dan kabel laut yang ada
Perjanjian yang berlaku, hak perikanan tradisional dan kabel laut yang ada
1. Tanpa mengurangi arti
ketentuan pasal 49, Negara kepulauan harus menghormati perjanjian yang ada dengan
Negara lain dan harus mengakui hak perikanan tradisional dan kegiatan lain yang
sah Negara tetangga yang langsung berdampingan dalam daerah tertentu yang
berada dalam perairan kepulauan. Syarat dan ketentuan bagi pelaksanaan hak dan
kegiatan demikian termasuk sifatnya, ruang lingkup dan daerah dimana hak akan
kegiatan demikian, berlaku, atas permintaan salah satu Negara yang bersangkutan
harus diatur dengan perjanjian bilateral antara mereka. Hak demikian tidak
boleh dialihkan atau dibagi dengan Negara ketiga atau warga negaranya.
2. Suatu Negara kepulauan harus menghormati
kabel laut yang ada yang dipasang oleh Negara lain dan yang melalui perairannya
tanpa melalui darat. Suatu Negara kepulauan harus mengijinkan pemeliharaan dan
penggantian kabel demikian setelah diterimanya pemberitahuan yang semestinya
mengenai letak dan maksud untuk memperbaiki atau menggantinya.
Pasal 52
Hak lintas damai (right of innocent passage)
Hak lintas damai (right of innocent passage)
1. Dengan tunduk pada
ketentuan pasal 53 dan tanpa mengurangi arti ketentuan pasal 50, kapal semua
Negara menikmati hak lintas damai melalui perairan kepulauan sesuai dengan
ketentuan dalam Bab II, bagian 3.
2. Negara Kepulauan dapat,
tanpa mengadakan diskriminasi formal maupun diskriminasi nyata diantara kapal
asing, menangguhkan sementara lintas damai kapal asing di daerah tertentu
perairan kepulauannya, apabila penangguhan demikian sangat perlu untuk
melindungi keamanannya. Penangguhan demikian akan berlaku hanya setelah
diumumkan sebagaimana mestinya.
Pasal 53
Hak lintas alur laut kepulauan (right of archipelagic sea lanes passage)
Hak lintas alur laut kepulauan (right of archipelagic sea lanes passage)
1. Suatu Negara Kepulauan
dapat menentukan alur laut dan rute penerbangan di atasnya, yang cocok
digunakan untuk lintas kapal dan pesawat udara asing yang terus menerus dan
langsung serta secepat mungkin melalui atau di atas perairan kepulauannya dan
laut teritorial yang berdampingan dengannya.
2. Semua kapal dan pesawat
udara menikmati hak lintas alur laut kepulauan dalam alur laut dan rute
penerbangan demikian.
3. Lintas alur laut
kepulauan berarti pelaksanaan hak pelayaran dan penerbangan sesuai dengan
ketentuan-ketentuan Konvensi ini dalam cara normal semata-mata untuk melakukan
transit yang terus menerus, langsung dan secepat mungkin serta tidak terhalang
antara satu bagian laut lepas atau zona ekonomi eksklusif dan bagian laut lepas
atau zona ekonomi eksklusif lainnya.
4. Alur laut dan rute
udara demikian harus melintasi perairan kepulauan dan laut teritorial yang
berdampingan dan mencakup semua rute lintas normal yang digunakan sebagai rute
atau alur untuk pelayaran internasional atau penerbangan melalui atau melintasi
perairan kepulauan dan di dalam rute demikian, sepanjang mengenai kapal, semua
alur navigasi normal dengan ketentuan bahwa duplikasi rute yang sama
kemudahannya melalui tempat masuk dan keluar yang sama tidak perlu.
5. Alur laut dan rute
penerbangan demikian harus ditentukan dengan suatu rangkaian garis sumbu yang
bersambungan mulai dari tempat masuk rute lintas hingga tempat ke luar. Kapal
dan pesawat udara yang melakukan lintas melalui alur laut kepulauan tidak boleh
menyimpang lebih dari pada 25 mil laut ke dua sisi garis sumbu demikian, dengan
ketentuan bahwa kapal dan pesawat udara tersebut tidak boleh berlayar atau
terbang dekat ke pantai kurang dari 10% jarak antara titik-titik yang terdekat
pada pulau-pulau yang berbatasan dengan alur laut tersebut.
6. Suatu Negara kepulauan
yang menentukan alur laut menurut ketentuan pasal ini dapat juga menetapkan
skema pemisah lalu lintas untuk keperluan lintas kapal yang aman melalui
terusan sempit dalam alur laut demikian.
7. Suatu Negara kepulauan,
apabila keadaan menghendaki, setelah untuk itu mengadakan pengumuman
sebagaimana mestinya, dapat mengganti alur laut atau skema pemisah lalu lintas
yang telah ditentukan atau ditetapkannya sebelumnya dengan alur laut atau skema
pemisah lalu lintas lain.
8. Alur laut dan skema
pemisah lalu lintas demikian harus sesuai dengan peraturan internasional yang
diterima secara umum.
9. Dalam menentukan atau
mengganti alur laut atau menetapkan atau mengganti skema pemisah lalu lintas,
suatu Negara kepulauan harus mengajukan usul-usul kepada organisasi
internasional berwenang dengan maksud untuk dapat diterima. Organisasi tersebut
hanya dapat menerima alur laut dan skema pemisah lalu lintas yang demikian
sebagaimana disetujui bersama dengan Negara kepulauan, setelah mana Negara
kepulauan dapat menentukan, menetapkan atau menggantinya.
10. Negara kepulauan harus
dengan jelas menunjukkan sumbu-sumbu alur laut dan skema pemisah lalu lintas
yang ditentukan atau ditetapkannya pada peta-peta yang harus diumumkan
sebagaimana mestinya.
11. Kapal yang melakukan
lintas alur laut kepulauan harus mematuhi alur laut dan skema pemisah lalu
lintas yang berlaku yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan pasal ini.
12. Apabila suatu Negara
kepulauan tidak menentukan alur laut atau rute penerbangan, maka hak lintas
alur laut kepulauan dapat dilaksanakan melalui rute yang biasanya digunakan
untuk pelayaran internasional.
Pasal 54
Kewajiban
kapal dan pesawat udara selama melakukan lintas, kegiatan riset
dan survey, Kewajiban Negara kepulauan dan peraturan perundang-undangan
Negara kepulauan bertalian dengan lintas alur laut kepulauan
dan survey, Kewajiban Negara kepulauan dan peraturan perundang-undangan
Negara kepulauan bertalian dengan lintas alur laut kepulauan
Pasal-pasal 39, 40, 42 dan 44 berlaku mutatis mutandis bagi
lintas alur laut kepulauan.
BAB V
ZONA EKONOMI EKSKLUSIF
Pasal 55
Rezim hukum khusus zona
ekonomi eksklusif
Zona ekonomi eksklusif adalah
suatu daerah di luar dan berdampingan dengan laut teritorial, yang tunduk pada
rejim hukum khusus yang ditetapkan dalam Bab ini berdasarkan mana hak-hak dan
yurisdiksi Negara pantai dan hak-hak serta kebebasan-kebebasan Negara lain,
diatur oleh ketentuan-ketentuan yang relevan Konvensi ini.
Pasal
56
Hak-hak, yurisdiksi dan kewajiban Negara pantai dalam zona ekonomi eksklusif
Hak-hak, yurisdiksi dan kewajiban Negara pantai dalam zona ekonomi eksklusif
1. Dalam zona ekonomi
eksklusif, Negara pantai mempunyai :
(a) Hak-hak berdaulat untuk
keperluan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber
kekayaan alam, baik hayati maupun non-hayati, dari perairan di atas dasar laut
dan dari dasar laut dan tanah di bawahnya dan berkenaan dengan kegiatan lain
untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi ekonomi zona tersebut, seperti
produksi energi dari air, arus dan angin;
(b) Yurisdiksi sebagaimana
ditentukan dalam ketentuan yang relevan Konvensi ini berkenaan dengan :
(i) pembuatan dan pemakaian
pulau buatan, instalasi dan bangunan;
(ii) riset ilmiah kelautan;
(iii) perlindungan dan
pelestarian lingkungan laut;
(c) Hak dan kewajiban lain
sebagaimana ditentukan dalam Konvensi ini.
2. Di dalam melaksanakan
hak-hak dan memenuhi kewajibannya berdasarkan Konvensi ini dalam zona ekonomi
eksklusif, Negara Pantai harus memperhatikan sebagaimana mestinya hak-hak dan
kewajiban Negara lain dan harus bertindak dengan suatu cara sesuai dengan
ketentuan Konvensi ini.
3. Hak-hak yang tercantum
dalam pasal ini berkenaan dengan dasar laut dan tanah di bawahnya harus
dilaksanakan sesuai dengan Bab VI.
Pasal
57
Lebar zona ekonomi eksklusif
Lebar zona ekonomi eksklusif
Zona ekonomi eksklusif tidak boleh melebihi 200 mil laut
dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur.
Pasal
58
Hak-hak dan kewajiban Negara lain di zona ekonomi eksklusif
Hak-hak dan kewajiban Negara lain di zona ekonomi eksklusif
1. Di zona ekonomi
eksklusif, semua Negara, baik Negara berpantai atau tak berpantai, menikmati,
dengan tunduk pada ketentuan yang relevan Konvensi ini, kebebasan kebebasan
pelayaran dan penerbangan, serta kebebasan meletakkan kabel dan pipa bawah laut
yang disebut dalam pasal 87 dan penggunaan laut lain yang sah menurut hukum
internasional yang bertalian dengan kebebasan-kebebasan ini, seperti penggunaan
laut yang berkaitan dengan pengoperasian kapal, pesawat udara, dan kabel serta
pipa di bawah laut, dan sejalan dengan ketentuan-ketentuan lain Konvensi ini.
2. Pasal 88 sampai 115 dan
ketentuan hukum internasional lain yang berlaku diterapkan bagi zona ekonomi
eksklusif sepanjang tidak bertentangan dengan Bab ini.
3. Dalam melaksanakan
hak-hak memenuhi kewajibannya berdasarkan Konvensi ini di zona ekonomi
eksklusif, Negaranegara harus memperhatikan sebagaimana mestinya hak-hak dan
kewajiban Negara pantai dan harus mentaati peraturan perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Negara pantai sesuai dengan ketentuan Konvensi ini dan
peraturan hukum internsional lainnya sepanjang ketentuan tersebut tidak
bertentangan dengan ketentuan Bab ini.
Pasal
59
Dasar untuk penyelesaian sengketa mengenai pemberian
hak-hak dan yurisdiksi di zona ekonomi eksklusif
Dasar untuk penyelesaian sengketa mengenai pemberian
hak-hak dan yurisdiksi di zona ekonomi eksklusif
Dalam hal dimana Konvensi ini
tidak memberikan hak-hak atau yurisdiksi kepada Negara pantai atau kepada
Negara lain di zona ekonomi eksklusif, dan timbul sengketa antara
kepentinganan-kepentingan Negara pantai dan Negara lain atau Negara-negara lain
manapun, maka sengketa itu harus diselesaikan berdasarkan keadilan dan dengan
pertimbangan segala keadaan yang relevan, dengan memperhatikan masing-masing
keutamaan kepentingan yang terlibat bagi para pihak maupun bagi masyarakat
internasional secara keseluruhan.
Pasal
60
Pulau buatan, instalasi dan bangunan-bangunan di zona ekonomi eksklusif
Pulau buatan, instalasi dan bangunan-bangunan di zona ekonomi eksklusif
1. Di zona ekonomi
eksklusif, Negara pantai mempunyai hak eksklusif untuk membangun dan untuk
menguasakan dan mengatur pembangunan operasi dan penggunaan :
(a) pulau buatan;
(b) instalasi dan bangunan
untuk keperluan sebagaimana ditentukan dalam pasal 56 dan tujuan ekonomi
lainnya;
(c) instalasi dan bangunan
yang dapat mengganggu pelaksanaan hak-hak Negara pantai dalam zona tersebut.
2. Negara pantai mempunyai
yurisdiksi eksklusif atas pulau buatan, instalasi dan bangunan demikian,
termasuk yurisdiksi yang bertalian dengan peraturan perundang-undangan bea
cukai, fiskal, kesehatan, keselamatan dan imigrasi.
3. Pemberitahuan
sebagaimana mestinya harus diberikan mengenai pembangunan pulau buatan,
instalasi atau bangunan demikian dan sarana tetap guna pemberitahuan adanya
instalasi atau bangunan demikian harus dipelihara. Setiap instalasi atau
bangunan yang ditinggalkan atau tidak terpakai harus dibongkar untuk menjamin
keselamatan pelayaran, dengan memperhatikan setiap standar internasional yang
diterima secara umum yang ditetapkan dalam hal ini oleh organisasi
internasional yang berwenang. Pembongkaran demikian harus memperhatikan dengan
semestinya penangkapan ikan, perlindungan lingkungan laut, dan hak-hak serta
kewajiban Negara lain. Pengumuman yang tepat harus diberikan mengenai
kedalaman, posisi dan dimensi setiap instalasi atau bangunan yang tidak
dibongkar secara keseluruhan.
4. Negara pantai, apabila
diperlukan, dapat menetapkan zona keselamatan yang pantas di sekeliling pulau
buatan, instalasi dan bangunan demikian dimana Negara pantai dapat mengambil
tindakan yang tepat untuk menjamin baik keselamatan pelayaran maupun
keselamatan pulau buatan, instalasi dan bangunan tersebut.
5. Lebar zona keselamatan
harus ditentukan oleh Negara pantai dengan memperhatikan standar-standar
internasional yang berlaku. Zona keselamatan demikian harus dibangun untuk
menjamin bahwa zona keselamatan tersebut sesuai dengan sifat dan fungsi pulau
buatan, instalasi dan bangunan tersebut dan tidak boleh melebihi jarak 500
meter sekeliling bangunan tersebut, diukur dari setiap titik terluar, kecuali apabila
diijinkan oleh standar internasional yang diterima secara umum atau di
rekomendasikan oleh organisasi internasional yang berwenang. Pemberitahuan yang
semestinya harus diberikan tentang luas zona keselamatan tersebut.
6. Semua kapal harus
menghormati zona keselamatan ini dan harus memenuhi standar internasional yang
diterima secara umum yang bertalian dengan pelayaran di sekitar pulau buatan,
instalasi, bangunan dan zona keselamatan.
7. Pulau buatan, instalasi
dan bangunan-bangunan serta zona keselamatan di sekelilingnya tidak boleh
diadakan sehingga dapat mengakibatkan gangguan terhadap penggunaan alur laut
yang diakui yang penting bagi pelayaran internasional.
8. Pulau buatan, instalasi
dan bangunan tidak mempunyai status pulau. Pulau buatan, instalasi dan bangunan
tidak mempunyai laut teritorialnya sendiri, dan kehadirannya tidak mempengaruhi
penetapan batas laut teritorial, zona ekonomi eksklusif atau landas kontinen.
Pasal
61
Konservasi sumber kekayaan hayati
Konservasi sumber kekayaan hayati
1. Negara pantai harus
menentukan jumlah tangkapan sumber kekayaan hayati yang dapat diperbolehkan
dalam zona ekonomi eksklusifnya.
2. Negara pantai, dengan
memperhatikan bukti ilmiah terbaik yang tersedia baginya harus menjamin dengan
mengadakan tindakan konservasi dan pengelolaan yang tepat sehingga pemeliharaan
sumber kekayaan hayati di zona ekonomi eksklusif tidak dibahayakan oleh
eksploitasi yang berlebihan. Di mana Negara pantai dan organisasi internasional
berwenang, baik sub-regional, regional maupun global, harus bekerja sama untuk
tujuan ini.
3. Tindakan demikian juga
bertujuan untuk memelihara atau memulihkan populasi jenis yang dapat
dimanfaatkan pada tingkat yang dapat menjamin hasil maksimum yang lestari,
sebagaimana ditentukan oleh faktor ekonomi dan lingkungan yang relevan,
termasuk kebutuhan ekonomi masyarakat nelayan daerah pantai dan kebutuhan
khusus Negara berkembang, dan dengan memperhatikan pola penangkapan ikan,
saling ketergantungan persediaan jenis ikan dan standar minimum internasional
yang diajukan secara umum, baik di tingkat sub-regional, regional maupun
global.
4. Dalam mengambil
tindakan demikian, Negara pantai harus memperhatikan akibat terhadap
jenis-jenis yang berhubungan atau tergantung pada jenis yang dimanfaatkan
dengan tujuan untuk memelihara atau memulihkan populasi jenis yang berhubungan
atau tergantung demikian di atas tingkat dimana reproduksinya dapat sangat
terancam.
5. Keterangan ilmiah yang
tersedia, statistik penangkapan dan usaha perikanan, serta data lainnya yang
relevan dengan konservasi persediaan jenis ikan harus disumbangkan dan
dipertukarkan secara teratur melalui organisasi internasional yang berwenang
baik sub-regional, regional maupun global di mana perlu dan dengan peran serta
semua Negara yang berkepentingan, termasuk Negara yang warganegaranya
diperbolehkan menangkap ikan di zona ekonomi eksklusif.
Pasal
62
Pemanfaatan sumber kekayaan hayati
Pemanfaatan sumber kekayaan hayati
1. Negara pantai harus
menggalakkan tujuan pemanfatan yang optimal sumber kekayaan hayati di zona
ekonomi eksklusif tanpa mengurangi arti ketentuan Pasal 61.
2. Negara pantai harus
menetapkan kemampuannya untuk memanfaatkan sumber kekayaan hayati zona ekonomi
eksklusif. Dalam hal Negara pantai tidak memiliki kemampuan untuk memanfaatkan
seluruh jumlah tangkapan yang dapat dibolehkan, maka Negara pantai tersebut
melalui perjanjian atau pengaturan lainnya dan sesuai dengan ketentuan,
persyaratan dan peraturan perundang-undangan tersebut pada ayat 4, memberikan
kesempatan pada Negara lain untuk memanfaatkan jumlah tangkapan yang dapat
diperbolehkan yang masih tersisa dengan memperhatikan secara khusus ketentuan
pasal 69 dan 70, khususnya yang bertalian dengan Negara berkembang yang disebut
di dalamnya.
3. Dalam memberikan
kesempatan memanfaatkan kepada negara lain memasuki zona ekonomi eksklusifnya
berdasarkan ketentuan Pasal ini, Negara pantai harus memperhitungkan semua
faktor yang relevan, termasuk inter alia pentingnya sumber kekayaan
hayati di daerah itu bagi perekonomian Negara pantai yang bersangkutan dan
kepentingan nasionalnya yang lain, ketentuan pasal 69 dan 70, kebutuhan Negara
berkembang di sub-region atau region itu dalam memanfaatkan sebagian dari
surplus dan kebutuhan untuk mengurangi dislokasi ekonomi di negara yang
warganegaranya sudah biasa menangkap ikan di zona tersebut atau telah
sungguh-sungguh melakukan usaha riset dan identifikasi persediaan jenis ikan.
4. Warganegara Negara lain
yang menangkap ikan di zona ekonomi eksklusif harus mematuhi tindakan
konservasi, ketentuan dan persyaratan lainnya yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan Negara pantai. Peraturan perundang-undangan ini harus sesuai
dengan ketentuan konvensi ini dan dapat meliputi, antara lain hal-hal
berikut :
(a) pemberian ijin kepada
nelayan, kapal penangkap ikan dan peralatannya, termasuk pembayaran bea dan
pungutan bentuk lain, yang dalam hal Negara pantai yang berkembang, dapat
berupa kompensasi yang layak di bidang pembiayaan, peralatan dan teknologi yang
bertalian dengan industri perikanan;
(b) penetapan jenis ikan
yang boleh ditangkap, dan menentukan kwota-kwota penangkapan, baik yang
bertalian dengan persediaan jenis ikan atau kelompok persediaan jenis ikan
suatu jangka waktu tertentu atau jumlah yang dapat ditangkap oleh warganegara
suatu Negara selama jangka waktu tertentu;
(c) pengaturan musim dan
daerah penangkapan, macam ukuran dan jumlah alat penangkapan ikan, serta macam,
ukuran dan jumlah kapal penangkap ikan yang boleh digunakan;
(d) penentuan umum dan
ukuran ikan dan jenis lain yagn boleh ditangkap;
(e) perincian keterangan
yang diperlukan dari kapal penangkap ikan, termasuk statistik penangkapan dan
usaha penangkapan serta laporan tentang posisi kapal;
(f) persyaratan, di bawah
penguasaan dan pengawasan Negara pantai, dilakukannya program riset perikanan
yang tertentu dan pengaturan pelaksanaan riset demikian, termasuk pengambilan
contoh tangkapan, disposisi contoh tersebut dan pelaporan data ilmiah yang
berhubungan;
(g) penempatan peninjau atau
trainee diatas kapal tersebut oleh Negara pantai;
(h) penurunan seluruh atau
sebagian hasil tangkapan oleh kapal tersebut di pelabuhan Negara pantai;
(i) ketentuan dan
persyaratan bertalian dengan usaha patungan atau pengaturan kerjasama lainnya;
(j) persyaratan untuk
latihan pesonil dan pengalihan teknologi perikanan, termasuk peningkatan
kemampuan Negara pantai untuk melakukan riset perikanan;
(k) prosedur penegakan.
5. Negara pantai harus
mengadakan pemberitahuan sebagaimana mestinya mengenai peraturan konservasi dan
pengelolaan.
Pasal
63
Persediaan jenis ikan yang terdapat di zona ekonomi eksklusif dua Negara
pantai atau lebih atau baik di dalam zona ekonomi eksklusif maupun
di dalam suatu daerah di luar serta berdekatan dengannya
Persediaan jenis ikan yang terdapat di zona ekonomi eksklusif dua Negara
pantai atau lebih atau baik di dalam zona ekonomi eksklusif maupun
di dalam suatu daerah di luar serta berdekatan dengannya
1. Dimana persediaan jenis
ikan yang sama atau persediaan jenis ikan yang termasuk dalam jenis yang sama
terdapat dalam zona ekonomi eksklusif dua Negara pantai atau lebih, maka
Negara-negara ini harus secara langsung melalui organisasi sub-regional atau
regional yang bersangkutan berusaha mencapai kesepakatan mengenai tindakan yang
diperlukan untuk mengkoordinasikan dan menjamin konservasi dan pengembangan
persediaan jenis ikan demikian tanpa mengurangi arti ketentuan lain Bab ini.
2. Dimana persediaan ikan
yang sama atau persediaan jenis ikan yang termasuk dalam jenis yang sama yang
terdapat baik dalam zona ekonomi eksklusif maupun di luar daerah dan yang
berbatasan dengan zona tersebut, maka Negara pantai dan Negara yang menangkap
persediaan jenis ikan demikian di daerah yang berdekatan harus berusaha baik
secaralangsung atau melalui organisasi sub-regional atau regional yang
bersangkutan untuk mencapai kesepakatan mengenai tindakan yang diperlukan untuk
konservasi persediaan jenis ikan di daerah yang berdekatan tersebut.
Pasal 64
Jenis bermigrasi jauh (highly migratory species)
Jenis bermigrasi jauh (highly migratory species)
1. Negara pantai dan
Negara lain yang warganegaranya melakukan penangkapan ikan di kawasan untuk
jenis ikan yang bermigrasi jauh sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, harus
bekerja sama secara langsung atau melalui organisasi internasional yang
bersangkutan dengan tujuan untuk menjamin konservasi dan meningkatkan tujuan
pemanfaatan optimal jenis ikan yang demikian di seluruh kawasan, baik didalam
maupun di luar zona ekonomi eksklusif. Di Kawasan dimana tidak terdapat
organisasi internasional yang bersangkutan Negara pantai dan Negara lain yang
warganegaranya memanfaatkan jenis ikan demikian di kawasan tersebut harus
bekerjasama untuk membentuk organisasi demikian dan berperan serta dalam
kegiatannya.
2. Ketentuan ayat 1
berlaku disamping ketentuan lain Bab ini.
Pasal
65
Mamalia Laut
Mamalia Laut
Tidak ada satu ketentuan pun
dalam Bab ini yang membatasi hak Negara pantai atau kewenangan suatu organisasi
internasional, sebagaimana layaknya, untuk melarang, membatasi atau mengatur
eksploitasi mamalia laut secara lebih ketat dari pada yang diatur dalam Bab
ini. Negara-negara harus bekerja sama dengan tujuan untuk konservasi mamalia
laut dan dalam hal cataceans harus bekerja khususnya melalui organisasi
internasional yang bersangkutan untuk konservasi, pengelolaan dan penelitian.
Pasal
66
Persediaan jenis ikan anadrom
Persediaan jenis ikan anadrom
1. Negara dimana sungainya
merupakan tempat asal persediaan jenis ikan anadrom harus mempunyai kepentingan
utama dan tanggung jawab atas persediaan jenis ikan demikian.
2. Negara asal persediaan
jenis ikan anadrom harus menjamin konservasi jenis tersebut dengan mengadakan
tindakantindakan pengaturan yang tepat bagi penangkapan ikan di semua perairan
pada sisi darat batas luar zona ekonomi eksklusif dan bagi penangkapan ikan
sebagaimana ditetapkan dalam ayat 3 (b). Negara asal setelah mengadakan
konsultasi dengan negara lain yang disebut dalam ayat 3 dan 4 yang menangkap
jenis ikan ini, dapat menetapkan jumlah tangkapan total yang diperbolehkan bagi
persediaan jenis ikan yang berasal dari sungai-sungainya;
3.-- (a) Perikanan bagi persediaan jenis ikan anadrom
hanya dapat dilakukan dalam perairan pada sisi darat batas luar zona ekonomi
eksklusif kecuali dalam hal ketentuan ini akan mengakibatkan dislokasi ekonomi
bagi suatu negara lain dari pada Negara asal. Berkenaan dengan penangkapan ikan
demikian di sebelah luar batas luar zona ekonomi eksklusif, Negara-negara yang
bersangkutan harus tetap mengadakan konsultasi dengan tujuan untuk mencapai
kata sepakat tentang ketentuan dan persyaratan penangkapan ikan demikian dengan
memperhatikan persyaratan konservasi dan kebutuhan Negara asal persediaan jenis
ikan ini.
(b) Negara asal harus
bekerjasama untuk memperkecil dislokasi ekonomi di Negara yang menangkap
persediaan jenis ikan ini, dengan memperhatikan jumlah tangkapan normal dan
cara operasi Negara tersebut itu serta semua kawasan di mana penangkapan
demikian telah dilakukan.
(c) Negara yang disebut
dalam sub-ayat (b), yang berperan serta melalui persetujuan dengan negara asal
dalam tindakan untuk memperbaharui jumlah persediaan jenis ikan anadrom,
khususnya dengan mengeluarkan biaya untuk maksud itu, harus diberi perhatian
khusus oleh Negara asal dalam usaha pemanfaatan persediaan jenis ikan ini yang
berasal dari sungainya.
(d) Pelaksanaan peraturan
mengenai penyediaan jenis ikan anadrom di luar zona ekonomi eksklusif harus
dialukan berdasarkan persetujuan antara Negara asal dan Negara lainnya yang
berkepentingan.
4. Dalam hal dimana
persediaan jenis anadrom bermigrasi ke dalam atau melalui perairan di sisi
darat batas luar zona ekonomi eksklusif Negara yang lain dari pada Negara asal,
maka Negara demikian harus bekerjasama dengan Negara asal dengan tujuan untuk
konservasi dan pengelolaan persediaan jenis ikan demikian.
5. Negara asal persediaan
jenis ikan anadrom dan Negara lain yang melakukan penangkapan persediaan jenis
ikan ini, harus membuat pengaturan untuk melaksanakan ketentuan pasal ini,
dimana perlu, melalui organisasisasi regional.
Pasal
67
Jenis ikan catadrom
Jenis ikan catadrom
1. Negara pantai yang
dalam perairannya jenis ikan catadrom menggunakan sebagian besar siklus
kehidupannya mempunyai tanggung jawab atas pengelolaan jenis-jenis ini dan
harus menjamin masuk dan keluarnya jenis ikan yang bermigrasi.
2. Pemanfaatan jenis ikan
catadrom harus dilakukan hanya dalam perairan pada sisi darat batas luar zona
ekonomi eksklusif. Apabila dilakukan dalam zona ekonomi eksklusif pemanfaatan
harus tunduk pada pasal ini dan ketentuan lain Konvensi ini mengenai
penangkapan ikan dalam zona tersebut.
3. Dalam hal dimana ikan
catadrom bermigrasi melalui zona ekonomi eksklusif Negara lain, sebagai ikan
muda atau ikan mendekati dewasa, pengelolaan termasuk pemanfaatan ikan demikian
harus diatur dengan perjanjian antara Negara yang disebut dalam ayat 1 dan
Negara lain yang berkepentingan Perjanjian demkian harus menjamin pengelolaan
rasional jenis tersebut dan memperhatikan tanggung jawab Negara yang disebutkan
dalam ayat 1 atas pemeliharaan jenis ikan ini.
Pasal
68
Jenis Sedenter
Jenis Sedenter
Bagian ini tidak berlaku bagi
ikan jenis sedenter sebagaimana diartikan dalam pasal 77 ayat 4.
Pasal
69
Hak Negara-negara tak berpantai
Hak Negara-negara tak berpantai
1. Negara tak berpantai
mempunyai hak untuk berperan serta atas dasar keadilan, dalam eksploitasi
bagian yang pantas dari kelebihan sumber kekayaan hayati zona ekonomi eksklusif
Negara-negara pantai dalam sub-region atau region yang sama, dengan
memperhatikan keadaan ekonomi dan geografi yang relevan semua Negara yang
berpentingan dan sesuai dengan ketentuan pasal ini dan pasal-pasal 61 dan 62.
2. Persyaratan dan cara
peran serta demikian akan ditetapkan oleh Negara-negara yang berkepentingan
melalui perjanjian bilateral, sub-regional atau regional dengan memperhatikan, inter
alia :
(a) kebutuhan untuk
menghindari akibat yang merugikan bagi masyarakat nelayan atau industri
penangkapan ikan Negara pantai;
(b) sejauh mana Negara tak
berpantai tersebut, sesuai dengan ketentuan pasal ini, berperan serta atau
berhak untuk berperan serta berdasarkan perjanjian bilateral, sub-regional atau
regional yang ada dalam mengeksploitasi sumber kekayaan hayati zona ekonomi
eksklusif Negara-negara pantai lainnya;
(c) sejauh mana Negara tak
berpantai lainnya dan Negara yang secara geografis tak beruntung berperan serta
dalam eksploitasi sumber kekayaan hayati zona ekonomi eksklusif Negara pantai
tersebut dan kebutuhan yang timbul karenanya untuk menghindari suatu beban
khusus bagi suatu Negara pantai tertentu atau suatu bagian dari padanya;
(d) kebutuhan gizi penduduk
masing-masing Negara.
3. Bilamana kapasitas
tangkap suatu Negara pantai mendekati suatu titik yang memungkinkan Negara itu
untuk menangkap seluruh jumlah tangkapan yang diperbolehkan dari sumber
kekayaan hayati di zona ekonomi eksklusifnya, maka Negara pantai dan
Negara-negara lain yang berkepentingan harus bekerjasama dalam menetapkan pengaturan
yang adil atas dasar bilateral, sub-regional atau regional untuk memperbolehkan
peran serta Negara-negara berkembang tak berpantai di sub-region atau region
yang sama dalam suatu eksploitasi sumber kekayaan hayati di zona ekonomi
eksklusif Negara-negara pantai di dalam sub-region atau region sebagaimana
layaknya dengan memperhatikan kepada dan atas dasar persyaratan yang memuaskan
bagi semua pihak. Dalam pelaksanaan ketentuan ini faktor-faktor yang disebut
dalam ayat 2 juga harus diperhatikan.
4. Negara maju tak
berpantai, berdasarkan ketentuan pasal ini, berhak untuk berperan serta dalam
eksploitasi sumber kekayaan hayati hanya dalam zona ekonomi eksklusif Negara
pantai yang maju dalam sub-region atau region yang sama dengan memperhatikan
sejauh mana Negara pantai, dalam memberikan kesempatan kepada Negara lain untuk
memanfaatkan sumber kekayaan hayati di zona ekonomi eksklusifnya, telah
memperhatikan kebutuhan untuk memperkecil akibat yang merugikan bagi masyarakat
nelayan dan dislokasi ekonomi di Negara yang warganegaranya telah bisa
menangkap ikan dalam zona tersebut.
5. Ketentuan di atas
adalah tanpa mengurangi arti pengaturan yang disepakati di sub-region atau
region dimana Negara pantai dapat memberikan kepada Negara-negara tak berpantai
dalam sub-region dan region yang sama hak-hak yang sama atau yang didahulukan
untuk eksploitasi sumber kekayaan hayati di zona ekonomi eksklusif.
Pasal
70
Hak Negara yang secara geografis tak beruntung
Hak Negara yang secara geografis tak beruntung
1. Negara yang secara
geografis tak beruntung mempunyai hak untuk berperan serta, atas dasar yang
adil, dalam eksploitasi suatu bagian yang layak dan surplus sumber kekayaan
hayati zona ekonomi eksklusif Negara-negara pantai di subregion atau region
yang sama, dengan memperhatikan keadaan ekonomi dan geografis yang relevan dari
semua Negara yang berkepentingan dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan pasal
ini dan pasal-pasal 61 dan 62.
2. Untuk tujuan Bab ini,
“Negara yang secara geografis tak beruntung” berarti Negara pantai, termasuk
Negara yang berbatasan dengan laut tertutup atau setengah tertutup, yang letak
geografisnya membuatnya tergantung pada eksploitasi sumber kekayaan hayati zona
ekonomi eksklusif Negara lain di sub-region atau region untuk persediaan ikan
yang memadai bagi keperluan gizi penduduknya atau bagian
3. Persyaratan dan cara
peran serta demikian harus ditetapkan oleh Negara-negara yang bersangkutan
melalui persetujuan bilateral, sub-region atau regional dengan memperhatikan, inter
alia :
(a) kebutuhan untuk
menghindari akibat yang merugikan bagi masyarakat nelayan atau industri
Penangkapan ikan Negara Pantai;
(b) sampai sejauh mana
negara yang secara geografis tak beruntung, sesuai dengan ketentuan pasal ini,
berperan serta atau berhak untuk berperan serta berdasarkan persetujuan
bilateral, sub-regional atau regional yang ada dalam eksploitasi sumber
kekayaan hayati di zona ekonomi eksklusif Negara pantai lain;
(c) sampai sejauh mana
Negara yang secara geografis tak beruntung lainnya dan Negara tak berpantai
berperan serta dalam eksploitasi sumber kekayaan hayati zona ekonomi eksklusif
Negara pantai dan kebutuhan yang timbul karenanya untuk menghindari suatu beban
khusus bagi suatu Negara pantai tertentu atau satu bagian dari padanya;
(d) kebutuhan gizi penduduk
masing-masing Negara.
4. Bilamana kapasitas
tangkap suatu Negara pantai mendekati suatu titik yang memungkinkan Negara itu
untuk memanfaatkan seluruh jumlah tangkapan yang diperbolehkan dari sumber
kekayaan hayati di zona ekonomi eksklusif, maka Negara pantai dan negara lain
yang berkepentingan harus bekerjasama untuk menetapkan pengaturan yang adil,
atas dasar bilateral, sub-regional atau regional untuk memperbolehkan peran
serta Negara-negara berkembang yang secara geografis tak beruntung di
sub-region atau region yang sama dalam eksploitasi sumber kekayaan hayati zona
ekonomi eksklusif Negara pantai di sub-region atau region sebagaimana layaknya
sesuai dengan keadaan dan berdasarkan persyaratan yang memuaskan bagi semua
pihak. Dalam pelaksanaan ketentuan ini faktor-faktor yang disebut dalam ayat 3
juga harus diperhatikan.
5. Negara maju yang secara
geografis tak beruntung, berdasarkan ketentuan pasal ini, berhak untuk berperan
serta dalam eksploitasi sumber kekayaan hayati hanya di zona ekonomi eksklusif
Negara pantai yang maju dalam subregion atau region yang sama dengan
memperhatikan sampai sejauh mana Negara pantai, dalam memberikan kesempatan
kepada Negara lain untuk memanfaatkan sumber kekayaan hayati zona ekonomi
eksklusifnya, telah memperhatikan kebutuhan untuk memperkecil akibat yang
merugikan bagi masyarakat nelayan dan dislokasi ekonomi di Negara yang
warganegaranya telah biasa menangkap ikan dizona tersebut.
6. Ketentuan di atas
adalah tanpa mengurangi arti pengaturan yang telah disepakati di sub-region
atau region dimana Negara pantai dapat memberikan kepada Negara-negara yang
secara geografis tak beruntung dalam sub-region atau region yang sama hak yang
sama atau hak yang didahulukan untuk eksploitasi sumber kekayaan hayati di zona
ekonomi eksklusif.
Pasal
71
Tidak berlakunya pasal-pasal 69 dan 70
Tidak berlakunya pasal-pasal 69 dan 70
Ketentuan pasal-pasal 69 dan 70
tidak berlaku dalam hal suatu Negara pantai yang ekonominya sangat bergantung
pada eksploitasi sumber kekayaan hayati di zona ekonomi eksklusifnya.
Pasal
72
Pembatasan pengalihan hak
Pembatasan pengalihan hak
1. Hak yang diberikan berdasarkan Pasal 69
dan 70 untuk mengekploitasi sumber kekayaan hayati tidak boleh dialihkan baik
secara langsung atau tidak langsung kepada Negara ketiga atau warganegaranya dengan
cara sewa atau perijinan, dengan mengadakan usaha patungan atau dengan cara
lain apapun yang mempunyai akibat pengalihan demikian, kecuali disetujui secara
lain oleh Negara-negara yang berkepentingan.
2. Ketentuan di atas tidak
menutup kemungkinan bagi Negara yang berkepentingan untuk memperoleh bantuan
teknis atau keuangan dari Negara ke tiga atau organisasi internasional untuk
memudahkan pelaksanaan hak-hak sesuai dengan ketentuan pasal-pasal 69 dan 70,
dengan ketentuan bahwa hal itu tidak mempunyai akibat yang disebutkan dalam
ayat 1.
Pasal
73
Penegakan Peraturan perundang-undangan Negara pantai
Penegakan Peraturan perundang-undangan Negara pantai
1. Negara pantai dapat,
dalam melaksanakan hak berdaulatnya untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi,
konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan hayati di zona ekonomi eksklusif
mengambil tindakan demikian, termasuk menaiki kapal, memeriksa, menangkap dan
melakukan proses peradilan, sebagaimana diperlukan untuk menjamin ditaatinya
peraturan perundang-undangan yang ditetapkannya sesuai dengan ketentuan
Konvensi ini.
2. Kapal-kapal yang
ditangkap dan awak kapalnya harus segera dibebaskan setelah diberikan suatu
uang jaminan yang layak atau bentuk jaminan lainnya.
3. Hukuman Negara pantai
yang dijatuhkan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan perikanan di
zona ekonomi eksklusif tidak boleh mencakup pengurungan, jika tidak ada
perjanjian sebaliknya antara Negara-negara yang bersangkutan, atau setiap
bentuk hukuman badan lainnya.
4. Dalam hal penangkapan
atau penahanan kapal asing Negara pantai harus segera memberitahukan kepada
Negara bendera, melalui saluran yang tepat, mengenai tindakan yang diambil dan
mengenai setiap hukuman yang kemudian dijatuhkan.
Pasal
74
Penetapan batas zona ekonomi eksklusif
antara Negara yang pantainya berhadapan atau berdampingan
Penetapan batas zona ekonomi eksklusif
antara Negara yang pantainya berhadapan atau berdampingan
1. Penetapan batas zona
ekonomi eksklusif antara Negara yang pantainya berhadapan atau berdampingan
harus diadakan dengan persetujuan atas dasar hukum internasional, sebagaimana
ditetapkan dalam Pasal 38 Status Mahkamah Internasional, untuk mencapai suatu
pemecahan yang adil.
2. Apabila tidak dapat
dicapai persetujuan dalam jangka waktu yang pantas, Negara-negara yang
bersangkutan harus menggunakan prosedur yang ditentukan dalam Bab XV.
3. Sambil menunggu suatu
persetujuan sebagaimana ditentukan dalam ayat 1, Negara-negara yang
bersangkutan, dengan semangat saling pengertian dan kerjasama, harus melakukan
setiap usaha untuk mengadakan pengaturan sementara yang bersifat praktis dan,
selama masa peralihan ini, tidak membahayakan atau menghalangi dicapainya suatu
persetujuan akhir. Pengaturan demikian tidak boleh merugikan bagi tercapainya
penetapan akhir mengenai perbatasan.
4. Dalam hal adanya suatu
persetujuan yang berlaku antara negara-negara yang bersangkutan, maka masalah
yang bertalian dengan Penetapan batas zona ekonomi eksklusif harus ditetapkan
sesuai dengan ketentuan persetujuan itu.
Pasal
75
Peta dan daftar koordinat geografis
Peta dan daftar koordinat geografis
1. Dengan tunduk pada ketentuan-ketentuan Bab
ini, garis batas terluar zona ekonomi eksklusif dan garis penetapan batas yang
ditarik sesuai dengan ketentuan pasal 74 harus dicantumkan pada peta dengan
skala atau skala-skala yang memadai untuk menentukan posisinya. Dimana perlu,
daftar titik-titik koordinat-koordinat geografis, yang memerinci datum
geodetik, dapat menggantikan garis batas terluar atau garis-garis penetapan Perbatasan
yang demikian.
2. Negara pantai harus
mengumumkan sebagaimana mestinya peta atau daftar koordinat geografis demikian
dan harus mendepositkan satu copy setiap peta atau daftar demikian pada
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
BAB VI
LANDAS
KONTINEN (CONTINENTAL SHELF)
Pasal 76
Batasan landas
kontinen
1. Landas kontinen suatu
Negara pantai meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari daerah di bawah
permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah
wilayah daratannya hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga suatu jarak
200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur, dalam
hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut.
2. Landas kontinen suatu
negara pantai tidak boleh melebihi batas-batas sebagaimana ditentukan dalam
ayat 4 hingga 6.
3. Tepian kontinen
meliputi kelanjutan bagian daratan negara pantai yang berada dibawah permukaan
air, dan terdiri dari dasar laut dan tanah dibawahnya dari dataran kontinen,
lereng (slope) dan tanjakan (rise). Tepian kontinen ini tidak mencakup dasar
samudera dalam dengan bukti-bukti samudera atau tanah di bawahnya.
4.-- (a) Untuk maksud konvensi ini, Negara pantai akan
menetapkan pinggiran luar tepian kontinen dalam hal tepian kontinen tersebut
lebih lebar dari 200 mil laut dari garis pangkal dan mana lebar laut teritorial
diukur, atau dengan :
(i) suatu garis yang
ditarik sesuai dengan ayat 7 dengan menunjuk pada titik tetap terluar dimana
ketebalan batu endapan adalah paling sedikit 1% dari jarak terdekat antara
titik tersebut dan kaki lereng kontinen; atau
(ii) suatu garis yang
ditarik sesuai dengan menunjuk pada titik-titik tetap yang tereltak tidak lebih
dari 60 mil kaut dari kaki lereng kontinen.
(b) Dalam hal tidak
terdapatnya bukti yang bertentangan, kaki lereng kontinen harus ditetapkan
sebagai titik perubahan maksimum dalam tanjakan pada kakinya.
5. Titik-titik tetap yang
merupakan garis batas luar landas kontinen pada dasar laut, yang ditarik sesuai
dengan ayat 4 (a)(i) dan (ii), atau tidak akan boleh melebihi 350 mil laut dari
garis pangkal dari mana laut teritorial diukur atau tidak boleh melebihi 100
mil laut dari garis batas kedalaman (isobath) 2.500 meter, yaitu suatu garis
yang menghubungkan kedalaman 2.500 meter.
6. Walaupun ada ketentuan ayat 5, pada
bukti-bukti dasar laut, batas luar landas kontinen tidak boleh melebihi 350 mil
laut dari garis pangkal dari mana laut teritorial diukur. Ayat ini tidak
berlaku bagi elevasi dasar laut yang merupakan bagian-bagian alamiah tepian
kontinen, seperti pelataran (pateau), tanjakan (rise), puncak (caps),
ketinggian yang datar (banks) dan puncak gunung yang bulat (spurs) nya.
7. Negara pantai harus
menetapkan batas terluar landas kontinennya di mana landas kontinen itu
melebihi 200 mil laut dari garis pangkal dari mana laut teritorial diukur
dengan cara menarik garis-garis lurus yang tidak melebihi 60 mil laut
panjangnya, dengan menghubungkan titik-titik tetap, yang ditetapkan dengan
koordinat-koordinat lintang dan bujur.
8. Keterangan mengenai
batas-batas landas kontinen di luar 200 mil laut dari garis pangkal dari mana
laut teritorial diukur harus disampaikan oleh Negara pantai kepada Komisi
Batas-batas Landas Kontinen (Commision on the Limits of the Continental Shelf)
yang didirikan berdasarkan Lampiran II atas dasar perwakilan geografis yang
adil. Komisi ini harus membuat rekomendasi kepada Negara pantai mengenai
masalah yang bertalian dengan penetapan batas luar landas kontinen mereka.
Batas-batas landas kontinen yang ditetapkan oleh suatu Negara pantai
berdasarkan rekomendasi-rekomendasi ini adalah tuntas dan mengikat.
9. Negara pantai harus
mendepositkan pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa peta-peta dan
keterangan yang relevan termasuk data geodesi, yang secara permanen
menggambarkan batas luar landas kontinennya Sekretaris Jenderal harus
mengumumkan peta-peta dan keterangan tersebut sebagaimana mestinya.
10. Ketentuan pasal ini
tidak boleh mengurangi arti masalah penetapan batas landas kontinen antara
Negara-negara yang berhadapan atau berdampingan.
Pasal
77
Hak Negara pantai atas landas kontinen
Hak Negara pantai atas landas kontinen
1. Negara pantai
menjalankan hak berdaulat di landas kontinen untuk tujuan mengeksplorasinya dan
mengekploitasi sumber kekayaan alamnya.
2. Hak yang tersebut dalam
ayat 1 di atas adalah eksklusifnya dalam arti bahwa apabila Negara pantai tidak
mengekplorasi landas kontinen atau mengekploitasi sumber kekayaan alamnya,
tiada seorangpun dapat melakukan kegiatan itu tanpa persetujuan tegas Negara
pantai.
3. Hak suatu Negara pantai
atas landas kontinen tidak tergantung pada pendudukan (okupasi), baik efektif
atau tidak tetap (notinal), atau pada proklamasi secara jelas apapun.
4. Sumber kekayaan alam
tersebut dalam Bab ini terdiri dari sumber kekayaan mineral dan sumber kekayaan
non hayati lainnya pada dasar laut dan tanah di bawahnya, bersama dengan
organisme hidup yang tergolong jenis sedenter yaitu organisme yang pada tingkat
yang sudah dapat dipanen dengan tidak bergerak berada pada atau di bawah dasar
laut atau tidak dapat bergerak kecuali jika berada dalam kontak pisik tetap
dengan dasar laut atau tanah dibawahnya.
Pasal
78
Status hukum perairan dan ruang udara diatas landas kontinen serta
hak dan kebebasan Negara lain
Status hukum perairan dan ruang udara diatas landas kontinen serta
hak dan kebebasan Negara lain
1. Hak Negara pantai atas
landas kontinen tidak mempengaruhi status hukum perairan di atasnya atau ruang
udara di atas perairan tersebut.
2. Pelaksanaan hak Negara
pantai atas landas kontinen tidak boleh mengurangi, atau mengakibatkan gangguan
apapun yang tak beralasan terhadap pelayaran dan hak serta kebebasan lain yang
dimiliki Negara lain sebagaimana ditentukan dalam ketentuan Konvensi ini.
Pasal 79
Kabel dan pipa laut dilandas kontinen
1. Semua Negara berhak
untuk meletakkan kabel dan pipa bawah laut di atas landas kontinen sesuai
dengan ketentuan pasal ini.
2. Dengan tunduk pada
haknya untuk mengambil tindakan yang patut untuk mengeksplorasi landas
kontinen, mengekploitasi sumber kekayaan alamnya dan untuk pencegahan,
pengurangan dan pengendalian pencemaran yang berasal dari pipa, Negara pantai
tidak boleh menghalangi pemasangan atau pemeliharaan kabel atau pipa demikian.
3. Penentuan arah jalannya
pemasangan pipa laut demikian di atas landas kontinen harus mendapat
persetujuan Negara pantai.
4. Tidak satupun ketentuan
dalam Bab ini mempengaruhi hak Negara pantai untuk menetapkan persyaratan bagi
kabel atau pipa yang memasuki wilayah atau laut teritorialnya, atau
mempengaruhi yurisdiksi negara pantai atas kabel dan pipa yang dipasang atau
dipakai bertalian dengan eksplorasi landas kontinennya atau eksploitasi sumber
kekayaan alamnya atau operasi pulau buatan, instalasi dan bangunan yang ada di
bawah yurisdiksinya.
5. Apabila memasang kabel
atau pipa bawah laut, Negara-negara harus memperhatikan sebagaimana mestinya
kabel atau pipa yang sudah ada. Khususnya, kemungkinan untuk perbaikan kabel
dan pipa yang sudah ada tidak boleh dirugikan.
Pasal
80
Pulau buatan, instalasi dan bangunan di atas landas kontinen
Pulau buatan, instalasi dan bangunan di atas landas kontinen
Pasal 60 berlaku mutatis mutandis
untuk pulau buatan, instalasi dan bangunan di atas landas kontinen.
Pasal
81
Pemboran di landas kontinen
Pemboran di landas kontinen
Negara pantai mempunyai hak
eksklusif untuk mengijinkan dan mengatur pemboran di landas kontinen untuk
segala keperluan.
Pasal
82
Pembayaran dan sumbangan bertalian
dengan eksploitasi landas kontinen diluar 200 mil laut
Pembayaran dan sumbangan bertalian
dengan eksploitasi landas kontinen diluar 200 mil laut
1. Negara pantai harus
melakukan pembayaran atau sumbangan berupa barang bertalian dengan eksploitasi
sumber kekayaan non hayati landas kontinen di luar 200 mil laut dihitung dari
garis pangkal untuk mengukur luas lautteritorial.
2. Pembayaran dan
sumbangan tersebut harus dibuat secara tahunan berkenaan dengan semua produksi
pada suatu tempat setelah produksi 5 tahun pertama pada tempat itu. Untuk tahun
ke enam, tarip pembayaran atau sumbangan adalah 1% dari nilai atau jumlah
produksi tempat itu. Tarip tersebut harus naik dengan 1% untuk tiap tahun
berikutnya hingga tahun ke duabelas dan akan tetap pada 7% setelah itu.
Produksi tidak mencakup sumber yang digunakan bertalian dengan eksploitasi.
3. Suatu negara berkembang
yang merupakan pengimpor netto suatu sumber mineral yang dihasilkan dari landas
kontinennya dibebaskan dari keharusan melakukan pembayaran atau sumbangan yang
bertalian dengan sumber mineral tersebut.
4. Pembayaran atau sumbangan itu harus dibuat
melalui Otorita yang harus membagikannya kepada Negara Peserta pada Konvensi
ini atas dasar ukuran pembagian yang adil, dengan memperhatikan kepentingan dan
kebutuhan Negara-negara berkembang, terutama yang paling terkebelakang dan yang
tak berpantai diantaranya.
Pasal
83
Penetapan garis batas landas kontinen antara Negara yang
pantainya berhadapan atau berdampingan
Penetapan garis batas landas kontinen antara Negara yang
pantainya berhadapan atau berdampingan
1. Penetapan garis batas
landas kontinen antara Negara yang pantainya berhadapan atau berdampingan harus
dilakukan dengan persetujuan atas dasar hukum internasional, sebagaimana
tercantum dalam Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional untuk mencapai suatu
penyelesaian yang adil.
2. Apabila tidak dapat
dicapai persetujuan dalam jangka waktu yang pantas, Negara yang bersangkutan
harus menggunakan prosedur yang ditentukan dalam Bagian XV.
3. Sambil menunggu
persetujuan sebagaimana ditentukan dalam ayat 1, Negara-negara yang
bersangkutan, dengan semangat saling pengertian dan kerjasama, harus membuat
segala usaha untuk mengadakan pengaturan sementara yang bersifat praktis dan,
selama masa peralihan ini, tidak membahayakan atau mengganggu pencapaian
persetujuan yang tuntas. Pengaturan demikian tidak boleh merugikan penetapan
garis batas yang tuntas.
4. Dalam hal ada suatu
persetujuan yang berlaku antara Negara-negara yang bersangkutan, masalah yang
bertalian dengan penetapan garis batas landas kontinen harus ditetapkan sesuai
dengan ketentuan persetujuan itu.
Pasal
84
Peta dan daftar koordinat geografis
Peta dan daftar koordinat geografis
1. Dengan tunduk pada
ketentuan Bab ini, garis batas luar landas kontinen dan garis-garis penetapan
batas yang ditarik sesuai degnan pasal 83 harus dicantumkan pada peta dengan
skala atau skala-skala yang memadai untuk penentuan posisinya. Dimana perlu
daftar titik-titik koordinat geografis, yang memerinci datum geodetik, dapat
menggantikan garis-garis batas laut atau garis-garis penetapan batas demikian.
2. Negara pantai harus
mengumumkan sebagaimana mestinya peta-peta atau daftar-daftar koordinat
geografis demikian dan harus mendepositkan satu copy/salinan dari setiap peta
atau daftar demikian pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa dan
dalam hal peta dalam daftar yang mencantumkan garis-garis batas luar landas
kontinen, pada Sekretaris Jenderal Otorita.
Pasal
85
Penggalian terowongan
Penggalian terowongan
Bab ini tidak mengurangi hak
Negara pantai untuk eksploitasi tanah di bawah landas kontinen dengan melakukan
penggalian terowongan, tanpa memandang kedalaman perairan di atas tanah di
bawah landas kontinen tersebut.
BAB VII
LAUT LEPAS (HIGH SEAS)
Bagian 1. KETENTUAN UMUM
Pasal 86
Penerapan ketentuan bab ini.
Ketentuan Bab ini berlaku bagi
semua bagian dari laut yang tidak termasuk dalam zona ekonomi eksklusif, dalam
laut teritorial atau dalam perairan pedalaman suatu Negara, atau dalam perairan
kepulauan suatu Negara kepulauan. Pasal ini tidak mengakibatkan pengurangan
apapun terhadap kebebasan yang dinikmati semua Negara di zona ekonomi eksklusif
sesuai dengan pasal 58.
Pasal
87
Kebebasan laut lepas
Kebebasan laut lepas
1. Laut lepas terbuka
untuk semua Negara, baik Negara pantai atau tidak berpantai. Kebebasan laut
lepas, dilaksanakan berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan dalam Konvensi
ini dan ketentuan lain hukum internasional. Kebebasan laut lepas itu meliputi,
inter alia, baik untuk Negara pantai atau Negara tidak berpantai :
(a) kebebasan berlayar;
(b) kebebasan penerbangan;
(c) kebebasan untuk memasang
kabel dan pipa bawah laut, dengan tunduk pada Bab VI;
(d) kebebasan untuk
membangun pulau buatan dan instalasi lainnya yang diperbolehkan berdasarkan
hukum internasional, dengan tunduk pada Bab VI;
(e) kebebasan menangkap
ikan, dengan tunduk pada persyaratan yang tercantum dalam bagian 2;
(f) kebebasan riset ilmiah, dengan tunduk pada Bab VI dan XIII.
2. Kebebasan ini akan
dilaksanakan oleh semua Negara, dengan memperhatikan sebagaimana mestinya
kepentingan Negara lain dalam melaksanakan kebebasan laut lepas itu, dan juga
dengan memperhatikan sebagaimana mestinya hak-hak dalam Konvensi ini yang
bertalian dengan kegiatan di Kawasan.
Pasal
88
Pencadangan laut lepas untuk maksud damai
Pencadangan laut lepas untuk maksud damai
Laut lepas dicadangkan untuk maksud damai.
Pasal
89
Tidak sahnya tuntutan kedaulatan laut lepas
Tidak sahnya tuntutan kedaulatan laut lepas
Tidak ada suatu Negara pun yang
dapat secara sah menundukkan kegiatan manapun dari laut lepas pada
kedaulatannya.
Pasal 90
Hak berlayar
Setiap Negara, baik berpantai
atau tidak berpantai, mempunyai hak untuk melayarkan kapal di bawah benderanya
di laut lepas.
Pasal
91
Kebangsaan kapal
Kebangsaan kapal
1. Setiap Negara harus
menetapkan persyaratan bagi pemberian kebangsaannya pada kapal, untuk
pendaftaran kapal di dalam wilayah, dan untuk hak mengibarkan benderanya. Kapal
memiliki kebangsaan Negara yang benderanya secara sah dapat dikibarkan olehnya.
Harus ada suatu kaitan yang sungguh-sungguh antara Negara dan kapal itu.
2. Setiap Negara harus
memberikan kepada kapal yang olehnya diberikan hak untuk mengibarkan benderanya
dokumen yang diperlukan untuk itu.
Pasal
92
Status kapal
Status kapal
1. Kapal harus berlayar di
bawah bendera suatu Negara saja dan kecuali dalam hal-hal luar biasa yang
dengan jelas ditentukan dalam perjanjian internasional atau dalam Konvensi ini,
harus tunduk pada yurisdiksi eksklusif Negara itu di laut lepas. Suatu kapal
tidak boleh merobah bendera kebangsaannya sewaktu dalam pelayaran atau sewaktu
berada di suatu pelabuhan yang disinggahinya, kecuali dalam hal adanya suatu
perpindahan pemilikan yang nyata atau perubahan pendaftaran.
2. Sebuah kapal yang
berlayar di bawah bendera dua Negara atau lebih, dan menggunakannya berdasarkan
kemudahan, tidak boleh menuntut salah satu dari kebangsaan itu terhadap Negara
lain manapun, dan dapat dianggap sebagi suatu kapal tanpa kebangsaan.
Pasal
93
Kapal yang memakai bendera Perserikatan Bangsa-Bangsa, badan-badan
khususnya dan Badan Tenaga Atom Internasional
Kapal yang memakai bendera Perserikatan Bangsa-Bangsa, badan-badan
khususnya dan Badan Tenaga Atom Internasional
Pasal-pasal yang terdahulu tidak mempunyai pengaruh terhadap
masalah kapal-kapal yang digunakan dalam dinas resmi Perserikatan
Bangsa-Bangsa, badan-badan khususnya atau Badan Tenaga Atom Internasional
(International Atomic Energy Agency), yang mengibarkan bendera organisasi tersebut.
Pasal
94
Kewajiban Negara Bendera
Kewajiban Negara Bendera
1. Setiap Negara harus
melaksanakan secara efektif yurisdiksi dan pengawasannya dalam bidang
administratif, teknis dan sosial atas kapal yang mengibarkan benderanya.
2. Khususnya setiap Negara
harus :
(a) memelihara suatu daftar
(register) kapal-kapal yang memuat nama dan keterangan-keterangan lainnya
tentang kapal yang mengibarkan benderanya, kecuali kapal yang dikecualikan dari
peraturan-peraturan internasional yang diterima secara umum karena ukurannya
yang kecil, dan
(b) menjalankan yurisdiksi
di bawah perundang-undangan nasionalnya atas setiap kapal yang mengibarkan
benderanya dan nakhoda, perwira serta awak kapalnya bertalian dengan masalah
administratif, teknis dan sosial mengenai kapal itu.
3. Setiap Negara harus
mengambil tindakan yang diperlukan bagi kapal yang memakai benderanya, untuk
menjamin keselamatan di laut, berkenaan, inter alia, dengan :
(a) konstruksi, peralatan
dan kelayakan laut kapal;
(b) pengawakan kapal,
persyaratan perburuhan dan latihan awak kapal, dengan memperhatikan ketentuan
internasional yang berlaku;
(c) pemakaian tanda-tanda,
memelihara dan pencegahan tubrukan.
4. Tindakan demikian harus meliputi tindakan yang diperlukan untuk
menjamin :
(a) bahwa setiap kapal,
sebelum pendaftaran dan sesudah pada jangka waktu tertentu, diperiksa oleh
seorang surveyor kapal yang berwenang, dan bahwa di atas kapal tersedia peta,
penerbitan pelayaran dan peralatan navigasi dan alat-alat lainnya yang
diperlukan untuk navigasi yang aman kapal itu;
(b) bahwa setiap kapal ada
dalam pengendalian seorang nakhoda dan perwira-perwira yang memiliki
persyaratan yang tepat, khususnya mengenai seamanship (kepelautan), navigasi,
komunikasi dan permesinan kapal, dan bahwa awak kapal itu memenuhi syarat dalam
kualifikasi dan jumlahnya untuk jenis, ukuran, mesin dan peralatan kapal itu;
(c) bahwa nakhoda, perwira,
dan sedapat mungkin awak kapal sepenuhnya mengenal dan diharuskan untuk
mematuhi peraturan internasional yang berlaku tentang keselamatan jiwa di laut,
pencegahan tubrukan dan pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran
laut serta pemeliharaan komunikasi melalui radio.
5. Dalam mengambil
tindakan yang diharuskan dalam ayat 3 dan 4 setiap Negara diharuskan untuk
mengikuti peraturan-peraturan, prosedur dan praktek internasional yang umum
diterima dan untuk mengambil setiap langkah yang mungkin diperlukan untuk
pentaatannya.
6. Suatu Negara yang
mempunyai alasan yang kuat untuk mengira bahwa yurisdiksi dan pengendalian yang
layak bertalian dengan suatu kapal telah tidak terlaksana, dapat melaporkan
fakta itu kepada Negara bendera. Setelah menerima laporan demikian, Negara
bendera harus menyelidiki masalah itu dan, apabila diperlukan, harus mengambil
tindakan yang diperlukan untuk memperbaiki keadaan.
7. Setiap Negara harus
mengadakan pemeriksaan yang dilakukan oleh atau dihadapan seorang atau
orang-orang yang berwenang, atas setiap kecelakaan kapal atau insiden pelayaran
di laut lepas yang menyangkut kapal yang mengibarkan benderanya dan yang
mengakibatkan hilangnya nyawa atau luka berat pada warganegara dari Negara lain
atau kerusakan berat pada kapal-kapal atau instalasi instalasi Negara lain atau
pada lingkungan laut. Negara bendera dan Negara yang lain itu harus bekerjasama
dalam penyelenggaraan suatu pemeriksaan yang diadakan oleh Negara yang lain itu
terhadap setiap kecelakaan laut atau insiden pelayaran yang demikian itu.
Pasal
95
Kekebalan kapal perang dilaut lepas
Kekebalan kapal perang dilaut lepas
Kapal perang di laut lepas
memiliki kekebalan penuh terhadap yurisdiksi Negara manapun selain Negara
bendera.
Pasal
96
Kekebalan kapal yang hanya digunakan untuk dinas
pemerintah non-komersial
Kekebalan kapal yang hanya digunakan untuk dinas
pemerintah non-komersial
Kapal yang dimiliki atau
dioperasikan oleh suatu Negara dan digunakan hanya untuk dinas pemerintah
non-komersial di laut lepas, memiliki kekebalan penuh terhadap yurisdiksi
Negara lain manapun kecuali Negara bendera.
Pasal
97
Yurisdiksi pidana dalam perkara tubrukan laut atau tiap
insiden pelayaran lainnya
Yurisdiksi pidana dalam perkara tubrukan laut atau tiap
insiden pelayaran lainnya
1. Dalam hal terjadinya
suatu tubrukan atau insiden pelayaran lain apapun yang menyangkut suatu kapal
laut lepas, berkaitan dengan tanggung jawab pidana atau disiplin nakhoda atau
setiap orang lainnya dalam dinas kapal, tidak boleh diadakan penuntutan pidana
atau disiplin terhadap orang-orang yang demikian kecuali di hadapan peradilan
atau pejabat administratif dari atau Negara bendera atau Negara yang orang
demikian itu menjadi warganegaranya.
2. Dalam perkara disiplin,
hanya Negara yang telah mengeluarkan ijazah nakhoda atau sertifikat kemampuan
atau ijin yang harus merupakan pihak yang berwenang, setelah dipenuhinya proses
hukum sebagaimana mestinya, untuk menyatakan penarikan sertifikat demikian,
sekalipun pemegangnya bukan warganegara dari Negara yang mengeluarkannya.
3. Tidak boleh penangkapan
atau penahanan terhadap kapal, sekalipun sebagai suatu tindakan pemeriksaan,
diperintahkan oleh pejabat manapun kecuali oleh pejabat pejabat dari Negara
bendera.
Pasal
98
Kewajiban untuk memberikan bantuan
Kewajiban untuk memberikan bantuan
1. Setiap Negara harus
mewajibkan (meminta) nakhoda suatu kapal yang berlayar di bawah benderanya
untuk, selama hal itu dapat dilakukannya tanpa bahaya yang besar bagi kapal,
awak kapal atau penumpang :
(a) untuk memberikan
pertolongan kepada setiap orang yang ditemukan di laut dalam bahaya akan
hilang;
(b) untuk menuju secepatnya
menolong orang yang dalam kesulitan, apabila mendapat pemberitahuan tentang
kebutuhan mereka akan pertolongan, sepanjang tindakan demikian sepatutnya dapat
diharapkan dari padanya;
(c) setelah suatu tubrukan,
untuk memberikan bantuan pada kapal lain itu, awak kapal dan penumpangnya dan
dimana mungkin, untuk memberitahukan kepada kapal lain itu nama kapalnya
sendiri, pelabuhan registrasinya dan pelabuhan terdekat yang akan didatanginya.
2. Setiap Negara pantai
harus menggalakkan diadakannya, pengoperasian dan pemeliharaan dinas search and
rescue (SAR) yang memadai dan efektif berkenaan dengan keselamatan di dalam dan
di atas laut dan, dimana keadaan menghendakinya, bekerjasama dengan Negara
tetangga untuk tujuan ini dengan cara pengaturan regional.
Pasal
99
Larangan pengangkutan budak belian
Larangan pengangkutan budak belian
Setiap Negara harus mengambil
tindakan efektif untuk mencegah dan menghukum pengangkutan budak belian dalam
kapal yang diijinkan untuk mengibarkan benderanya dan untuk mencegah pemakaian
tak sah benderanya untuk keperluan itu. Setiap budak belian yang melarikan diri
keatas kapal manapun, apapun benderanya, akan ipso facto memperoleh
kemerdekaannya.
Pasal
100
Kewajiban untuk kerjasama dalam
penindasan pembajakan di laut
Kewajiban untuk kerjasama dalam
penindasan pembajakan di laut
Semua Negara harus bekerjasama sepenuhnya dalam penindasan
pembajakan di laut lepas di tempat lain manapun di luar yurisdiksi sesuatu
Negara.
Pasal
101
Batasan pembajakan di laut
Batasan pembajakan di laut
Pembajakan di laut terdiri dari salah satu di antara
tindakan berikut :
(a) setiap tindakan
kekerasan atau penahanan yang tidak syah, atau setiap tindakan memusnahkan,
yang dilakukan untuk tujuan pribadi oleh awak kapal atau penumpang dari suatu
kapal atau pesawat udara swasta, dan ditujukan :
(i) di laut lepas, terhadap
kapal atau pesawat udara lain atau terhadap orang atau barang yang ada di atas
kapal atau pesawat udara demikian;
(ii) terhadap suatu kapal,
pesawat udara, orang atau barang di suatu tempat di luar yurisdiksi Negara
manapun;
(b) setiap tindakan turut
serta secara sukarela dalam pengoperasian suatu kapal atau pesawat udara dengan
mengetahui fakta yang membuatnya suatu kapal atau pesawat udara pembajak.
(c) setiap tindakan mengajak
atau dengan sengaja membantu tindakan yang disebutkan dalam sub-ayat (a) atau
(b).
Pasal
102
Perompakan oleh suatu kapal perang, kapal atau pesawat
udara pemerintah yang awak kapalnya telah berontak
Perompakan oleh suatu kapal perang, kapal atau pesawat
udara pemerintah yang awak kapalnya telah berontak
Tindakan-tindakan perompakan sebagaimana ditentukan dalam
pasal 101, yang dilakukan oleh suatu kapal perang, kapal atau pesawat udara
pemerintah yang awak kapalnya telah berontak dan telah mengambil alih
pengendalian atas kapal atau pesawat udara itu disamakan dengan
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh suatu kapal atau pesawat udara perompak.
Pasal
103
Batasan kapal atau pesawat udara perompak
Batasan kapal atau pesawat udara perompak
Suatu kapal atau pesawat udara
dianggap suatu kapal atau pesawat udara perompak apabila ia dimaksudkan oleh
orang yang mengendalikannya digunakan untuk tujuan melakukan salah satu
tindakan yang dimaksud dalam pasal 101. Hal yang sama berlaku apabila kapal
atau pesawat udara itu telah digunakan untuk melakukan setiap tindakan
demikian, selama kapal atau pesawat udara itu berada di bawah pengendalian
orang-orang yang bersalah melakukan tindakan itu.
Pasal
104
Tetap dimilikinya atau kehilangan kebangsaan kapal atau pesawat udara perompak
Tetap dimilikinya atau kehilangan kebangsaan kapal atau pesawat udara perompak
Suatu kapal atau pesawat udara
dapat tetap memiliki kebangsaannya walaupun telah menjadi suatu kapal atau
pesawat udara perompak. Tetap dimilikinya atau kehilangan kebangsaan ditentukan
oleh undang-undang Negara yang telah memberikan kebangsaan itu.
Pasal
105
Penyitaan suatu kapal atau pesawat udara perompak
Penyitaan suatu kapal atau pesawat udara perompak
Di laut lepas, atau disetiap
tempat lain di luar yurisdiksi Negara manapun setiap Negara dapat menyita suatu
kapal atau pesawat udara perompak atau suatu kapal atau pesawat udara yang
telah diambil oleh perompak dan berada di bawah pengendalian perompak dan
menangkap orang-orang yang menyita barang yang ada di kapal. Pengadilan Negara
yang telah melakukan tindakan penyitaan itu dapat menetapkan hukuman yang akan
dikenakan, dan juga dapat menetapkan tindakan yang akan diambil berkenaan
dengan kapal-kapal, pesawat udara atau barang-barang, dengan tunduk pada
hak-hak pihak ketiga yang telah bertindak dengan itikad baik.
Pasal 106
Tanggung jawab atas penyitaan tanpa alasan yang cukup
Apabila penyitaan suatu kapal
pesawat udara yang dicurigai melakukan perompakan dilakukan tanpa alasan yang
cukup, maka Negara yang telah melakukan penyitaan tersebut harus bertanggung
jawab terhadap Negara yang kebangsaannya dimiliki oleh kapal atau pesawat udara
tersebut untuk setiap kerugian atau kerusakan yang disebabkan oleh penyitaan
tersebut.
Pasal
107
Kapal atau pesawat udara yang berhak menyita karena perompakan
Kapal atau pesawat udara yang berhak menyita karena perompakan
Suatu penyitaan karena perompakan hanya dapat dilakukan oleh
kapal perang atau pesawat udara militer, atau kapal atau pesawat udara lain
yang secara jelas diberi tanda dan dapat dikenal sebagai dalam dinas pemerintah
dan yang diberi wewenang untuk melakukan hal demikian.
Pasal
108
Perdagangan gelap obat narkotik atau bahan-bahan psikotropis
Perdagangan gelap obat narkotik atau bahan-bahan psikotropis
1. Semua Negara harus
bekerjasama dalam penumpasan perdagangan gelap obat narkotik dan bahan-bahan
psikotropis yang dilakukan oleh kapal di laut lepas bertentangan dengan
konvensi internasional.
2. Setiap Negara yang
mempunyai alasan yang layak untuk mengira bahwa suatu kapal yang mengibarkan
benderanya terlibat dalam perdagangan gelap obat narkotik atau bahan
psikotropis dapat meminta kerjasama Negara lain untuk menumpas perdagangan
demikian.
Pasal
109
Penyiaran gelap dari laut lepas
Penyiaran gelap dari laut lepas
1. Semua Negara harus
bekerjasama dalam menumpas siaran gelap dari laut lepas.
2. Untuk maksud Konvensi
ini, “penyiaran gelap” berarti transmisi dari pada suara radio atau siaran
televisi dari kapal atau instalasi di laut lepas yang ditujukan untuk
penerimaan oleh umum secara bertentangan dengan peraturan internasional tetapi
tidak termasuk didalamnya transmisi permintaan pertolongan.
3. Setiap orang yang
melakukan penyiaran gelap dapat dituntut dimuka pengadilan :
(a) Negara bendera kapal;
(b) Negara registrasi
instalasi;
(c) Negara dimana orang itu menjadi
warganegara;
(d) setiap Negara dimana
transmisi itu dapat diterima; atau
(e) setiap Negara dimana
komunikasi radio yang sah mengalami gangguan.
4. Di laut lepas, suatu
Negara yang mempunyai yurisdiksi sesuai dengan ayat 4, sesuai dengan Pasal 110,
dapat menangkap setiap orang atau kapal yang melakukan siaran gelap dan menyita
peralatan pemancaran tersebut.
Pasal
110
Hak melakukan pemeriksaan
Hak melakukan pemeriksaan
1. Kecuali apabila
perbuatan mengganggu berasal dari wewenang yang berdasarkan perjanjian, suatu
kapal perang yang menjumpai suatu kapal asing di laut lepas, selain kapal yang
memiliki kekebalan penuh sesuai pasal-pasal 95 dan 96, tidak dibenarkan untuk
menaikinya kecuali kalau ada alasan yang cukup untuk menduga bahwa :
(a) kapal tersebut terlibat
dalam perompakan;
(b) kapal tersebut terlibat
dalam perdagangan budak;
(c) kapal tersebut terlibat
dalam penyiaran gelap dan Negara bendera kapal perang tersebut mempunyai
yurisdiksi berdasarkan pasal 109;
(d) kapal tersebut tanpa
kebangsaan; atau
(e) walaupun mengibarkan
suatu bendera asing atau menolak untuk memperlihatkan benderanya, kapal
tersebut, dalam kenyataannya, memiliki kebangsaan yang sama dengan kapal perang
tersebut.
2. Dalam hal-hal yang
ditentukan dalam ayat 1, kapal perang tersebut dapat melaksanakan pemeriksaan
atas hak kapal tersebut untuk mengibarkan benderanya. Untuk keperluan ini,
kapal perang boleh mengirimkan sekoci, di bawah perintah seorang perwira ke
kapal yang dicurigai. Apabila kecurigaan tetap ada setelah dokumen-dokumen di
periksa, dapat diteruskan dengan pemeriksaan berikutnya di atas kapal, yang
harus dilakukan dengan memperhatikan segala pertimbangan yang mungkin.
3. Apabila ternyata
kecurigaan itu tidak beralasan dan apabila kapal yang diperiksa tidak melakukan
suatu perbuatan yang membenarkan pemeriksaan itu, kapal tersebut akan menerima
ganti kerugian untuk setiap kerugian atau kerusakan yang mungkin diderita.
4. Ketentuan-ketentuan ini
berlaku mutatis mutandis bagi pesawat udara militer.
5. Ketentuan-ketentuan ini
berlaku juga bagi setiap kapal atau pesawat udara lain yang berwenang dan
mempunyai tanda-tanda jelas dan dapat dikenal sebagai kapal atau pesawat udara
dalam dinas pemerintah.
Pasal
111
Hak Pengejaran seketika
(Right of hot pursuit)
Hak Pengejaran seketika
(Right of hot pursuit)
1. Pengejaran seketika
suatu kapal asing dapat dilakukan apabila pihak yang berwenang dari Negara
pantai mempunyai alasan cukup untuk mengira bahwa kapal tersebut telah
melanggar peraturan perundang-undangan Negara itu. Pengejaran demikian harus
dimulai pada saat kapal asing atau salah satu dari sekocinya ada dalam perairan
pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial atau zona tambahan negara
pengejar, dan hanya boleh diteruskan di luar laut teritorial atau zona tambahan
apabila pengejaran itu tidak terputus. Adalah tidak perlu bahwa pada saat kapal
asing yang berada dalam laut teritorial atau zona tambahan itu menerima
perintah untuk berhenti, kapal yang memberi perintah itu juga berada dalam laut
teritorial atau zona tambahan. Apabila kapal asing tersebut berada dalam zona
tambahan, sebagaimana diartikan dalam pasal 33, pengejaran hanya dapat dilakukan
apabila telah terjadi pelanggaran terhadap hak-hak untuk perlindungan mana zona
itu telah diadakan.
2. Hak pengejaran seketika
harus berlaku, mutatis mutandis bagi pelanggaran-pelanggaran di zona ekonomi
eksklusif atau di landas kontinen, termasuk zona-zona keselamatan disekitar
instalasi-instalasi di landas kontinen, terhadap peraturan perundang-undangan
Negara pantai yang berlaku sesuai dengan Konvensi ini bagi zona ekonomi
eksklusif atau landas kontinen, termasuk zona keselamatan demikian.
3. Hak pengejaran seketika
berhenti segera setelah kapal yang dikejar memasuki laut teritorial Negaranya
sendiri atau Negara ketiga.
4. Pengejaran seketika belum dianggap telah
dimulai kecuali jika kapal yang mengejar telah meyakinkan diri dengan cara-cara
praktis yang demikian yang mungkin tersedia, bahwa kapal yang dikejar atau
salah satu sekocinya atau kapal lain yang bekerjasama sebagai suatu team dan
menggunakan kapal yang dikejar sebagai kapal induk berada dalam batas-batas
laut teritorial atau sesuai dengan keadaannya
di dalam zona tambahan atau zona ekonomi eksklusif atau di atas landas
kontinen. Pengejaran hanya dapat mulai setelah diberikan suatu tanda visual
atau bunyi untuk berhenti pada suatu jarak yang memungkinkan tanda itu dilihat
atau didengar oleh kapal asing itu.
5. Hak pengejaran seketika
dapat dilakukan hanya oleh kapal-kapal perang atau pesawat udara militer atau
kapal-kapal atau pesawat udara lainnya yang diberi tanda yang jelas dan dapat
dikenal sebagai kapal atau pesawat udara dalam dinas pemerintah dan berwenang
untuk melakukan tugas itu.
6. Dalam hal pengejaran
seketika dilakukan oleh suatu pesawat udara :
(a) ketentuan-ketentuan
dalam ayat 1 dan 4 harus berlaku mutatis mutandis;
(b) pesawat udara yang
memberikan perintah untuk berhenti harus melakukan pengejaran kapal itu secara
aktif sampai kapal atau pesawat udara Negara pantai yang dipanggil oleh pesawat
udara pengejar itu tiba untuk mengambil alih pengejaran itu, kecuali apabila
pesawat udara itu sendiri dapat melakukan penangkapan kapal tersebut. Adalah
tidak cukup untuk membenarkan suatu penangkapan di luar laut teritorial bahwa
kapal itu hanya terlihat oleh pesawat udara sebagai suatu pelanggar atau
pelanggar yang dicurigai, jika kapal itu tidak diperintahkan untuk berhenti dan
dikejar oleh pesawat udara itu sendiri atau oleh pesawat udara atau kapal lain
yang melanjutkan pengejaran itu tanpa terputus.
7. Pelepasan suatu kapal
yang ditahan dalam yurisdiksi suatu Negara dan dikawal ke pelabuhan Negara itu
untuk keperluan pemeriksaan di hadapan pejabat-pejabat yang berwenang tidak
boleh dituntut semata-mata atas alasan bahwa kapal itu dalam melakukan
perjalanannya, dikawal melalui sebagian dari zona ekonomi eksklusif atau laut
lepas jika keadaan menghendakinya.
8. Dalam hal suatu kapal
telah dihentikan atau ditahan di luar laut teritorial dalam keadaan yang tidak
membenarkan dilaksanakannya hak pengejaran seketika, maka kapal itu harus
diberi ganti kerugian untuk setiap kerugian dan kerusakan yang telah diderita
karenanya.
Pasal
112
Hak untuk memasang kabel dan pipa bawah laut
Hak untuk memasang kabel dan pipa bawah laut
1. Semua Negara mempunyai
hak untuk memasang kabel dan pipa bawah laut di atas dasar laut lepas di luar
landas kontinen.
2. Pasal 79 ayat 5,
berlaku terhadap kabel dan pipa demikian.
Pasal
113
Pemutusan atau kerusakan kabel atau pipa bawah laut
Pemutusan atau kerusakan kabel atau pipa bawah laut
Setiap Negara harus menetapkan
peraturan perundang undangan yang diperlukan untuk mengatur bahwa pemutusan
atau kerusakan pada kabel bawah laut di bawah laut lepas yang dilakukan dengan
sengaja atau karena kelalaian yang sangat oleh sebuah kapal yang mengibarkan
benderanya atau oleh seorang yang tunduk pada yurisdiksinya, sedemikian rupa
sehingga besar kemungkinannya memutuskan atau menghalangi komunikasi telegrap
atau telepon, demikian pula,pemutusan atau kerusakan pada pipa atau kabel
listrik voltase tinggi di bawah laut merupakan suatu pelanggaran yang dapat dihukum.
Ketentuan ini juga harus berlaku terhadap perbuatan yang diperhitungkan dapat
atau kemungkinan besar berakibat pemutusan atau kerusakan demikian. Akan
tetapi, ketentuan tersebut tidak berlaku bagi setiap pemutusan atau kerusakan
yang disebabkan oleh orang-orang yang hanya bertindak dengan tujuan sah untuk
menyelamatkan nyawa atau kapalnya, setelah mereka melakukan segala upaya
pencegahan untuk menghindarkan terjadinya pemutusan atau kerusakan demikian.
Pasal 114
Pemutusan atau kerusakan oleh pemilik kabel atau pipa bawah laut
terhadap kabel atau pipa bawah laut lainnya
Setiap Negara harus menetapkan peraturan perundang-undangan
yang diperlukan untuk mengatur bahwa apabila orang-orang yang tunduk pada
yurisdiksinya, yang merupakan pemilik kabel atau pipa bawah laut di bawah laut
lepas, sewaktu melakukan pemasangan atau perbaikan kabel atau pipa itu,
mengakibatkan terjadinya pemutusan atau kerusakan pada kabel atau pipa laut
lain, mereka harus menanggung biaya perbaikannya.
Pasal
115
Ganti rugi untuk kerugian yang diderita dalam usaha untuk mencegah
kerusakan pada kabel atau pipa bawah laut
Ganti rugi untuk kerugian yang diderita dalam usaha untuk mencegah
kerusakan pada kabel atau pipa bawah laut
Setiap Negara harus menetapkan
peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk menjamin bahwa pemilik kapal
yang dapat membuktikan bahwa mereka telah mengorbankan sebuah jangkar, sebuah
jaring atau peralatan penangkapan ikan lainnya dalam usaha untuk mencegah
terjadinya kerusakan pada kabel atau pipa bawah laut, harus diberi ganti
kerugian oleh pemilik dari kabel atau pipa tersebut, dengan ketentuan bahwa
pemilik kabel itu telah mengambil segala tindakan pencegahan yang wajar
sebelumnya.
BAGIAN
2.
KONSERVASI DAN PENGELOLAAN SUMBER
KEKAYAAN HAYATI DI LAUT LEPAS
Pasal 116
Hak untuk menangkap ikan di laut lepas
KONSERVASI DAN PENGELOLAAN SUMBER
KEKAYAAN HAYATI DI LAUT LEPAS
Pasal 116
Hak untuk menangkap ikan di laut lepas
Semua Negara mempunyai hak bagi
warganegaranya untuk melakukan penangkapan ikan di laut lepas dengan tunduk
pada :
(a) kewajibannya berdasarkan
perjanjian internasional;
(b) hak dan kewajiban maupun
kepentingan Negara pantai, yang ditentukan, inter alia, dalam pasal 63, ayat 2,
dan pasal-pasal 64 sampai 67; dan
(c) ketentuan bagian ini.
Pasal
117
Kewajiban Negara untuk mengadakan tindakan bertalian dengan warga
negaranya untuk konservasi sumber kekayaan hayati di laut lepas
Kewajiban Negara untuk mengadakan tindakan bertalian dengan warga
negaranya untuk konservasi sumber kekayaan hayati di laut lepas
Semua Negara mempunyai kewajiban
untuk mengambil tindakan atau kerjasama dengan Negara lain dalam mengambil
tindakan demikian bertalian dengan warga negara masing-masing yang dianggap
perlu untuk konservasi sumber kekayaan hayati di laut lepas.
Pasal
118
Kerjasama Negara-negara dalam konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan hayati
Kerjasama Negara-negara dalam konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan hayati
Negara-negara
harus melakukan kerjasama satu dengan lainnya dalam konservasi dan pengelolaan
sumber kekayaan hayati di daerah laut lepas. Negara-negara yang warganegaranya
melakukan eksploitasi sumber kekayaan hayati yang sama atau sumber kekayaan
hayati yang berlainan di daerah yang sama, harus mengadakan perundingan dengan
tujuan untuk mengambil tindakan yang diperlukan untuk konservasi sumber
kekayaan hayati yang bersangkutan. Mereka harus, menuntut keperluan,
bekerjasama untuk menetapkan organisasi perikanan sub-regional atau regional
untuk keperluan ini.
Pasal
119
Konservasi sumber kekayaan hayati di laut lepas
Konservasi sumber kekayaan hayati di laut lepas
1. Dalam menetapkan jumlah
tangkapan yang diperbolehkan dan menetapkan lain-lain tindakan konservasi
sumber kekayaan hayati di laut lepas. Negara-negara harus :
(a) mengambil tindakan yang
direncanakan berdasarkan bukti ilmiah terbaik yang tersedia pada Negara yang
bersangkutan, memelihara atau memulihkan populasi jenis-jenis yang ditangkap
pada taraf yang dapat memberikan hasil tangkap lestari maksimum, sebagaimana
ditentukan oleh faktor lingkungan dan ekonomi yang relevan, termasuk kebutuhan
khusus dari Negara berkembang, dan dengan memperhatikan pola-pola penangkapan
ikan, saling ketergantungan antara persediaan jenis ikan dan setiap standar minimum
internasional yang secara umum direkomendasikan pada taraf sub-regional,
regional maupun global.
(b) memperhatikan akibat
terhadap jenis yang berhubungan dengan atau tergantung dari jenis yang
ditangkap dengan tujuan untuk memelihara atau memulihkan populasi jenis yang
berhubungan atau tergantung demikian di atas taraf dimana reproduksinya menjadi
sangat terancam.
2. Keterangan ilmiah yang
tersedia, statistik tentang penangkapan dan upaya penangkapan ikan dan
lain-lain data yang relevan dengan konservasi persediaan jenis ikan harus
disumbangkan dan dipertukarkan secara teratur melalui organisasi internasional
yang berwenang baik sub-regional, regional atau global, dimana perlu dan dengan
serta semua Negara yang berkepentingan.
3. Negara yang berkepentingan
harus menjamin bahwa tindakan konservasi dan pelaksanaannya tidak mengadakan
diskriminasi formal atau diskriminasi nyata terhadap nelayan dari Negara
manapun juga.
Pasal
120
Mamalia laut
Mamalia laut
Pasal 65 juga berlaku bagi konservasi dan pengelolaan mamalia
laut di laut lepas.
BAB VIII
REZIM PULAU (REGIME OF ISLANDS)
Pasal 121
Rezim pulau
1. Pulau adalah daerah
daratan yang dibentuk secara alamiah yang dikelilingi oleh air dan yang ada di
atas permukaan air pada air pasang.
2. Kecuali dalam hal sebagaimana
ditentukan dalam ayat 3, laut teritorial, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif
dan landas kontinen suatu pulau ditetapkan sesuai dengan ketentuan Konvensi ini
yang berlaku bagi wilayah darat lainnya.
3. Batu karang yang tidak
dapat mendukung kediaman manusia atau kehidupan ekonomi tersendiri tidak
mempunyai zona ekonomi eksklusif atau landas kontinen.
BAB IX
LAUT
TERTUTUP ATAU SETENGAH TERTUTUP (ENCLOSED
OR SEMI-ENCLOSED)
Pasal
122
B a t a s a n
B a t a s a n
Untuk maksud Konvensi ini. "laut tertutup atau setengah tertutup" berarti suatu teluk, lembah laut (basin), atau laut yang dikelilingi oleh dua atau lebih Negara dan dihubungkan dengan laut lainnya atau samudera oleh suatu alur yang sempit atau yang terdiri seluruhnya atau terutama dari laut teritorial dan zona ekonomi eksklusifnya dua atau lebih Negara pantai.
Pasal
123
Kerjasama antara Negara-negara yang berbatasan dengan laut
tertutup atau setengah tertutup
Kerjasama antara Negara-negara yang berbatasan dengan laut
tertutup atau setengah tertutup
Negara-negara yang berbatasan
dengan laut tertutup atau setengah tertutup hendaknya bekerjasama satu sama
lainnya dalam melaksanakan hak dan kewajibannya berdasarkan Konvensi ini. Untuk
keperluan ini mereka harus berusaha secara langsung atau melalui organisasi
regional yang tepat :
(a) untuk mengkoordinasikan
pengelolaan, konservasi, eksplorasi dan eksploitasi sumber kekayaan hayati
laut;
(b) untuk mengkoordinasikan
pelaksanaan hak dan kewajiban mereka bertalian dengan perlindungan dan
pemeliharaan lingkungan laut;
(c) untuk mengkoordinasikan
kebijaksanaan riset ilmiah mereka dan untuk bersama-sama dimana perlu
mengadakan program bersama riset ilmiah di kawasannya;
(d) untuk mengundang,
menurut keperluan, Negara lain yang berminat atau organisasi internasional
untuk bekerjasama dengan mereka dalam pelaksanaan lebih lanjut ketentuan pasal
ini.
Pasal 124
Pengguna istilah
1. Untuk maksud Konvensi
ini :
(a) “Negara tak berpantai”
berarti suatu Negara yang tidak mempunyai pantai laut;
(b) “Negara transit” berarti
suatu Negara, dengan atau tanpa pantai laut, yang terletak antara suatu Negara
tak berpantai dan laut, yang melalui wilayahnya dilakukan lalu lintas udara
transit;
(c) “lalu lintas dalam transit” berarti transit
orang, bagasi, barang dan alat pengangkutan melintasi wilayah satu atau lebih
Negara transit, dimana lintas melalui wilayah demikian, dengan atau tanpa alih
kapal (transhipment), di gudangkan, dipecah-pecah (breaking bulk), atau
perubahan dalam cara pengangkutan, hanya merupakan suatu bagian dari suatu
perjalanan yang lengkap yang mulai atau berakhir di dalam wilayah Negara tak
berpantai itu;
(d) “alat pengangkutan”
berarti :
(i) kereta api, alat
pengangkutan laut, danau dan sungai dan kendaraan darat;
(ii) di mana keadaan lokal
menghendakinya, orang dan binatang pengangkut barang.
2. Negara tak berpantai
atau Negara transit, dengan mengadakan persetujuan antara mereka, dapat
memasukkan sebagai alat pengangkutan pipa saluran dan pipa gas dan alat
pengangkutan lain dari pada apa yang tercantum dalam ayat 1.
Pasal
125
Hak akses ke dan dari laut dan kebebasan transit
Hak akses ke dan dari laut dan kebebasan transit
1. Negara tak berpantai
memiliki hak untuk akses ke dan dari laut untuk keperluan melaksanakan hak yang
ditentukan dalam Konvensi ini termasuk hak yang bertalian dengan kebebasan laut
lepas dan warisan bersama umat manusia. Untuk keperluan ini, Negara tak
berpantai harus menikmati kebebasan transit melalui wilayah Negara transit
dengan menggunakan semua alat pengangkutan.
2. Persyaratan dan cara
untuk melaksanakan kebebasan transit harus disepakati antara Negara tak
berpantai dan Negara transit yang bersangkutan melalui persetujuan bilateral,
sub-regional atau regional.
3. Negara transit, dalam
melaksanakan kedaulatan sepenuhnya atas wilayahnya, mempunyai hak untuk
mengambil segala tindakan yang diperlukan untuk menjamin bahwa hak dan
kemudahannya yang ditentukan dalam Bab ini untuk Negara tak berpantai
bagaimanapun juga tidak akan mengurangi kepentingannya yang sah.
Pasal
126
Tidak berlakunya klausula "most-favoured-nation"
Tidak berlakunya klausula "most-favoured-nation"
Ketentuan Konvensi ini, demikian
pula persetujuan khusus yang berkenaan dengan pelaksanaan hak akses ke dan dari
laut, yang menetapkan hak dan kemudahan yang disebabkan karena kedudukan
geografis khusus Negara tak berpantai dikecualikan dari berlakunya klausula
"most-favoured-nation".
Pasal
127
Bea-cukai, pajak dan pungutan-pungutan lain
Bea-cukai, pajak dan pungutan-pungutan lain
1. Lalu lintas dalam
transit tidak dikenakan beacukai, pajak atau pungutan-pungutan lain apapun
kecuali pungutan-pungutan yang dipungut untuk jasa khusus yang diberikan bertalian
dengan lalu lintas demikian.
2. Alat pengangkutan dalam
transit dan kemudahan lain yang disediakan dan digunakan oleh Negara tak
berpantai tidak boleh dikenakan pajak atau pungutan yang lebih tinggi dari pada
yang dipungut atas penggunaan alat pengangkutan Negara transit.
Pasal
128
Zona bebas dan kemudahan bea-cukai lainnya
Zona bebas dan kemudahan bea-cukai lainnya
Untuk memudahkan lalu lintas
dalam transit, zona bebas atau kemudahan bea cukai lainnya dapat disediakan di
pelabuhan masuk dan keluar di Negara transit, dengan persetujuan antara Negara
itu dengan Negara tak berpantai.
Pasal
129
Kerjasama dalam pembangunan dan perbaikan alat pengangkutan
Kerjasama dalam pembangunan dan perbaikan alat pengangkutan
Dalam hal tidak terdapat alat
pengangkutan dalam Negara transit untuk melaksanakan kebebasan transit atau
dalam hal alat yang ada, termasuk instalasi pelabuhan dan peralatannya,
bagaimanapun juga tidak mencukupi, Negara transit dan Negara tak berpantai yang
bersangkutan dapat bekerjasama dalam membangun atau memperbaikinya.
Pasal
130
Tindakan untuk mencegah atau meniadakan kelambatan atau kesulitan
lain yang bersifat teknis dalam lalu lintas transit
Tindakan untuk mencegah atau meniadakan kelambatan atau kesulitan
lain yang bersifat teknis dalam lalu lintas transit
1. Negara transit harus
mengambil segala tindakan yang tepat untuk mencegah terjadinya kelambatan atau
kesulitan lain yang bersifat teknis dalam lalu lintas transit.
2. Apabila kelambatan atau
kesulitan demikian terjadi, pejabat yang berwenang dari Negara transit dan
Negara tak berpantai yang bersangkutan harus bekerjasama untuk menghilangkan
kelambatan atau kesulitan demikian secepatnya.
Pasal
131
Perlakuan sama di pelabuhan-pelabuhan
Perlakuan sama di pelabuhan-pelabuhan
Kapal yang mengibarkan bendera
Negara tak berpantai harus menikmati perlakuan yang sama dengan yang diberikan
pada kapal asing lainnya di pelabuhan-pelabuhan laut.
Pasal
132
Pemberian kemudahan transit yang lebih besar
Pemberian kemudahan transit yang lebih besar
Konvensi ini bagaimanapun tidak
mengakibatkan penarikan kemudahan transit yang lebih besar dari apa yang
ditetapkan dalam konvensi ini dan yang disepakati antara Negara-negara Peserta
Konvensi ini atau telah diberikan oleh satu Negara Peserta. Konvensi ini juga
tidak menutup kemungkinan adanya pemberian kemudahan-kemudahan lebih besar
dikemudian hari.
BAB XI
KAWASAN (THE AREA)
Bagian 1. Ketentuan
Umum
Pasal 133
Penggunaan istilah
Pasal 133
Penggunaan istilah
Dalam Bab ini yang dimaksud dengan :
(a) “Kekayaan” berarti
segala kekayaan mineral yang bersifat padat, cair atau gas in situ di Kawasan
atau di bawah dasar laut, termasuk nodul-nodul polimetalik;
(b) kekayaan yang dihasilkan
dari Kawasan dinamakan "mineral-mineral"
Pasal 134
Ruang lingkup Bab ini
1. Ketentuan-ketentuan
dalam Bab ini berlaku bagi Kawasan.
2. Kegiatan-kegiatan di
kawasan diatur oleh ketentuan-ketentuan Bab ini.
3. Syarat-syarat mengenai
penyimpanan dan pengumuman peta-peta atau daftar koordinat-koordinat geografis
yang menunjukkan batas-batas seperti dimaksud dalam pasal 1 ayat 1, tercantum
dalam Bab VI.
4. Tidak satu ketentuanpun
dalam pasal ini mempengaruhi penetapan garis batas terluar landas kontinen
sesuai dengan Bab VI atau keabsahan dari perjanjian-perjanjian mengenai
penetapan garis batas di antara Negara-negara yang pantainya berhadapan atau
berdampingan.
Pasal
135
Status hukum perairan dan ruang udara di atasnya
Status hukum perairan dan ruang udara di atasnya
Baik ketentuan Bab ini maupun hak
apapun yang diperoleh atau dilaksanakan berdasarkan ketentuan Bab ini, tidak
akan mempengaruhi status hukum perairan yang ada di atas Kawasan atau ruang
udara di atasnya.
BAGIAN
2.
ASAS-ASAS YANG MENGATUR KAWASAN
Pasal 136
Warisan bersama umat manusia
Kawasan dan kekayaan-kekayaannya merupakan warisan
bersama umat manusia.
ASAS-ASAS YANG MENGATUR KAWASAN
Pasal 136
Warisan bersama umat manusia
Kawasan dan kekayaan-kekayaannya merupakan warisan
bersama umat manusia.
Pasal
137
Status hukum Kawasan dan kekayaan-kekayaannya
Status hukum Kawasan dan kekayaan-kekayaannya
1. Tidak satu Negarapun
boleh menuntut atau melaksanakan kedaulatan atau hak-hak berdaulatnya atas
bagian manapun dari Kawasan atau kekayaan-kekayaan-nya, demikian pula tidak
satu Negara atau badan hukum atau peroranganpun boleh mengambil tindakan
pemilikan terhadap bagian Kawasan manapun. Tidak satupun tuntutan atau
penyelenggaraan kedaulatan atau hak-hak berdaulat ataupun tindakan pemilikan
yang demikian akan diakui.
2. Segala hak terhadap
kekayaan-kekayaan di Kawasan ada pada umat manusia sebagai suatu keseluruhan,
yang atas nama siapa Otorita bertindak. Kekayaan-kekayaan ini tidak tunduk pada
pengalihan hak. Namun demikian mineral-mineral yang dihasilkan dari Kawasan
hanya dapat dialihkan sesuai dengan ketentuan Bab ini dan ketentuanketentuan,
peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur Otorita.
3. Tidak satu Negara,
badan hukum atau peroranganpun boleh menuntut, memperoleh atau melaksanakan
hak-hak yang bertalian dengan mineral-mineral yang dihasilkan dari Kawasan,
kecuali apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan Bab ini. Apabila tidak
demikian, maka tidak satupun juga tuntutan, perolehan atau pelaksanaan hak-hak
demikian akan diakui.
Pasal
138
Perilaku umum Negara-negara berkenaan dengan Kawasan
Perilaku umum Negara-negara berkenaan dengan Kawasan
Perilaku umum Negara-negara
berkenaan dengan Kawasan harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bab ini,
asasasas yang terdapat dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan
ketentuan-ketentuan hukum internasional lainnya untuk kepentingan memelihara
perdamaian dan keamanan serta memajukan kerjasama internasional dan saling Pengertian.
Pasal
139
Tanggung jawab untuk menjamin pentaatan dan kewajiban membayar ganti rugi
Tanggung jawab untuk menjamin pentaatan dan kewajiban membayar ganti rugi
1. Negara-negara Peserta
harus bertanggung jawab untuk menjamin bahwa kegiatan-kegiatan di Kawasan, baik
dilakukan oleh Negara-negara Peserta atau perusahaan perusahaan negara atau
badan hukum atau orang perorangan yang memiliki kebangsaan Negara-negara
Peserta atau yang dikuasai secara efektif oleh mereka atau oleh
warganegara-warganegara mereka, harus dilaksanakan sesuai dengan Bab ini.
Tanggung jawab yang sama berlaku pula bagi organisasi-organisasi internasional
untuk kegiatan kegiatan yang dilakukan oleh organisasiorganisasi tersebut di
Kawasan.
2. Dengan tidak mengurangi
berlakunya ketentuan-ketentuan hukum internasional dan pada Lampiran III pasal
22, kerugian yang disebabkan oleh kelalaian suatu Negara Peserta atau
organisasi internasional untuk melaksanakan kewajibannya berdasarkan Bab ini
akan mengakibatkan kewajiban untuk ganti rugi, Negara-negara Peserta atau
organisasi-organisasi internasional yang bertindak bersama-sama harus memikul
secara bersama dan secara tanggung renteng kewajiban untuk ganti rugi. Akan
tetapi suatu Negara Peserta tidak berkewajiban menanggung kerugian yang
disebabkan oleh suatu kelalaian yang dilakukan oleh seorang yang disponsorinya
berdasarkan pasal 153 ayat 2 (b) apabila Negara Peserta tersebut telah
mengambil segala tindakan yang perlu dan tepat untuk menjamin ditaatinya secara
efektif menurut pasal 153 ayat 4, dan Lampiran III, pasal 4, ayat 4.
3. Negara-negara Peserta
yang menjadi anggota-anggota organisasi-organisasi internasional harus
mengambil tindakan-tindakan yang tepat untuk menjamin pelaksanaan pasal ini
yang bekenaan dengan organisasi-organisasi tersebut.
Pasal
140
Kemanfaatan bagi umat manusia
Kemanfaatan bagi umat manusia
1. Kegiatan-kegiatan di
Kawasan sebagaimana diatur secara khusus dalam Bab ini, harus dilaksanakan
untuk kemanfaatan umat manusia sebagai suatu keseluruhan, terlepas dari letak
geografis Negara-negara, baik Negara pantai atau Negara tak berpantai dan
dengan memperhatikan secara khusus kepentingan-kepentingan dan
keperluankeperluan Negara-negara berkembang dan bangsa-bangsa yang belum
mencapai kemerdekaan penuh atau berstatus berpemerintahan sendiri yang diakui
oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sesuai dengan Resolusi Majelis Umum No. 1514
(XV) dan Resolusi Majelis Umum lainnya yang relevan.
2. Otorita harus
menetapkan pembagian yang adil dari keuntungan-keuntungan dan
keuntungan-keuntungan ekonomi lainnya yang didapat dari kegiatan-kegiatan di
Kawasan melalui mekanisme yang tepat atas dasar non-diskriminasi sesuai dengan
pasal 160 ayat 2 (f) (i).
Pasal
141
Penggunaan Kawasan semata-mata untuk maksud-maksud damai
Penggunaan Kawasan semata-mata untuk maksud-maksud damai
Kawasan terbuka untuk digunakan
semata-mata untuk maksud maksud damai oleh semua Negara, baik Negara pantai
maupun Negara tak berpantai tanpa diskriminasi dan tanpa mengurangi
ketentuan-ketentuan lain dari Bab ini.
Pasal
142
Hak-hak dan kepentingan-kepentingan yang sah Negara-negara pantai
Hak-hak dan kepentingan-kepentingan yang sah Negara-negara pantai
1. Kegiatan-kegiatan di
Kawasan, berkenaan dengan endapan-endapan kekayaan di Kawasan yang letaknya
melintasi garis-garis batas yurisdiksi nasional, dilakukan dengan memperhatikan
seperlunya hak-hak dan kepentingankepentingan sah setiap Negara pantai yang
yurisdiksinya dilintasi endapan-endapan tersebut.
2. Konsultasi-konsultasi,
termasuk suatu cara pemberitahuan terlebih dahulu, harus dipelihara dengan
Negara yang bersangkutan, dengan maksud untuk mencegah pelanggaran terhadap
hak-hak dan kepentingan-kepentingan tersebut. Dalam hal kegiatan-kegiatan di
Kawasan dapat mengakibatkan eksploitasi kekayaan-kekayaan yang terletak di
dalam yurisdiksi nasional, maka disyaratkan adanya persetujuan terlebih dahulu
dari Negara pantai yang bersangkutan.
3. Baik Bab ini maupun
hak-hak yang diberikan atau dilaksanakan sesuai dengan Bab ini, tidak
mempengaruhi hak Negara pantai untuk mengambil tindakan-tindakan yang konsisten
dengan ketentuan-ketentuan yang relevan dari Bab XII yang dianggap perlu untuk
mencegah, mengurangi atau melenyapkan marabahaya yang mengancam garis pantainya
atau kepentingan-kepentingan yang berkaitan dengan itu dari pencemaran atau
ancaman pencemaran atau kejadian-kejadian berbahaya lainnya yang berasal dari
atau yang disebabkan oleh kegiatan-kegiatan apapun di Kawasan.
Pasal
143
Penelitian ilmiah kelautan
Penelitian ilmiah kelautan
1. Penelitian ilmiah
kelautan di Kawasan harus dilakukan semata-mata untuk maksud-maksud damai dan
untuk kemanfaatan umat manusia sebagai suatu keseluruhan, sesuai dengan Bab
XIII.
2. Otorita dapat melakukan
penelitian ilmiah kelautan mengenai Kawasan dan kekayaan-kekayaannya, dan dapat
mengadakan kontrak-kontrak untuk keperluan tersebut. Otorita harus
mengembangkan dan mendorong diadakannya penelitian ilmiah kelautan di Kawasan
dan mengkoordinasikan serta menyebarkan hasil-hasil penelitian dan analisa
tersebut bila ada.
3. Negara-negara Peserta
dapat mengadakan penelitian ilmiah kelautan di kawasan. Negara-negara Peserta
harus menggalakkan kerjasama internasional dibidang penelitian ilmiah kelautan
di Kawasan dengan jalan :
(a) berperan serta dalam
program-program internasional dan mendorong kerjasama dalam penelitian ilmiah
kelautan oleh personil berbagai negara dan personil Otorita;
(b) menjamin bahwa
program-program itu dikembangkan melalui Otorita atau organisasi-organisasi
internasional lainnya yang tepat untuk kemanfaatan Negara-negara berkembang dan
Negara yang teknologinya kurang maju dengan tujuan :
(i) memperkuat kemampuan
penelitian mereka;
(ii) melatih personil mereka
dan personil Otorita di bidang teknik dan aplikasi penelitian;
(iii) membina dipekerjakannya
personil mereka yang cakap dalam penelitian di Kawasan.
(c) menyebarkan secara
efektif hasil-hasil penelitian dan anlisa apabila ada, melalui Otorita atau
saluran-saluran internasional lainnya apabila dipandang perlu.
Pasal
144
Alih teknologi
Alih teknologi
1. Otorita harus mengambil
tindakan-tindakan sesuai dengan Konvensi ini:
(a) untuk memperoleh
teknologi dan pengetahuan ilmiah yang bertalian dengan kegiatan-kegiatan di
Kawasan; dan
(b) untuk memajukan dan
mendorong alih teknologi dan pengetahuan ilmiah tersebut kepada Negara-negara
berkembang sehingga semua Negara Peserta mendapat manfaat dari padanya.
2. Untuk tujuan ini
Otorita dan Negara-negara Peserta harus bekerjasama dalam menggalakkan alih
teknologi dan pengetahuan ilmiah yang bertalian dengan kegiatan-kegiatan di
Kawasan sehingga Perusahaan dan semua Negara Peserta dapat memperoleh manfaat
dari padanya. Khususnya mereka harus memprakarsai dan memajukan :
(a) program-program untuk
alih teknologi ke Perusahaan dan ke Negara-negara berkembang berkenaan dengan
kegiatan-kegiatan di Kawasan, termasuk, inter alia, memudahkan akses
Perusahaan dan Negara-negara berkembang pada teknologi yang relevan, dengan
ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang wajar dan pantas.
(b) tindakan-tindakan yang
diarahkan untuk memajukan teknologi Perusahaan dan teknologi domestik
Negaranegara berkembang, terutama dengan memberikan kesempatan-kesempatan
kepada personil Perusahaan dan Negara-negara berkembang untuk mengikuti latihan
dalam ilmu dan teknologi kelautan dan berperan serta secara penuh dalam
kegiatan-kegiatan di Kawasan.
Pasal
145
Perlindungan lingkungan laut
Perlindungan lingkungan laut
Tindakan-tindakan yang perlu
berkenaan dengan kegiatan-kegiatan di Kawasan harus diambil sesuai dengan
Konvensi ini untuk menjamin perlindungan yang efektif terhadap lingkungan laut
dari akibat-akibat yang merugikan yang mungkin timbul dari kegiatan-kegiatan
tersebut. Untuk tujuan ini Otorita harus menetapkan ketentuan-ketentuan,
peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur yang tepat untuk inter alia :
(a) pencegahan, pengurangan
dan pengendalian pencemaran dan bahaya-bahaya lainnya terhadap lingkungan laut,
termasuk garis pantai, dan gangguan terhadap keseimbangan ekologis lingkungan
laut, dengan memberikan perhatian khusus pada kebutuhan akan perlindungan terhadap
akibat-akibat buruk dari kegiatan-kegiatan seperti pemboran, pengerukan,
penggalian, pembuangan limbah, pembangunan dan operasi atau pemeliharaan
instalasiinstalasi, saluran-saluran pipa dan peralatan-peralatan lainnya yang
bertalian dengan kegiatan-kegiatan itu.
(b) perlindungan dan
konservasi kekayaan-kekayaan alam Kawasan dan pencegahan kerusakan terhadap
flora dan fauna lingkungan laut.
Pasal
146
Perlindungan kehidupan manusia
Perlindungan kehidupan manusia
Berkenaan dengan
kegiatan-kegiatan di kawasan, tindakan-tindakan yang perlu harus diambil untuk
menjamin perlindungan yang efektif bagi kehidupan manusia. Untuk tujuan ini
Otorita harus menetapkan ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan
prosedur-prosedur yang tepat untuk melengkapi hukum internasional yang ada sebagaimana
terdapat dalam perjanjianperjanjian yang relevan.
Pasal
147
Akomodasi kegiatan-kegiatan di Kawasan dan dalam
lingkungan laut
Akomodasi kegiatan-kegiatan di Kawasan dan dalam
lingkungan laut
1. Kegiatan-kegiatan di
Kawasan harus dilaksanakan dengan memperhatikan secara layak kegiatan-kegiatan
lainnya dalam lingkungan laut.
2. Instalasi-instalasi
yang digunakan untuk melakukan kegiatan-kegiatan di Kawasan harus memenuhi
syarat-syarat berikut :
(a) instalasi-instalasi
tersebut harus dibangun, ditempatkan dan dipindahkan semata-mata sesuai dengan
Bab ini dan tunduk pada ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan
prosedur-prosedur Otorita. Harus ada pemberitahuan secukupnya mengenai
pembangunan, penempatan dan pemindahan instalasi tersebut dan harus dipelihara
cara yang tetap untuk memberi peringatan akan adanya instalasi-instalasi
tersebut;
(b) instalasi-instalasi
tersebut tidak boleh dibangun di tempat yang dapat menimbulkan gangguan
terhadap penggunaan alur-alur laut yang diakui penting untuk pelayaran
internasional atau di daerah-daerah dimana terdapat kegiatan-kegiatan
penangkapan ikan yang padat.
(c) zona-zona pengaman harus
diadakan di sekitar instalasi-instalasi tersebut dengan tanda-tanda yang layak,
untuk menjamin keselamatan baik pelayaran maupun instalasi-instalasi tersebut.
Konfigurasi dan letak zona-zona pengaman tersebut tidak boleh sedemikian rupa
sehingga membentuk suatu jalur yang menghalangi jalan masuk yang sah dari
kapal-kapal ke zona maritim tertentu atau pelayaran melalui alur-alur laut
internasional.
(d) instalasi-instalasi
demikian harus digunakan semata-mata untuk maksud-maksud damai.
(e) instalasi-instalasi
tersebut tidak memiliki status sebagai pulau. Instalasi-instalasi tersebut
tidak memiliki laut teritorial sendiri, dan kehadirannya tidak mempengaruhi
penetapan garis batas laut teritorial, zona ekonomi eksklusif atau landas
kontinen.
3. Kegiatan-kegiatan lain
dalam lingkungan laut harus dilakukan dengan memperhatikan selayaknya
kegiatan-kegiatan di Kawasan.
Pasal
148
Peran serta Negara-negara berkembang dalam
kegiatan-kegiatan di Kawasan
Peran serta Negara-negara berkembang dalam
kegiatan-kegiatan di Kawasan
Peran serta
Negara-negara berkembang yang efektif dalam kegiatan-kegiatan di Kawasan harus
ditingkatkan sebagaimana diatur secara khusus dalam Bab ini, dengan
memperhatikan seperlunya kepentingan-kepentingan dan Kebutuhan khusus
Negara-negara tersebut, dan terutama kepentingan khusus Negara-negara tak
berpantai dan geografis tak beruntung diantara mereka untuk mengatasi
rintangan-rintangan yang timbul karena letaknya yang tidak menguntungkan,
termasuk letaknya yang jauh dari Kawasan dan kesukaran akses ke dan dari
Kawasan.
Pasal
149
Benda-benda purbakala dan bersejarah
Benda-benda purbakala dan bersejarah
Semua benda-benda purbakala dan yang mempunyai nilai sejarah
yang ditemukan di Kawasan harus dipelihara atau digunakan untuk kemanfaatan
umat manusia sebagai suatu keseluruhan, dengan memperhatikan secara khusus
hak-hak yang didahulukan dari Negara asal, atau Negara asal-kebudayaan, atau
Negara asal jarahan dan asal kepurbakalaan.
BAGIAN
3.
PENGEMBANGAN KEKAYAAN-KEKAYAAN DI KAWASAN
Pasal 150
Kebijaksanaan-kebijaksanaan berkenaan dengan
kegiatan-kegiatan di Kawasan
PENGEMBANGAN KEKAYAAN-KEKAYAAN DI KAWASAN
Pasal 150
Kebijaksanaan-kebijaksanaan berkenaan dengan
kegiatan-kegiatan di Kawasan
Kegiatan-kegiatan di Kawasan
sebagaimana diatur secara khusus dalam Bab ini, harus dilaksanakan sedemikian
rupa hingga membantu pengembangan ekonomi dunia yang sehat dan pertumbuhan
perdagangan internasional yang berimbang, dan untuk memajukan kerjasama
internasional bagi perkembangan secara menyeluruh semua Negara, khususnya
Negara-negara berkembang dengan maksud untuk menjamin :
(a) pengembangan kekayaan di
Kawasan;
(b) pengelolaan kekayaan
Kawasan secara tertib, aman dan rasional, termasuk pelaksanaan
kegiatan-kegiatan di Kawasan yang efektif dan pencegahan terjadinya limbah yang
tidak perlu sesuai dengan asas-asas konservasi yang sehat;
(c) perluasan kesempatan
untuk berperan serta dalam kegiatan-kegiatan demikian konsisten dengan pasal
144 dan 148;
(d) berperan serta dalam
pendapatan-pendapatan Otorita dan alih teknologi kepada Perusahaan dan
Negara-negara berkembang sebagaimana yang diatur dalam Konvensi ini;
(e) menambah tersedianya
mineral-mineral yang dihasilkan dari Kawasan sebagaimana diperlukan
bersama-sama dengan mineral-mineral yang dihasilkan dari sumber-sumber lain,
untuk menjamin persediaan mineral-mineral itu bagi konsumen;
(f) pengembangan tingkat
harga yang adil dan stabil yang memberi keuntungan bagi produsen dan layak bagi
konsumen atas mineral-mineral yang dihasilkan baik dari Kawasan maupun dari
sumber-sumber lain, dan pengembangan keseimbangan jangka panjang antara
penawaran dan permintaan;
(g) peningkatan kesempatan
bagi semua Negara Peserta, dengan tidak memandang sistem sosial dan ekonominya
atau letak geografinya, untuk berperan serta dalam pengembangan
kekayaan-kekayaan Kawasan dan pencegahan monopoli kegiatan di Kawasan;
(h) perlindungan bagi
Negara-negara berkembang dari akibat-akibat yang merugikan terhadap ekonomi dan
penerimaanpenerimaan ekspor mereka yang disebabkan oleh penurunan harga mineral
yang terkena, atau dalam volume ekspor-ekspor mineral itu, sejauh pengurangan
tersebut disebabkan oleh kegiatan di Kawasan sebagaimana diatur dalam pasal
151;
(i) pengembangan warisan
bersama untuk kemanfaatan umat manusia sebagai suatu keseluruh; dan
(j) syarat-syarat untuk
masuknya ke pasar-pasar bagi impor-impor mineral-mineral yang dihasilkan dari
kekayaankekayaan di Kawasan dan impor-impor komoditi-komoditi yang dihasilkan
dari mineral-mineral tersebut tidak boleh lebih menguntungkan dari pada yang
diberlakukan bagi impor-impor dari sumber-sumber lainnya.
Pasal
151
Kebijaksanaan-kebijaksanaan Produksi
Kebijaksanaan-kebijaksanaan Produksi
1.-- (a) Dengan tidak mengurangi sasaran-sasaran yang
tercantum dalam pasal 150 dan untuk melaksanakan ketentuan sub-ayat (h) pasal
tersebut Otorita, bertindak melalui forum-forum yang ada atau
pengaturan-pengaturan baru atau perjanjian-perjanjian yang tepat, dalam mana
semua pihak yang berkepentingan berperan serta, termasuk baik produsen-produsen
maupun konsumen-konsumen, harus mengambil tindakan-tindakan yang perlu untuk
meningkatkan pertumbuhan, efisiensi dan stabilitas pasar-pasar komoditi yang
dihasilkan oleh mineral-mineral yang berasal dari Kawasan, pada tingkat harga
yang memberi keuntungan bagi para produsen dan layak bagi para konsumen. Semua
Negara Peserta harus bekerja sama untuk mencapai tujuan ini.
(b) Otorita mempunyai hak
untuk berperan serta dalam setiap konperensi komoditi mengenai
komoditi-komoditi tersebut dan dimana semua pihak-pihak yang berkepentingan
termasuk para produsen dari konsumen, berperan serta. Otorita mempunyai hak
untuk menjadi pihak dalam setiap pengaturan dan perjanjian yang dihasilkan
konperensi tersebut. Peran serta Otorita dalam setiap badan yang dibentuk
menurut pengaturan-pengaturan atau perjanjian-perjanjian demikian harus
bertalian dengan produksi di Kawasan dan sesuai dengan ketentuanketentuan badan
tersebut yang relevan.
(c) Otorita harus melaksanakan
kewajiban-kewajibannya berdasarkan pengaturan atau perjanjian sebagaimana
disebut dalam ayat ini dengan cara yang menjamin pelaksanaan yang seragam dan
non-diskriminasi mengenai semua produksi mineral-mineral yang bersangkutan di
Kawasan. Dalam melakukan hal itu, Otorita harus bertindak dengan cara konsisten
dengan ketentuan-ketentuan kontrak-kontrak yang ada dan rencana kerja
Perusahaan yang telah disetujui.
2.-- (a) Selama
masa peralihan sebagaimana ditetapkan dalam ayat 3, produksi komersial tidak
dilakukan menurut rencana kerja yang sudah disetujui sampai operator telah
mengajukan permohonan untuk dan telah diberikan ijin produksi oleh Otorita.
Ijin produksi tersebut tidak boleh diajukan atau dikeluarkan untuk masa lebih
dari lima tahun sebelum produksi komersial pertama yang telah direncanakan
berdasarkan rencana kerja dimulai, kecuali dengan memperhatikan sifat dan waktu
perkembangan proyek, ketentuan-ketentuan, peraturanperaturan dan
prosedur-prosedur Otorita menentukan jangka waktu yang lain.
(b) Dalam permohonan ijin
produksi, operator harus menyebutkan secara tegas jumlah nikel setiap tahun
yang di harapkan akan didapatkan berdasarkan rencana kerja yang telah
disetujui. Permohonan tersebut harus memuat rencana pengeluaran-pengeluaran
yang dilakukan operator, setelah ia menerima ijin yang diperhitungkan secara
wajar untuk memungkinkannya memulai produksi komersial pada tanggal yang
direncanakan.
(c) untuk tujuan sub-ayat
(a) dan (b), Otorita harus menetapkan syarat-syarat pelaksanaan yang tepat
sesuai dengan Lampiran III pasal 17.
(d) Otorita harus
mengeluarkan ijin produksi untuk tingkat produksi yang diajukan, kecuali jika
jumlah tingkat itu dan tingkat-tingkat yang sudah diijinkan melampaui pagu
produksi nikel, sebagaimana yang diperhitungkan menurut ayat 4 dalam tahun
dikeluarkannya ijin produksi, selama tiap tahun produksi, yang direncanakan itu
masih berada dalam masa peralihan.
(e) apabila dikeluarkan,
ijin produksi dan permohonan yang disetujui itu akan menjadi bagian dari renana
kerja yang disetujui
(f) apabila permohonan
operator untuk ijin produksi ditolak menurut sub-ayat (d), setiap waktu
operator tersebut dapat mengajukan lagi permohonan kepada Otorita.
3. Masa peralihan akan
mulai berlaku lima tahun sebelum tanggal 1 Januari dari tahun dalam mana
produksi komersial pertama direncanakan dimulai berdasarkan rencana kerja yang
disetujui. Apabila produksi komersial pertama ditangguhkan lebih lama dari
tahun yang direncanakan semula, permulaan masa peralihan dan pagu produksi yang
diperhitungkan semula akan disesuaikan dengan penangguhan tersebut. Masa
peralihan akan berlangsung selama 25 tahun atau sampai akhir Konperensi
Peninjauan Kembali sebagaimana disebut dalam pasal 155 atau sampai hari mulai
berlakunya pengaturan-pengaturan atau perjanjian-perjanjian baru seperti
tersebut dalam ayat 1, yang mana saja yang paling dahulu. Otorita akan mulai
kembali memegang kekuasaan yang ditetapkan dalam pasal ini untuk sisa masa
peralihan jika pengaturan-pengaturan atau perjanjian-perjanjian tersebut telah
tidak berlaku lagi atau menjadi tidak efektif lagi karena sebab apapun.
4.-- (a) pagu
produksi untuk setiap tahun dalam masa peralihan adalah jumlah dari :
(i) perbedaan antara trend line values konsumsi
nikel, yang dihitung menurut sub-ayat (b) untuk satu tahun sebelum tahun
dimulainya produksi komersial pertama dan satu tahun sebelum dimulainya masa
peralihan; dan
(ii) enampuluh persen dari
perbedaan antara trend line values untuk konsumsi nikel, yang dihitung menurut
sub-ayat (b), untuk tahun ijin produksi yang diajukan dan satu tahun sebelum
tahun produksi komersial yang pertama.
(b) untuk tujuan sub-ayat (a) :
(i) trend line values yang
digunakan untuk menghitung pagu produksi nikel adalah nilai konsumsi nikel
tahunan berdasarkan trend line yang dihitung selama tahun mana ijin produksi
telah diberikan. Trend line akan didasarkan pada regresi linear dari logaritmus
konsumsi nikel yang sebenarnya untuk masa 15 tahun terakhir untuk mana data
tersebut masih tersedia, dengan faktor waktu sebagai variabel independen. Trend
line ini akan disebut trend line yang asli.
(ii) apabila tingkat
pertambahan tahun trend line yang asli kurang dari 3 persen, maka trend line
yang digunakan untuk menentukan jumlah yang disebut dalam sub-ayat (a) sebaliknya
adalah satu tingkat pertumbuhan/garis yang melampaui trend line yang asli pada
nilai untuk tahun pertama dari masa waktu 15 tahun yang relevan, dan bertambah
sebesar 3 persen setahun; tetapi dengan ketentuan bahwa pagu produksi yang
ditentukan untuk tiap tahun selama masa peralihan bagaimanapun tidak boleh
melebihi selisih antara trend line values yang asli untuk tahun itu dan trend
line values yang asli untuk satu tahun sebelum dimulainya masa peralihan.
5. Otorita harus
mencadangkan untuk produksi pertama Perusahaan sejumlah 38.000 metrik ton nikel
dari pagu produksi yang ada di hitung menurut ayat 4.
6.-- (a) seorang operator setiap tahunnya boleh
memproduksi kurang dari atau sampai 8 persen lebih dari tingkat produksi tiap
tahun mineral-mineral yang berasal dari nodul-nodul polimetalik sebagaimana
ditentukan dalam ijin produksinya, dengan ketentuan bahwa jumlah produksi
secara keseluruhan tidak boleh lebih dari apa yang ditentukan dalam ijin.
Setiap kelebihan di atas 8 persen hingga 20 persen pada setiap tahun, atau
setiap kelebihan dalam tahun pertama dan tahun-tahun berikutnya sesudah dua
tahun berturut-turut dalam waktu mana telah terjadi kelebihan, harus
dirundingkan dengan Otorita dimana operator diharuskan untuk mendapatkan ijin
produksi tambahan untuk menutup kelebihan tadi.
(b) permohonan-permohonan
untuk ijin produksi tambahan tersebut harus dipertimbangkan oleh Otorita hanya
sesudah semua permohonan yang belum diputuskan yang diajukan oleh
operator-operator yang belum menerima ijin produksi telah ditangani dan setelah
mempertimbangkan pula sepatutnya kemungkinan pemohonpemohon lainnya. Otorita
harus berpegang pada asas tidak melebihi jumlah produksi total yang diijinkan
menurut pagu produksi tiap tahun dalam masa peralihan. Otorita tidak akan
mengijinkan produksi berdasarkan rencana kerja manapun untuk suatu jumlah lebih
dari 46.500 metrik ton nikel tiap tahun.
7. Tingkat-tingkat
produksi logam-logam lain seperti tembaga, cobalt dan mangan yang diperoleh
dari nodul-nodul polimetalik yang diambil berdasarkan suatu ijin produksi,
tidak boleh lebih tinggi dari tingkat yang akan diproduksi seandainya operator
telah memproduksikan tingkat tertinggi nikel dari nodul-nodul tersebut menurut
pasal ini. Otorita harus menetapkan ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan
dan prosedur-prosedur sesuai dengan Lampiran III pasal 17 untuk melaksanakan
ketentuan ayat ini.
8. Hak-hak dan
kewajiban-kewajiban yang berhubungan dengan praktek-praktek ekonomi yang tidak
adil berdasarkan perjanjian-perjanjian perdagangan multilateral yang relevan,
harus diterapkan dalam eksplorasi dan eksploitasi mineral-mineral yang berasal
dari Kawasan. Dalam penyelesaian sengketa yang timbul berdasarkan ketentuan
ini, Negara-negara Peserta yang merupakan Pihak-pihak pada perjanjian-perjanjian
perdagangan multilateral tersebut harus menggunakan Prosedur-prosedur
Penyelesaian sengketa dalam Perjanjian-Perjanjian tersebut.
9. Otorita mempunyai
kekuasaan untuk membatasi tingkat produksi mineral-mineral yang berasal dari
kawasan, selain mineral-mineral yang berasal dari nodul-nodul polimetalik,
berdasarkan syarat-syarat dan dengan menggunakan metode-metode yang dianggap
memadai dengan menetapkan Peraturan-Peraturan yang sesuai dengan Pasal 161 ayat
8.
10. Atas rekomendasi Dewan berdasarkan
nasehat dari Komisi Perencanaan Ekonomi. Majelis harus menetapkan sistem ganti
rugi atau mengambil tindakan-tindakan lain berupa bantuan penyesuaian ekonomi
termasuk kerjasama dengan badan-badan khusus dan organisasi-organisasi
internasional lain untuk membantu Negara-negara berkembang yang menderita
akibat buruk yang berat terhadap penerimaan ekspor atau ekonomi mereka yang
diakibatkan oleh penurunan harga mineral atau jumlah ekspor mineral itu, sejauh
penurunan tersebut disebabkan oleh kegiatan-kegiatan di Kawasan. Otorita atas
permintaan harus memprakarsai penelaahan mengenai masalahmasalah yang dihadapi
oleh Negara-negara tersebut yang mungkin terkena pengaruh paling berat, dengan
maksud untuk memperkecil kesulitan-kesulitan dan membantu mereka dalam
penyesuaian ekonominya.
Pasal
152
Pelaksanaan kekuasaan-kekuasaan dan fungsi Otorita
Pelaksanaan kekuasaan-kekuasaan dan fungsi Otorita
1. Dalam melaksanakan
kekuasaan dan fungsinya, Otorita harus menghindarkan diskriminasi termasuk
dalam Pemberian kesempatan-kesempatan untuk kegiatan-kegiatan di Kawasan.
2. Namun sebagaimana
ditentukan khususnya dalam Bab ini, dibenarkan untuk memberikan
pertimbanganpertimbangan khusus kepada Negara-negara berkembang, termasuk
terhadap Negara tak berpantai dan Negara yang secara geografis tidak beruntung
diantara mereka.
Pasal
153
Sistem eksplorasi dan eksploitasi
Sistem eksplorasi dan eksploitasi
1. Kegiatan-kegiatan di
Kawasan harus diorganisasikan, dilaksanakan dan dikendalikan oleh Otorita atas
nama umat manusia sebagai suatu keseluruhan sesuai ketentuan pasal ini dan juga
ketentuan-ketentuan lain dalam Bab ini yang relevan dan Lampiran-lampiran yang
relevan serta ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur
Otorita.
2. Kegiatan-kegiatan
Kawasan harus dilaksanakan sebagaimana digambarkan pada ayat 3 :
(a) oleh Perusahaan, dan
(b) bersama-sama dengan Otorita oleh
Negara-negara Peserta atau perusahaan Negara, atau badan hukum atau perorangan
yang memiliki kebangsaan Negara-negara Peserta atau yang secara efektif
dikendalikan oleh mereka atau warganegara mereka, jika disponsori oleh
Negara-negara tersebut, atau oleh setiap kelompok yang disebut sebelumnya yang
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Bab ini dan dalam Lampiran III.
3. Kegiatan-kegiatan di
Kawasan harus dilaksanakan berdasarkan rencana kerja tertulis yang resmi yang
dibuat sesuai dengan Lampiran III dan disetujui oleh Dewan setelah ditelaah
oleh Komisi Hukum dan Teknik. Dalam hal kegiatankegiatan di Kawasan
dilaksanakan sebagaimana diijinkan oleh Otorita dan dilakukan oleh
satuan-satuan yang disebut dalam ayat 2 (b), rencana kerja, sesuai dengan
lampiran III pasal 3, harus dalam bentuk kontrak. Kontrakkontrak tersebut dapat
menetapkan pengaturan-pengaturan bersama sesuai dengan Lampiran III Pasal 11.
4. Otorita harus
mengadakan pengawasan terhadap kegiatan-kegiatan di Kawasan sebagaimana
diperlukan untuk menjamin dipenuhinya ketentuan Bab ini yang relevan dan
Lampiran-lampiran yang bersangkutan dengannya, dan ketentuan-ketentuan,
peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur Otorita serta rencana kerja yang disetujui
berdasarkan ayat 3. Negara-negara Peserta harus membantu Otorita dengan
mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk menjamin pemenuhan ketentuan
tersebut sesuai dengan pasal 139.
5. Otorita mempunyai hak
untuk setiap waktu mengambil tindakan apapun yang ditentukan dalam Bab ini
untuk menjamin dipenuhinya peraturan-peraturannya, dan pelaksanaan
fungsi-fungsi pengawasan dan pengaturan yang diberikan kepadanya menurut
ketentuan Bab ini atau berdasarkan kontrak apapun. Otorita mempunyai hak untuk memeriksa
semua instalasi di Kawasan yang digunakan sehubungan dengan kegiatan-kegiatan
di Kawasan.
6. Kontrak berdasarkan
ayat 3 harus memberikan kepastian kerja. Sesuai dengan itu kontrak tersebut
tidak boleh ditinjau kembali, ditangguhkan atau dihentikan kecuali berdasarkan
Lampiran III pasal 18 dan 19.
Pasal
154
Peninjauan kembali secara berkala
Peninjauan kembali secara berkala
Setiap lima tahun terhitung sejak
berlakunya Konvensi ini, Majelis harus mengadakan peninjauan kembali secara
umum dan sistimatis cara bagaimana rejim internasional Kawasan yang didirikan
dalam Konvensi ini beroperasi dalam praktek. Dalam rangka peninjauan ini,
Majelis boleh mengambil, atau menyarankan agar badan-badan lain mengambil,
tindakantindakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan prosedur-prosedur dalam
Bab ini dan Lampiran-lampiran yang berhubungan dengannya yang akan menuju pada
perbaikan pelaksanaan rejim.
Pasal
155
Konperensi Peninjauan Kembali
Konperensi Peninjauan Kembali
1. Lima belas tahun sejak
tanggal 1 Januari dari tahun produksi komersial yang pertama dimulai berdasarkan
suatu rencana kerja yang disetujui, Majelis harus mengadakan suatu konperensi
untuk meninjau kembali ketentuan-ketentuan dalam Bab ini dan Lampiran-lampiran
yang relevan yang mengatur sistem eksplorasi dan eksploitasi kekayaan-kekayaan
di Kawasan. Konperensi Peninjauan Kembali itu akan mempertimbangkan secara
terperinci, dalam rangka pengalaman yang diperoleh selama masa itu :
(a) apakah
ketentuan-ketentuan Bab ini yang mengatur sistem eksplorasi dan eksploitasi
kekayaan-kekayaan di Kawasan dalam segala hal telah mencapai tujuannya,
termasuk apakah ketentuan tersebut telah memberi manfaat bagi umat manusia
sebagai suatu keseluruhan;
(b) apakah, selama masa
limabelas tahun, daerah-daerah yang dicadangkan telah dieksploitasi dengan cara
efektif dan berimbang dibandingkan dengan daerah yang tidak dicadangkan;
(c) apakah pengembangan dan
penggunaan Kawasan dan kekayaan-kekayaannya telah dilaksanakan sedemikian rupa
sehingga membantu pengembangan ekonomi dunia yang sehat dan pertumbuhan
perdagangan internasional yang berimbang;
(d) apakah pemonopolian
kegiatan-kegiatan di Kawasan telah dicegah;
(e) apakah
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang ditentukan dalam pasal 150 dan 151 telah
dipenuhi; dan
(f) apakah sistem tersebut
telah mengakibatkan pembagian yang adil dari keuntungan-keuntungan yang
diperoleh dari kegiatan-kegiatan di Kawasan, dengan memperhatikan secara khusus
kepentingan-kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan Negara-negara berkembang;
2. Konperensi Peninjauan
Kembali harus menjamin terpeliharanya asas warisan bersama umat manusia sebagai
suatu keseluruhan, rejim internasional yang dibentuk untuk menjamin eksploitasi
yang adil dari kekayaan-kekayaan di Kawasan untuk kemanfaatan semua negara,
khususnya Negara-negara berkembang, dan suatu Otorita untuk mengorganisir,
melaksanakan dan mengawasi kegiatan-kegiatan di Kawasan. Koperensi itu juga
harus menjamin dipertahankannya asas-asas yang ditetapkan dalam Bab ini
berkenaan dengan peniadaan tuntutan atau pelaksanaan kedaulatan terhadap bagian
manapun dari Kawasan, hak-hak dan perilaku umum Negara-negara yang berkenaan
dengan kawasan, dan peran serta mereka dalam kegiatan-kegiatan di Kawasan
sesuai dengan Konvensi ini, pencegahan pemonopolian kegiatan-kegiatan di
Kawasan, penggunaan Kawasan semata-mata untuk maksudmaksud damai, aspek-aspek
ekonomi kegiatan-kegiatan di Kawasan, penelitian ilmiah kelautan, alih
teknologi, perlindungan lingkungan laut, perlindungan kehidupan manusia,
hak-hak Negara-negara pantai, status hukum perairan di atas Kawasan dan ruang udara
di atasnya dan akomodasi antara kegiatan-kegiatan di Kawasan dan
kegiatan-kegiatan lain di lingkungan laut.
3. Prosedur pengambilan
keputusan yang berlaku dalam Koperensi Peninjauan Kembali harus sama dengan
yang berlaku pada Konperensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Ketiga tentang Hukum
Laut. Koperensi itu harus mengadakan setiap usaha untuk mencapai persetujuan
atas setiap amandemen dengan cara konsensus dan tidak akan ada pemungutan suara
mengenai masalah-masalah tersebut sampai semua usaha untuk mencapai konsensus
telah dilakukan.
4. Jika lima tahun setelah
dimulainya Konperensi Peninjauan Kembali tidak dicapai persetujuan mengenai
sistem eksplorasi dan eksploitasi kekayaan-kekayaan Kawasan, maka dalam dua
belas bulan berikutnya Konperensi boleh memutuskan, dengan mayoritas tiga
perempat dari Negara-negara Peserta, untuk meratifikasi atau mengaksesi
amandemen-amandemen yang mengganti atau merubah sistem yang dianggapnya perlu
dan layak. Amandemen-amandemen tersebut akan berlaku bagi semua Negara Peserta
dua belas bulan setelah pendepositan piagam ratifikasi atau aksesi, oleh tiga
perempat dari Negara-negara peserta.
5. Amandemen-amandemen
yang diterima oleh Konperensi Peninjauan Kembali berdasarkan pasal ini tidak
akan mempengaruhi hak-hak yang telah diperoleh berdasarkan kontrak-kontrak yang
ada.
Bagian 4. OTORITA
Sub Bagian A. Ketentuan Umum
Pasal 156
Pembentukan Otorita
Sub Bagian A. Ketentuan Umum
Pasal 156
Pembentukan Otorita
1. Dengan ini dibentuk Otorita Dasar Laut Internasional (International Sea-Bed Authority) yang akan
berfungsi sesuai dengan Bab ini.
2. Semua Negara Peserta
ipso facto adalah anggota Otorita.
3. Para peninjau pada
Konperensi Peserikatan Bangsa-Bangsa Ketiga tentang Hukum Laut yang telah
menandatangani Akta Akhir (Final Act) dan yang tidak disebutkan dalam pasal 305
ayat 1 (c), (d), (e), atau (f), mempunyai hak untuk berperan serta dalam
Otorita sebagai peninjau, sesuai dengan ketentuan-ketentuan,
peraturan-peraturan dan prosedur-prosedurnya.
4. Otorita berkedudukan di
Jamaica.
5. Otorita dapat membentuk
pusat-pusat atau kantor-kantor regional yang dianggapnya perlu bagi pelaksanaan
fungsi-fungsinya.
Pasal 157
Sifat dan asas-asas dasar Otorita
1. Otorita adalah
organisasi yang melaluinya Negara-negara Peserta harus, sesuai dengan Bab ini,
mengatur dan mengawasi kegiatan-kegiatan di Kawasan, terutama dengan tujuan
untuk mengelola kekayaan-kekayaan di Kawasan.
2. Kekuasaan-kekuasaan dan
fungsi-fungsi Otorita adalah kekuasaan-kekuasaan dan fungsi-fungsi yang secara
tegas diberikan kepadanya berdasarkan Konvensi ini. Otorita mempunyai kekuasaan
insidental, konsisten dengan Konvensi ini, sebagaimana yang tersirat dalam dan
di perlukan untuk pelaksanaan kekuasaan-kekuasaan dan fungsi-fungsinya
berkenaan dengan kegiatan-kegiatan di Kawasan.
3. Otorita didasarkan atas
asas persamaan kedaulatan semua anggotanya.
4. Semua anggota Otorita,
harus memenuhi berdasarkan itikad baik kewajiban-kewajiban yang mereka pikul
sesuai dengan Bab ini untuk menjamin bagi mereka semua hak-hak dan
keuntungan-keuntungan yang timbul dari keanggotaannya.
Pasal
158
Badan-badan Otorita
Badan-badan Otorita
1. Dengan ini dibentuk
sebagai badan-badan utama Otorita, satu Majelis, satu Dewan dan satu
Sekretariat.
2. Dengan ini dibentuk
Perusahaan, badan melalui mana Otorita akan melakukan fungsi-fungsi yang
tersebut dalam pasal 170 ayat 1.
3. Badan-badan tambahan
yang dianggap perlu berdasarkan Bab ini.
4. Setiap badan utama
Otorita dan Perusahaan harus bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
kekuasaan-kekuasaan dan fungsi-fungsi yang diberikan kepadanya. Di dalam
pelaksanaan kekuasaan-kekuasaan dan fungsi-fungsinya tersebut, setiap badan
harus mencegah pengambilan tindakan apapun yang dapat menyimpang dari atau
menghalanghalangi pelaksanaan kekuasaan-kekuasaan dan fungsi-fungsi khusus yang
diberikan kepada badan lainnya.
SUBBAGIAN B.
MAJELIS
Pasal 159
Susunan, Prosedur dan pemungutan suara
1. Majelis terdiri dari semua anggota Otorita. Setiap anggota
mempunyai seorang wakil di Majelis, yang dapat didampingi oleh
pengganti-pengganti dan penasehat-penasehat.
2. Majelis akan bertemu dalam sidang tahunan yang tetap, dan di dalam
sidang-sidang khusus yang diputuskan oleh Majelis atau diadakan oleh Sekretaris
Jenderal atas permintanan Dewan atau atas permintaan mayoritas anggota Otorita.
3. Sidang-sidang akan diadakan di tempat kedudukan Otorita kecuali
jika ditentukan lain oleh Majelis.
4. Majelis harus menetapkan peraturan-peraturan dan
prosedur-prosedurnya sendiri. Pada permulaan setiap sidang tetapnya. Majelis
akan memilih Ketua I dan pejabat-pejabat lainnya yang dianggap perlu. Mereka
akan bertugas hingga terpilihnya Ketua dan pejabat-pejabat baru lainnya pada
sidang tetap berikutnya.
5. Mayoritas anggota Majelis akan merupakan suatu quorum.
6. Setiap anggota Majelis mempunyai satu suara.
7. Keputusan mengenai masalah prosedur, termasuk keputusan-keputusan
untuk mengadakan sidang-sidang khusus Majelis, harus diambil berdasarkan
mayoritas anggota yang hadir dan memberi suara.
8. Keputusan-keputusan mengenai masalah substansi akan diambil dengan
mayoritas dua pertiga dari anggota yang hadir dan memberikan Suara, dengan
ketentuan bahwa mayoritas tersebut mencakup mayoritas anggota yang ikut serta
dalam sidang. Jika timbul persoalan apakah suatu masalah merupakan masalah
substansi atau tidak, persoalan tersebut harus dianggap sebagai masalah
substansi kecuali jika ditentukan sebaliknya oleh Majelis dengan mayoritas yang
diperlukan untuk keputusan-keputusan mengenai masalah-masalah substansi.
9. Jika masalah substansi muncul dalam pemungutan suara untuk pertama
kali, maka Ketua, apabila diminta oleh paling sedikit seperlima anggota-anggota
Majelis, dapat dan harus menangguhkan masalah pemungutan suara mengenai
persoalan tersebut untuk satu jangka waktu yang tidak lebih dari lima hari
kalender. Ketentuan ini hanya boleh diterapkan sekali untuk setiap masalah dan
tidak boleh diterapkan sedemikian rupa sehingga menangguhkan pembahasan suatu
masalah sampai melewati akhir masa sidang.
10. Berdasarkan permintaan tertulis kepada Ketua yang disponsori oleh
tidak kurang dari seperempat jumlah anggota Otorita untuk memperoleh suatu
pendapat nasehat mengenai apakah suatu usul yang diajukan kepada Majelis
tentang masalah apapun sesuai dengan Konvensi ini, Majelis harus meminta Kamar
Sengketa Dasar Laut dari Pengadilan Internasional untuk Hukum Laut untuk
memberikan pendapat nasehatnya mengenai hal tersebut, dan harus menangguhkan
pemungutan suara mengenai usul itu sambil menunggu diterimanya pendapat nasehat
dari Badan. Jika pendapat nasehat itu tidak diterima sebelum minggu terakhir
dari sidang dimana pendapat nasehat itu dimintakan, Majelis harus memutuskan
kapan mereka akan bertemu untuk mengadakan pemungutan suara mengenai usul yang
ditangguhkan itu.
Pasal
160
Kekuasaan-kekuasaan dan fungsi-fungsi
Kekuasaan-kekuasaan dan fungsi-fungsi
1. Majelis sebagai satu-satunya, badan dari Otorita
yang terdiri dari semua anggota, merupakan badan tertinggi. Otorita kepada
siapa badan-badan utama lainnya bertanggung jawab sebagaimana secara khusus
ditetapkan dalam Konvensi ini. Majelis memiliki kekuasaan menetapkan
kebijaksanaan umum sesuai dengan ketentuan-ketentuan Konvensi ini yang relevan,
mengenai setiap masalah atau hal dalam batas kewenangan Otorita.
2. Sebagai tambahan,
kekuasaan-kekuasaan dan fungsi-fungsi majelis adalah :
(a) memilih anggota-anggota
Dewan sesuai dengan pasal 161;
(b) memilih Sekretaris
Jenderal dari antara calon-calon yang diusulkan oleh Dewan;
(c) memilih anggota Dewan
Pimpinan dan Direktur Jenderal Perusahaan atas rekomendasi Dewan;
(d) membentuk badan-badan
tambahan yang dianggapnya perlu bagi pelaksanaan fungsi-fungsinya sesuai dengan
Bab ini. Dalam menetapkan susunan badan tambahan ini harus dipertimbangkan
seperlunya asas pembagian geografis yang adil dan kepentingan-kepentingan
khusus serta kebutuhan akan anggota-anggota yang memenuhi syarat dan cakap dalam
masalah teknis yang relevan yang dihadapi oleh badan-badan tersebut;
(e) menaksir iuran-iuran
anggoga-anggota kepada anggaran administratif Otorita sesuai dengan skala
taksiran yang disepakati berdasarkan skala yang digunakan untuk anggaran tetap
Perserikatan Bangsa-Bangas, sampai Otorita mempunyai penghasilan yang cukup
dari sumber-sumber lain untuk memenuhi pengeluaranpengeluaran administratifnya;
(f) (i) atas rekomendasi Dewan, mempertimbangkan
dan menyetujui ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur
mengenai pembagian yang adil dari keuntungan-keuntungan keuangan dan ekonomi
lainnya yang berasal dari kegiatan-kegiatan di Kawasan, pembayaran-pembayaran
dan iuraniuran sesuai dengan pasal 82, dengan mempertimbangkan secara khusus
kepentingan-kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan Negara-negara berkembang dan
rakyat yang belum memperoleh kemerdekaan secara penuh atau status
berpemerintahan sendiri lainnya. Apabila Majelis tidak menyetujui rekomendasi
Dewan, maka Majelis akan mengembalikannya kepada Dewan untuk dipertimbangkan
kembali dengan mengingat pandangan yang telah dinyatakan oleh Majelis;
(ii) mempertimbangkan dan
menyetujui ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur
Otorita dan setiap perubahan-perubahan terhadapnya yang untuk sementara telah
diterima oleh Dewan sesuai dengan pasal 162 ayat 2 (0) (ii).
Ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur ini haruslah
berkaitan dengan prospekting, eksplorasi dan eksploitasi di Kawasan,
pengelolaan keuangan dan administrasi intern Otorita dan atas rekomendasi Dewan
Pimpinan Perusahaan mengenai pengalihan dana dari Perusahaan kepada Otorita;
(g) memutuskan tentang
pembagian yang adil mengenai keuntungan-keuntungan keuangan dan ekonomi lainnya
yang didapat dari kegiatan-kegiatan di Kawasan, sesuai dengan Konvensi ini dan
ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur Otorita;
(h) mempertimbangkan dan
menyetujui rancangan anggaran tahunan dari Otorita yang diajukan oleh Dewan;
(i) memeriksa
laporan-laporan berkala Dewan dan Perusahaan dan laporan-laporan khusus yang
dimintakan pada Dewan atau setiap badan Otorita lainnya;
(j) memprakarsai
diadakannya pengkajian dan mengajukan rekomendasi-rekomendasi yang bertujuan
untuk memajukan kerjajsama internasional mengenai kegiatan-kegiatan di Kawasan
dan mendorong perkembangan yang progresip dari hukum internasional yang
berkaitan dengan kegiatan-kegiatan tersebut dan pengkodifikasiannya;
(k) mempertimbangkan
masalah-masalah, yang bersifat umum yang bertalian dengan kegiatan-kegiatan di
Kawasan, khususnya yang dihadapi oleh Negara-negara berkembang, demikian pula
masalah-masalah yang dihadapi Negaranegara sehubungan dengan kegiatan-kegiatan
di Kawasan karena letak geografis mereka, terutama Negara-negara tak berpantai
dan Negara-negara yang secara geografis tidak beruntung;
(l) atas rekomendasi Dewan,
berdasarkan nasehat Komisi Perencanaan ekonomi, menetapkan suatu sistem ganti
rugi atau tindakan-tindakan bantuan penyesuaian ekonomi lainnya sebagaimana
ditentukan dalam pasal 151 ayat 10;
(m) menangguhkan pelaksanaan
hak-hak dan hak-hak istimewa keanggotaan sesuai dengan pasal 185;
(n) membahas setiap masalah
atau hal yang termasuk wewenang Otorita dan menentukan badan Otorita mana yang
harus menangani masalah atau hal demikian yang tidak secara khusus diserahkan
kepada suatu badan tertentu, konsisten dengan pembagian kekuasaan-kekuasaan dan
fungsi-fungsi diantara badan-badan Otorita.
SUBBAGIAN
C.
DEWAN
Pasal 161
Komposisi, Prosedur dan pemungutan suara
DEWAN
Pasal 161
Komposisi, Prosedur dan pemungutan suara
1. Dewan terdiri dari 36 anggota
Otorita yang dipilih oleh Majelis dengan urutan sebagai berikut :
(a) empat anggota diantara Negara-negara Peserta yang selama lima tahun
terakhir, berdasarkan statistik yang ada telah memakai lebih 2 persen dari seluruh
konsumsi dunia atau yang telah mempunyai impor bersih lebih 2 persen dari
seluruh impor dunia komoditi yang dihasilkan dari kategori-ketegori mineral
yang akan diperoleh dari Kawasan dan bagaimanapun juga, satu Negara dari Eropa
Timur (Sosialis), demikian juga pemakai terbesar;
(b) empat anggota diantara delapan Negara-negara Peserta yang mempunyai
investasi terbesar dalam persiapan untuk dan penyelenggaraan kegiatan di
Kawasan, baik secara langsung atau melalui warganegaranya termasuk paling
sedikit satu Negara dari daerah Eropa Timur (Sosialis);
(c) empat anggota diantara Negara-negara Peserta yang berdasarkan
produksi di kawasan dalam yuridiksi mereka merupakan eksportir-eksportir bersih
besar dari kategori-kategori mineral-mineral yagn akan diambil dari Kawasan,
termasuk paling sedikit dua Negara berkembang yang ekspor mineral tersebut
mempunyai pengaruh besar bagi ekonominya;
(d) enam anggota
diantara Negara-negara Peserta berkembang yang mewakili kepentingan-kepentingan
Khusus Kepentingan-kepentingan khusus yang diwakili harus mencakup kepentingan
Negara yang jumlah penduduknya besar, Negara-negara tak berpantai atau yang
secara geografis tidak beruntung, Negara-nengara yang merupakan importir besar
dari kategori mineral-mineral yang akan diperoleh dari Kawasan dan bagaimanapun
juga, satu Negara dari Eropa Timur (Sosialis), demikian juga pemakai terbesar;
(e) empat anggota diantara delapan Negara-negara Peserta yang mempunyai
investasi terbesar dalam persiapan untuk dan penyelenggaraan kegiatan di
Kawasan, baik secara langsung atau melalui warganegaranya termasuk paling
sedikit satu Negara dari daerah Eropa Timur (Sosialis);
(f) empat anggota diantara Negara-negara Peserta yang berdasarkan
produksi di kawasan dalam yuridiksi mereka merupakan eksportir-eksportir bersih
besar dari kategori-kategori mineral-mineral yagn akan diambil dari Kawasan,
termasuk paling sedikit dua Negara berkembang yang ekspor mineral tersebut
mempunyai pengaruh besar bagi ekonominya;
(g) enam anggota diantara Negara-negara Peserta berkembang yang
mewakili kepentingan-kepentingan Khusus Kepentingan-kepentingan khusus yang
diwakili harus mencakup kepentingan Negara yang jumlah penduduknya besar,
Negara-negara tak berpantai atau yang secara geografis tidak beruntung,
Negara-nengara yang merupakan importir besar dari kategori mineral-mineral yang
akan diambil dari Kawasan, Negara-negara yang merupakan produsen yang potensial
dari mineral-mineral tersebut, dan Negara-negara kurang berkembang;
(h) delapanbelas anggota dipilih sesuai dengan asas untuk menjamin
pembagian kursi secara geografis yang adil dalam Dewan sebagai suatu
keseluruhan, dengan ketentuan bahwa setiap daerah geografis harus mempunyai
paling sedikit satu anggota yang dipilih berdasarkan sub-ayat ini. Untuk tujuan
ini yang dimaksud dengan daerah-daerah geografis adalah Afrika, Asia, Eropa
Timur (Sosialis), Amerika Latin dan Eropa Barat dan Lain-lain.
2. Dalam memilih anggota-anggota
Dewan sesuai dengan ayat 1, Majelis harus menjamin bahwa :
(a) Negara-negara tak berpantai dan Negara-negara yang secara
geografis tidak beruntung diwakili hingga pada taraf yang cukup sebanding
dengan perwakilan mereka dalam Majelis;
(b) Negara-negara pantai, terutama Negara-negara berkembang yang tidak
memenuhi persyaratan berdasarkan ayat 1 (a), (b), (c) dan (d) diwakili hingga
pada taraf yang cukup sebanding dengan perwakilan mereka dalam Majelis;
(c) setiap kelompok Negara-negara Peserta yang akan diwakili dalam
Dewan, diwakili oleh anggota-anggota kelompok itu, jika ada, yang diusulkan oleh
kelompok tersebut.
3. Pemilihan-pemilihan
akan dilakukan dalam sidang-sidang tetap Majelis. Setiap anggota Dewan dipilih
untuk masa kerja empat tahun. Akan tetapi, di dalam pemilihan pertama, masa
jabatan dari setengah anggota-anggota setiap kelompok tersebut dalam ayat 1
haruslah dua tahun.
4. Anggota-anggota Dewan
dapat dipilih kembali, akan tetapi harus diperhatikan keinginan untuk
mengadakan pergiliran keanggotaan.
5. Dewan melaksanakan
fungsinya di tempat kedudukan Otorita, dan bersidang sesering kepentingan
Otorita menghendakinya tetap tidak kurang dari tiga kali setahun.
6. Mayoritas anggota Dewan
akan merupakan suatu quorum.
7. Setiap anggota Dewan
mempunyai satu suara.
8.-- (a) Keputusan-keputusan
mengenai masalah-masalah prosedur diambil dengan mayoritas dari anggota yang
hadir dan memberikan suara.
(b) Keputusan-keputusan
mengenai masalah-masalah substansi yang timbul berdasarkan ketentuan-ketentuan
berikut ini diambil dengan mayoritas duapertiga dari anggota-anggota yang hadir
dan memberikan suara, dengan ketentuan bahwa mayoritas tersebut mencakup
mayoritas anggota-anggota Dewan : pasal 162, ayat 2, sub-ayat (f); (g);
(h); (i); (n); (p); (v); Pasal 191.
(c) Keputusan-keputusan
mengenai masalah-masalah substansi yang timbul menurut ketentuan-ketentuan
berikut ini harus diambil dengan mayoritas tiga perempat dari anggota yang
hadir dan memberikan suara, dengan ketentuan bahwa mayoritas tersebut mencakup
mayoritas dari pada anggota Dewan : pasal 162 ayat 1; pasal 162 ayat 2 sub
ayat (a); (b); (c); (d); (e); (l); (q); (r); (s); (t); (u) dalam hal-hal tidak
dipenuhinya kewajiban oleh seorang kontraktor atau oleh sponsor; (w) dengan
ketentuan bahwa perintah-perintah yang dikeluarkan berdasarkan sub-ayat ini
dapat mengikat tidak lebih dari 30 hari kecuali jika dikuatkan oleh suatu
keputusan yang diambil sesuai dengan sub-ayat (d); pasal 162, ayat 2, sub-ayat
(x); (y); (z); pasal 162 ayat 2; pasal 174 ayat 3; Lampiran IV pasal 17.
(d) Keputusan-keputusan
mengenai masalah-masalah substansi yang timbul menurut ketentuan-ketentuan
berikut ini harus diputuskan dengan mufakat : pasal 162 ayat 2 (m) dan (o); menyetujui
amandemen-amandemen terhadap Bab XI.
(e) Untuk tujuan sub-ayat
(d); (f); dan (g), “mufakat” berarti tidak adanya suatu keberatan resmi apapun.
Dalam jangka waktu 14 hari setelah diserahkannya usul kepada Dewan, Ketua Dewan
menentukan apakah akan terdapat suatu keberatan resmi terhadap usul tersebut.
Jika Ketua menetapkan bahwa akan ada keberatan demikian, Ketua dalam waktu tiga
hari setelah penetapan tersebut, membentuk dan menyidangkan suatu Panitia
konsiliasi yang beranggotakan tidak lebih dari sembilan anggota Dewan yang
diketahuinya sendiri dengan tujuan untuk mempertemukan perbedaan-perbedaan
pendapat dan mengajukan usul yang dapat diterima secara konsensus. Panitia
konsiliasi harus bekerja secepatnya dan melapor pada Dewan dalam waktu empat
belas hari setelah pembentukannya. Apabila Panitia konsiliasi tidak mampu
merekomendasikan suatu usul yang dapat diterima dengan konsensus, maka Panitia
itu dalam laporannya harus memaparkan dasar Penolakan usul itu.
(f) Keputusan-keputusan
mengenai masalah-masalah yang tidak disebutkan di atas, yang merupakan wewenang
Dewan berdasarkan ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan
prosedur-prosedur Otorita atau secara lain harus diputuskan sesuai dengan
sub-ayat pasal ini sebagaimana ditentukan dalam ketentuan-ketentuan,
peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur atau, apabila tidak ditentukan di
dalamnya, maka sesuai dengan sub-ayat ini yang ditentukan Dewan sedapat mungkin
sebelumnya dengan konsensus.
(g) Apabila timbul persoalan
apakah suatu masalah itu termasuk di bawah sub-ayat (a); (b); (c) atau (d), maka
masalah tersebut harus diperlakukan sebagai termasuk dalam ketentuan sub-ayat
yang memerlukan mayoritas yang lebih tinggi atau mayoritas tertinggi atau
konsensus, sesuai dengan keadaannya, kecuali jika ditetapkan oleh Dewan
berdasarkan mayoritas tersebut atau dengan konsensus.
9. Dewan harus menetapkan
prosedur dengan mana satu anggota Otorita yang tidak diwakili dalam Dewan dapat
mengirim seorang Wakil untuk menghadiri rapat Dewan apabila diminta oleh
anggota tersebut, atau apabila suatu persoalan yang sangat membawa pengaruh
padanya sedang dibahas. Wakil demikian berhak turut serta dalam pembahasan
tetapi tidak mempunyai hak suara.
Pasal
162
Kekuasaan-kekuasaan dan fungsi-fungsi
Kekuasaan-kekuasaan dan fungsi-fungsi
1. Dewan adalah badan eksekutif Otorita. Dewan mempunyai kekuasaan
untuk menetapkan sesuai dengan ketentuan Konvensi ini dan kebijaksanaan umum
yang ditetapkan oleh Majelis kebijaksanaan-kebijaksanaan khusus yang harus
dijalankan oleh Otorita mengenai setiap masalah dan hal yang menjadi wewenang
Otorita.
2. Selain itu Dewan harus :
(a) mengawasi dan mengkoordinasikan pelaksanaan ketentuan-ketentuan Bab
ini mengenai semua masalah dan hal dalam batas kewenangan Otorita dan meminta
perhatian Majelis mengenai kasus-kasus yang tidak memenuhi ketentuan Bab ini;
(b) mengusulkan kepada Majelis
suatu daftar calon untuk pemilihan Sekretaris Jenderal;
(c) merekomendasikan kepada Majelis calon-calon untuk dipilih sebagai
anggota-anggota Dewan Pimpinan dan Direktur Jenderal Perusahaan;
(d) dimana perlu dan dengan memperhatikan faktor ekonomis dan efisiensi
membentuk badan tambahan yang mungkin diperlukan untuk pelaksanaan
fungsi-fungsinya sesuai dengan Bab ini. Dalam komposisi badan tambahan tekanan
harus diberikan pada kebutuhan akan anggota-anggota yagn cakap dan ahli dalam
masalahmasalah teknis yagn relevan yang teramsuk urusan badan-badan tersebut
dengan ketentuan bahwa harus diperhatikan asas pembagian geografis yang adil
dan kepentingan-kepentingan khusus lainnya;
(e) menetapkan ketentuan-ketentuan mengenai prosedur termasuk metoda
pemilihan Ketua Dewan;
(f) atas nama Otorita dan dalam batas kewenangannya mengadakan
perjanjian-perjanjian dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan
organisasi-organisasi internasional lainnya dengan persetujuan Majelis;
(g) mengkaji laporan-laporan Perusahaan dan meneruskannya kepada
Majelis beserta rekomendasi-rekomendasinya;
(h) menyampaikan kepada Majelis laproan-laporan tahunan dan
laporan-laporan khusus lainnya yang dapat diminta oleh Majelis;
(i) mengeluarkan petunjuk bagi Perusahaan sesuai dengan pasal 170;
(j) menyetujui rencana-rencana kerja sesuai dengan lampiran III pasal 6. Dewan harus
menentukan sikap dalam jangka waktu 60 dan setelah penyerahan oleh Komisi Hukum
dan Teknik dalam satu sidang Dewan sesuai dengan prosedur-prosedur
berikut :
(i) apabila omisi merekomendasikan diterimanya suatu rencana kerja,
maka rencana kerja itu dianggap telah diterima oleh Dewan apabila dalam jangka
waktu 14 hari tidak ada anggota Dewan menyampaikan kepadaKetua suatu keberadaan
tertulis yang menyatakan tidak terpenuhinya persyaratan dalam Lampiran III pasal 6. Dalam hal terdapat
suatu keberatan, maka berlaku prosedur konsiliasi seperti tercantum dalam pasal 161, ayat (8 (e). Apakah pada akhir
proses konsiliasi, keberatan itu tetap dipertahankan, maka rencana kerja itu
dianggap telah disetujui oleh Dewan kecuali jika Dewan menolak dengan konsensus
diantara anggotanya dengan mengecualikan setiap Negara atau Negara-negara
pemohon atau sponsor pemohon;
(ii) apabila Komisi merekomendasikan ditolaknya suatu rencana kerja
atau sama sekali tidak mengajukan rekomendasinya, Dewan dapat memutuskan untuk
menyetujui rencana kerja itu dengan mayoritas tiga perempat dari anggota yagn
hadir dan memberikan suara, dengan ketentuan bahwa mayoritas tersebut mencakup
mayoritas dari anggota yang berperan serta dalam sidang itu;
(k) menyetujui rencana-rencana kerja yang diserahkan oleh Perusahaan
sesuai dengan Lampiran IV pasal 12, dengan menerapkan,
mutatis mutandis, prosedur-prosedur yang ditetapkan dalam sub-ayat (j);
(l) melakukan pengawasan atas kegiatan-kegiatan di Kawasan sesuai
dengan pasal 153 ayat 4, dan ketentuan
peraturan-peraturan serta prosedur-prosedur Otorita;
(m) berdasarkan rekomendasi dari Komisi Perencanaan Ekonomi mengambil
tindakan yang perlu dan tepat sesuai
dengan pasal 150 sub-ayat (h), untuk memberikan
perlindungan terhadap akibat-akibat ekonomi yang merugikan, sebagaimana
disebutkan di dalamnya;
(n) menyampaikan rekomendasi kepada Majelis, berdasarkan saran dari
Komisi Perencanaan Ekonomi, bagi suatu sistem ganti rugi atau tindakan-tindakan
penyesuaian ekonomi lainnya sebagaimana diatur dalam pasal 151 ayat 10;
(o)-- (i) merekomendasikan pada Majelis ketentuan-ketentuan,
peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur tentang pembagian
keuntungan-keuntungan dan keuntungan ekonomi lainnya yang adil yang diperoleh
dari kegiatan-kegiatan di Kawasan dan pembayaran serta iuran yang diadakan
menurut pasal 82, dengan memperhatikan secara
khusus kepentingan dan kebutuhan Negara-negara berkembang dan bangsabangsa yang
belum mencapai kemerdekaan penuh atau status berpemerintah sendiri;
(ii) menetapkan dan melaksanakan untuk sementara, sambil menunggu
persetujuan Majelis, ketentuanketentuan, peraturan-peraturan dan
prosedur-prosedur Otorita, dan setiap usul perubahan terhadapnya, dengan
memperhatikan rekomendasi-rekomendasi dari Komisi Hukum dan Teknik atau badan
kelengkapan subsider lainnya yang bersangkutan. Ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan
dan prosedur-prosedur ini harus berkaitan degnan prospekting, eksplorasi dan
eksploitasi di Kawasan, dan pengelolaan keuangan dan administrasi intern
Otorita. Prioritas harus diberikan pada penetapan ketentuan-ketentuan,
peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur mengenai eksplorasi dan eksploitasi
nodul-nodul polimetalik. Ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan
prosedur-prosedur mengenai eksplorasi dan eksploitasi kekayaan apapun selain
nodul-nodul polimetalik harus ditetapkan dalam waktu tiga tahun sejak
diajukannya permohonan kepada Otorita oleh anggota-anggota manapun untuk
menetapkan ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur yang
berkenaan dengan kekayaan tersebut. Semua ketentuan, peraturan dan prosedur
harus tetap berlaku sementara hingga disetujui Majelis atau sampai dirubah oleh
Dewan dalam rangka pendapat-pendapat yang dinyatakan oleh Majelis.
(p) meninjau pemungutan semua pembayaran yang harus dilakukan oleh atau
kepada Otorita sehubungan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan menurut Bab
ini;
(q) memilih diantara para pemohon yang mengajukan permohonan ijin
produksi sesuai dengan Lampiran III pasal 7, dalam hal pemeliharaan tersebut
diharuskan oleh ketentuan itu;
(r) mengajukan rancangan anggaran tahunan Otorita keapda majelis untuk
dimintakan persetujuannya;
(s) mengajukan rekomendasi-rekomendasi kepada Majelis berkenan dengan
kebijaksanaan mengenai setiap masalah atau hal yang termasuk wewenang Otorita;
(t) mengajukan rekomendasi kepada Majelis berkenaan dengan penangguhan
pelaksanaan hak-hak dan hak-hak istimewa keanggotaan sesuai dengan pasal 185;
(u) atas nama Otorita mengajukan perkara di hadapan Kamar Sengketa
Dasar Laut dalam hal terjadinya kelalaian;
(v) memberitahukan Majelis mengenai keputusan Kamar Sengketa Dasar Laut
atas perkara yang diajukan sebagaimana termaksud dalam sub-ayat (u),
menyampaikan rekomendasi yang dipandang perlu kepada Majelis berkenaan dengan
dengan tindakan-tindakan yang harus diambil;
(w) mengeluarkan perintah-perintah darurat yang dapat mencakup perintah
untuk penangguhan atau penyesuaian operasi, untuk mencegah kerusakan yang berat
bagi lingkungan laut yang terjadi karena kegiatan-kegiatan di Kawasan;
(x) tidak menyetujui daerah-daerah untuk eieksploitasikan oleh
kontraktor atau Perusahaan dalam hal terdapat bukti yang kuat yang menunjukkan
kemungkinan terjadinya kerusakan yang berat terhadap lingkungan laut;
(y) membentuk suatu badan tambahan untuk menyusun secara terperinci
rancangan ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur
keuangan berkenanan dengan :
(ii) pengaturan-pengaturan keuangan sesuai dengan Lampiran III pasal 13 dan pasal 17 ayat (c); (z) menetapkan mekanisme
yang tepat untuk mengendalikan dan mengawasi suatu staf inspektur-inspektur
yang akan melakukan pengawasan kegiatan-kegiatan di Kawasan untuk menetapkan
apakah Bab ini, ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur
Otorita serta ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat tiap kontrak dengan Otorita
telah dipenuhi.
Pasal
163
Badan-badan kelengkapan Dewan
Badan-badan kelengkapan Dewan
1. Dengan ini dibentuk badan-badan kelengkapan Dewan berikut :
(a) Komisi
Perencanaan Ekonomi;
(b) Komisi
Hukum Dan Teknis.
2. Tiap komisi terdiri dari 15 anggota yang dipilih oleh Dewan dari
antara calon-calon yang diusulkan oleh Negara Peserta. Akan tetapi apabila
perlu Dewan dapat memutuskan untuk menambah jumlah anggota tiap Komisi dengan
memperhatikan penghematan dan efisiensi.
3. Anggota Komisi harus mempunyai kecakapan yang tepat dalam bidang
kewenangan Komisi tersebut. Negara Peserta harus mengajukan calon-calon yang
memiliki tingkat memampuan dan integritas yang tinggi dengan kecakapaan dalam
bidang-bidang yang relevan untuk menjamin berfungsinya Komisi tersebut secara
efektif.
4. Dalam pemilihan anggota Komisi, perlu diperhatikan kebutuhan akan
adanya pembagian geografis yang adil dan diwakilinya kepentingan-kepentingan
khusus.
5. Tidak satu Negara Pesertapun dapat mengajukan lebih dari seorang
calon untuk Komisi yang sama. Tiada seorangpun dapat dipilih untuk duduk dalam
lebih dari satu Komisi.
6. Anggota-anggota Komisi menduduki jabatan itu untuk masa jabatan
lima tahun. Mereka dapat dipilih kembali untuk masa jabatan berikutnya.
7. Apabila seorang anggota Dewan meninggal dunia, tidak mampu atau
mengundurkan diri sebelum hagis masa jabatannya, Dewan harus memilih seorang
anggota dari kawasan geografis atau bidang kepentingan yang sama untuk sisa
masa jabatan tersebut.
8. Anggota Komisi tidak boleh mempunyai kepentingan keuangan dalam
kegiatan apapun yang bertalian dengan eksplorasi dan eksploitasi di Kawasan.
Dengan tidak mengurangi tanggung jawabnya kepada Komisi dimana mereka menjabat,
mereka tidak boleh membocorkan rahasia industri atau data pemilikan apapun yang
sudah dialihkan kepada Otorita sesuai dengan Lampiran III pasal 14, sekalipun masa
jabatan mereka telah berakhir, atau informasi lainnya yang bersifat rahasia
yang mereka ketahui karena tugasnya untuk Otorita.
9. Tiap Komisi harus melaksanakan fungsinya sesuai dengan pedoman dan
petunjuk yang dapat dibuat oleh Dewan.
10. Tiap Komisi harus merumuskan dan mengajukan kepada Dewan ketentuan-ketentuan
dan peraturan-peraturan yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Komisi yang
efisien untuk disetujui.
11. Prosedur-prosedur pengambilan keputusan Komisi akan ditetapkan
dengan ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur Otorita.
Rekomendasi-rekomendasi kepada Dewan dimana perlu harus disertai suatu
ringaksan tentang perbedaan pendapat dalam Komisi.
12. Tiap Komisi dalam keadaan biasa bertugas ditempat kedudukan
Otorita dan mengadakan pertemuan sesering hal itu diperlukan untuk pelaksanaan
fungsinya secara efesien.
13. Dalam melaksanakan fungsinya, tiap Komisi dimana layak dapat
meminta pendapat Komisi lainnya, badan kelengkapan yang berwenang manapuan dari
Perserikatan Bangsa-Bangsa atau badan-badan khususnya atau organisasi internasional
manapun yang mempunyai wewenang dalam pokok persoalan yang dimintakan
pendapatnya itu.
Pasal
164
Komisi Perencanaan Ekonomi
Komisi Perencanaan Ekonomi
1. Anggota-anggota Komisi Perencanaan Ekonomi harus mempunyai kecakapan
tepat seperti misalnya kecakapaan yang relevan dengan bidang pertambangan,
pengelolaan kegaitan-kegiatan kekayaan mineral, perdagangan atau perekonomian
internasional. Dewan harus berusaha untuk menjamin bahwa keanggotaan Komisi
mencerminkan semua kecakapan yang tepat. Komisi harus mencakup sekurang-kurangnya
dua anggota dari Negara berkembang yang ekspor dari kategori mineralnya yang
diambil dari Kawasan mempunyai pengaruh besar bagi perekonomiannya.
2. Komisi harus :
(a) Atas permintaan Dewan, mengusulkan tindakan-tindakan yang harus
diambil untuk melaksanakan keputusan yang bertalian dengan kegiatan-kegiatan di
Kawasan sesuai dengan Konvensi ini;
(b) meninjau kecenderungan-kecenderungan dan faktor-faktor yang
mempengaruhi penawaran, permintaan dan harga bahan-bahan yang dihasilkan dari
Kawasan, dengan mengingat kepentingan baik Negara pengimpor maupun pengekspor,
dan khususnya Negara berkembang diantara mereka;
(c) memeriksa setiap keadaan yang mungkin menjurus pada akibat-akibat
buruk yang dimaksudkan dalam pasal 150 sub-ayat (h), yang dikemukakan
kepadanya oleh Negara Peserta atau Negara-negara Peserta yang bersangkutan, dan
Komisi harus mengajukan rekomendasi-rekomendasi yang tepat kepada Dewan;
(d) mengusulkan kepada Dewanuntuk diajukan kepada Majelis suatu sistem
ganti rugi atau tindakan bantuan penyesuaian ekonomi lainnya bagi Negara-negara
berekbmang yang menderita akibat-akibat yang merugikan yang disebabkan oleh
kegiatan-kegiatan di Kawasan, sebagaimana ditentukan dalam pasal 150 ayat 10. Komisi harus mengajukan
rekomendasi-rekomendasi kepada Dewan yang diperlukan untuk penerapan sistem ini
atau tindakan-tindakan lain yang telah disetujui oleh Majelis dalm kasus-kasus
tertentu.
Pasal 165
Komisi Hukum dan Teknis
1. Anggota-anggota Komisi Hukum dan Teknis harus memilikiki kecakapan
yang tepat seperti kecakapan yang berkaitan dengan eksplorasi, eksploitasi dan
pengelolaan kekayaan mineral, oseanologi, perlindungan lingkungan laut atau
masalah-masalah ekonomi atau hukum yang bertalian dengan penambangan samudera
dan bidang-bidagn keahlian lain yang bersangkutan. Dewan harus berusaha untuk
menjamin bahwa keanggotaan dalam Komisi mencerminkan semua kecakapan yang
tepat.
2. Komisi harus :
(a) atas permintaan Dewan membuat rekomendasi-rekomendasi mengenai
pelaksanaan fungsi-fungsi Otorita;
(b) meninjau rencana-rencana kerja tertulis yang resmi mengenai
kegiatan-kegiatan di Kawsan sesuai dengan pasal 153 ayat 3, dan mengajukan
rekomendasi-rekomendasi yang tepat kepada Dewan. Komisi harus mendasarkan
rekomendasi-rekomendasinya semata-mata atas landasan sebagai yang dinyatakan
dalam Lampiran III dan harus melaporkan selengkapnya mengenai hal itu kepada
Dewan;
(c) atas permintaan Dewan, mengawasi kegiatan-kegiatan di Kawasan,
dimana layak, dengan musyawarah dan bekerja sama dengan setiap satuan yang
menjalankan kegiatan kegiatan tersebut atau Negara atau Negara-negara yang
bersangkutan dan melaporkan kepada Dewan;
(d) mempesiapkan perkiraan implikasi terhadap lingkungan dari
kegiatan-kegiatan di Kawasan;
(e) mengajukan rekomendasi-rekomendasi kepada Dewan mengenai
perlindungan lingkungan laut, dengan memperhitungkan pendapat para ahli yang
diakui dalam bidang itu;
(f) merumuskan dan menyampaikan kepada Dewan ketentuan-ketentuan,
peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur tersebut dalam pasal 162 ayat 2 (0), dengan
memperhitungkan segala faktor yang relevan termasuk perkiraan implikasi
lingkungan dari kegiatan-kegiatan di Kawasan;
(g) senantiasa mengadakan peninjauan atas ketentuan-ketentuan,
peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur tersebut dan dimana perlu menyarankan
kepada Dewan usul perubahan atas ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan
prosedur-prosedur itu yang dianggapnya perlu atau diinginkan;
(h) mengajukan rekomendasi-rekomendasi kepada Dewan mengenai
pembentukan suatu program monitoring yang secara teratur mengamati, mengukur,
menilai dan menganalisa menurut metoda ilmiah yang diakui ridiko dan akibat
pencemaran lingkungan laut yang disebabkan oleh kegiatan-kegaitan di Kawasan,
menjamin bahwa peraturan yang ada memadai dan ditaati serta emngkoordinasikan
pelaksanaan program monitoring yang telah disetujui Dewan;
(i) merekomendasikan kepada Dewan untuk mengajukan gugatan atas nama
Otorita di hadapan Kamar Sengketa Dasar Laut, sesuai dengan Bab ini dan
Lampiran-lampiran yang relevan dengan memperhatikan secara khusus pasal 187;
(j) mengajukan rekomendasi-rekomendasi kepada Dewan mengenai tindakan
yang akan diambil terhadap keputusan Kamar Sengketa Dasar Laut dalam perkara
yang diajukan sesuai dengan sub-ayat (i);
(k) mengajukan
rekomendasi-rekomendasi kepada Dewan untuk mengeluarkan perintah-peritnah
darurat yang dapat mencakup perintah-perintah untuk penangguhan atau
penyesuaian kegaitan guna mencegah kerusakan lingkungan laut yang berat yang
ditimbulkan oleh kegiatan-kegiatan di Kawasan
Rekomendasi-rekomendasi tersebut harus ditanggapi Dewan; berdasarkan perintah utama.
(l) merekomendasikan kepada Dewan untuk tidak menyetujui
Kawasan-kawasan untuk dieksploitasi oleh kontraktor atau Perusahaan, dalam hal
terdapat bukti kuat yang menunjukkan bahwa ada kemungkinan terjadi kerusakan
terhadap lingkungan laut yang berat.
(m) mengajukan rekomendasi-rekomendasi kepada Dewan mengenai petunjuk
dan pengawasan bagi suatu staf inspektur yang harus memeriksa kegiatan-kegiatan
di Kawasan untuk menentukan apakah ketentuan-ketentuan Bab ini,
ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur Otorita, dan
ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat setiap kontrak dengna Otorita ditaati;
(n) menghitung pagu produksi dan mengeluarkan ijin-ijin produksi atas
nama Otorita berdasarkan pasal 151 ayat 2 sampai dengan 7 setelah
diadakan pemilihan seperlunya di antara para pemohon ijin produksi oleh Dewan
sesuai dengan Lampiran III pasal 7.
3. Atas permintaan setiap Negara Peseta atau piha lain yang
berkepentingan, dalam melaksanakan tugas pengawasan dan pemeriksaan, anggota
Komisi harus disertai oleh seorang wakil dari Negara Peserta atau pihak lain
yang berkepentingan.
SUBBAGIAN
D.
SEKRETARIAT
Pasal 166
Sekretariat
SEKRETARIAT
Pasal 166
Sekretariat
1. Sekretariat Otorita terdiri dari seorang Sekretaris Jenderal dan
suatu Staf yang diperlukan Otorita.
2. Sekretaris Jenderal dipilih oleh Majelis untuk masa jabatan 4 tahun
dari antara calon-calon yang diusulkan oleh Dewan dan dapat dipilih kembali.
3. Sekretaris Jenderal adalah kepala pejabat administrasi Otorita dan
bertindak dalam kapasitas itu dalam semua pertemuan Majelis, Dewan dan badan
tambahan manapun, dan melaksanakan fungsi-fungsi adinistratif lainnya yang
diserahkan kepadanya oleh badan tersebut.
4. Sekretaris Jenderal harus membuat laporan tahunan kepada Majelis
mengenai pekerjaan Otorita.
Pasal
167
Staf Otorita
Staf Otorita
1. Staf otorita terdiri dari tenaga ilmiah dan teknis serta tenaga
lain yang cakap yang mungkin dibutuhkan untuk melaksanakan fungsi-fungsi
administratif Otorita.
2. Pertimbangan terpenting dalam penerimaan dan penempatan staf dan
dalam menetapkan syarat-syarat kerja, adalah kebutuhan untuk menjamin tingkat
efisiensi, kemampuan dan integritas yang setinggi-tingginya. Dengan tunduk pada
pertimbngan di atas, haus pula diperhatikan pentingnya peneriaman staf atas
dasar pembagian geografis seluas mungkin.
3. Staf ditunjuk
oleh Sekretaris Jenderal. Ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat pengangkatan
mereka, penggajian dan pemberhentian harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan,
peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur Otorita.
Pasal
168
Sifat internasional dari Sekretariat
Sifat internasional dari Sekretariat
1. Dalam melakukan kewajiban-kewajibannya, Sekretaris Jenderal dan
stafnya tidak akan meminta atau menerima instruksiinstruksi dari pemerintah
manapun atau dari pihak lain manapun selain Otorita. Mereka harus menghidarkan
diri dari sikap apapun yang dapat mempengaruhi kedudukan mereka sebagai pejabat
internasional Otorita yang bertanggung jawab hanya kepada Otorita. Setiap
Negara Peserta wajib menghormati sifat internasional yang eksklusif dari
kewajiban-kewajiban Sekretaris Jenderal dan Staf serta tidak akan berusaha
untuk mempengaruhi mereka dalam pelaksanaan kewajiban mereka. Setiap
pelanggaran tanggung jawab yang dilakukan oleh seorang anggota staf akan
diserahkan kepada mahkamah administratif yang tepat sesuai dengan yang
ditentukan dalam ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur
Otorita.
2. Sekretaris Jenderal dan stafnya tidak boleh mempunyai kepentingan
keuangan dalam kegiatan-kegiatan apapun yang bertalian dengan eksplorasi dan
eksploitasi di Kawasan. Sesuai dengan tanggung jawabnya terhadap Otorita,
mereka tidak boleh membuka rahasia industri atau data pemilikan Perusahaan yang
sudah dialihkan pada Otorita menurut Lampiran III pasal 14 atau informasi
lainnya yang bersifat rahasia yang dapat mereka ketahui karena jabatannya pada
Otorita, sekalipun jabatan mereka telah berakhir.
3. Pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban seorang anggota staf
Otorita sebagaimana tercantum dalam ayat 2, atas permintaan Negara Peserta yang
dirugikan oleh pelanggaran demikian atau perorangan atau badan hukum yang
disponsori oleh Negara Peserta sebagaimana ditentukan dalam pasal 153 ayat 2 b dan, yang dirugikan oleh
pelanggaran tersebut, harus diajukan oleh Otorita kepada suatu mahkamah
sebagaimana ditentukan dalam ketentuan-ketentuan, peraturan dan
prosedur-prosedur Otorita. Negara Peserta yang dirugikan berhak turut serta
dalam penyelesaian perkara. Sekretaris Jenderal harus memberhentikan anggota
staf yang bersangkutan, apabila direkomendasikan demikian oleh mahkamah.
4. Ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur
Otorita harus memuat ketentuan yang perlu guna pelaksanaan pasal ini.
Pasal
169
Konsultasi dan kerjasama dengan organisasi-organisasi internasional
dan organisasi-organisasi non-pemerintah
Konsultasi dan kerjasama dengan organisasi-organisasi internasional
dan organisasi-organisasi non-pemerintah
1. Sekretaris Jenderal dengan persetujuan Dewan akan membuat
pengaturan yang diperlukan mengenai hal-hal yang termasuk kewenangan Otorita,
untuk mengadakan konsultasi dan kerjasama dengan organisasi-organisasi
internasional dan organisasi-organisasi non-pemerintah yang diakui oleh Dewan
Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa.
2. Setiap organisasi dengan mana Sekretariat Jenderal telah mengadakan
suatu pengaturan berdasarkan ayat 1, dapat menunjuk wakil-wakil sebagai
peninjau untuk menghadiri pertemuan badan-badan Otorita sesuai dengan
ketentuan-ketentuan proseduril badan-badan tersebut. Prosedur-prosedur harus
ditetapkan untuk memperoleh pandangan-pandangan organisasi-organisasi demikian
dalam kasus-kasus yang bersangkutan.
3. Sekretaris Jenderal dapat membagikan kepada Negara-negara Peserta
laporan-laporan tertulis yang diserahkan kepadanya oleh organisasi-organisasi
non-pemerintah seperti tersebut dalam ayat 1 mengenai masalah-masalah yang
menjadi wewenang khusus mereka dan yang berkaitan dengan pekerjaan Otorita.
SUBBAGIAN E.
PERUSAHAAN
Pasal 170
Perusahaan
1. Perusahaan adalah badan Otorita yang harus melaksanakan
kegiatan-kegiatan di Kawasan secara langsung, sesuai dengan pasal 153 ayat 2 (a), maupun pengangkutan,
pengolahan dan pemasaran mineral-mineral yang dihasilkan dari Kawasan.
2. Perusahaan dalam rangka bertindak sebagai badan hukum internasional
Otorita, mempunyai kewenangan hukum sebagaimana ditetapkan dalam Statuta
seperti diatur dalam Lampiran IV. Perusahaan bertindak sesuai
dengan Konvensi ini dan ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan
prosedur-prosedur Otorita maupun kebijakan-kebijakan umum yang ditetapkan oleh
Majelis dan tunduk pada pengarahan dan pengawasan Dewan.
3. Kantor Pusat Perusahaan harus berada di tempat kedudukan Otorita.
4. Perusahaan, sesuai dengan pasal 173 ayat 2 dan Lampiran IV pasal 11, harus dilengkapi
dengan dana seperlunya yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugasnya dan harus
menerima teknologi sebagaimana dimaksud dalam pasal 144 dan ketentuan-ketentuan yang
relevan lainnya dari Konvensi ini.
SUBAGIAN
F.
PENGATURAN KEUANGAN OTORITA
Pasal 171
Dana-dana Otorita
PENGATURAN KEUANGAN OTORITA
Pasal 171
Dana-dana Otorita
Dana-dana Otorita meliputi :
(a) iuran anggota Otorita yang ditaksir sesuai dengan pasal 160 ayat 2 (e);
(b) dana-dana yang diterima Otorita sesuai dengan Lampiran III pasal 13 yang berkaitan dengan
kegiatan-kegiatan di Kawasan;
(c) dana-dana yang dipindahkan dari Perusahaan sesuai dengan Lampiran IV pasal 10;
(d) dana-dana yang berasal dari pinjaman sesuai desal dengan pasal 174;
(e) sumbangan-sumbangan sukarela dari anggota dan satuan-satuan
lainnya; dan
(f) pembayaran-pembayaran keapda suatu dana ganti rugi sesuai dengan pasal 151 ayat 10, yang sumber-sumbernya
akan disarankan oleh Komisi Perencanaan Ekonomi.
Pasal
172
Anggaran tahunan Otorita
Anggaran tahunan Otorita
Sekretaris Jenderal menyusun
rancangan anggaran tahunan Otorita yang diusulkan dan mengajukannya kepada
Dewan. Dewan akan mempertimbangkan rancangan anggaran tahunan yang diusulkan
tersebut dan mengajukannya kepada Majelis beserta rekomendasi-rekomendasinya.
Majelis akan mempertimbangkan dan menyetujui rancangan anggaran tahunan ini
sesuai dengan pasal
160, ayat 2 (h).
Pasal 173
Pengeluaran
Otorita
1. Iuran seperti dimaksud dalam pasal 171 sub-ayat (a), harus dibayarkan ke
dalam suatu rekening khusus untuk menutupi pengeluaran-pengeluaran
administratif Otorita hingga Otorita memiliki dana yang cukup dari
sumber-sumber lain untuk menutupi pengeluaran-pengeluaran tersebut.
2. Dana Otorita merupakan andalan
pertama bagi pengeluaran-pengeluaran administratif Otorita. Selain iuran yang
ditaksir seperti tersebut dalam pasal 171 sub-ayat (a), dana yang tersisa
setelah pembayaran pengeluaran-pengeluaran administratif boleh, inter alia :
(b) dipergunakan untuk
menyediakan dana bagi Perusahaan sesuai dengan pasal 170 ayat 4;
(c) digunakan untuk membayar
ganti rugi kepada Negara-negara berkembang, sesuai dengan pasal 151 ayat 10, dan pasal 160 ayat 2 (1).
Pasal
174
Wewenang
Otorita untuk meminjam
1. Otorita mempunyai wewenang
untuk meminjam dana.
2. Majelis menentukan batas-batas
wewenang Otorita untuk meminjam dalam peraturan-peraturan keuangan yang
ditetapkan sesuai dengan pasal 160 ayat 2 (f)
3. Dewan melaksanakan wewenang
Otorita untuk meminjam.
4. Negara-negara Peserta tidak
bertanggung jawab atas hutang-hutang Otorita.
Pasal
175
Pemeriksaan
keuangan tahunan
Catatan, pembukuan dan rekening
keuangan Otorita, termasuk laporan tahunan keuangan, diperiksa setiap tahun
oleh suatu pemeriksa keuangan yang independen yang ditunjuk oleh Dewan.
SUBBAGIAN
G.
STATUS HUKUM, HAK-HAK ISTIMEWA
DAN KEKEBALAN
Pasal 176
Status hukum
STATUS HUKUM, HAK-HAK ISTIMEWA
DAN KEKEBALAN
Pasal 176
Status hukum
Otorita memiliki status badan
hukum internasional dan kewenangan hukum yang diperlukan untuk melaksanakan
fungsi-fungsinya dan mencapai tujuannya.
Pasal
177
Hak-hak istimewa dan kekebalan
Hak-hak istimewa dan kekebalan
Untuk memungkinkan Otorita
melaksanakan fungsi-fungsinya Otorita menikmati dalam wilayah tiap Negara
Peserta, hak-hak istimewa dan kekebalan sebagaimana ditentukan dalam sub bagian
ini. Hak-hak istimewa dan kekebalan berkenaan dengan Perusahaan adalah
sebagaimana ditentukan dalam Lampiran VI pasal 13.
Pasal
178
Kekebalan dan tuntutan hukum
Kekebalan dan tuntutan hukum
Otorita, milik dan kekayaannya,
memiliki kekebalan dan tuntutan hukum kecuali dalam hal Otorita secara tegas
melepaskan kekebalannya dalam suatu perkara tertentu.
Pasal
179
Kekebalan dari penggeledahan dan setiap bentuk penyitaan
Kekebalan dari penggeledahan dan setiap bentuk penyitaan
Milik dan kekayaan Otorita, di
manapun letaknya dan siapapun yang menguasainya, kebal terhadap penggeledahan,
pengambilan, perampasan, pencabutan hak milik atau bentuk penyitaan lain apapun
yang dilakukan berdasarkan tindakan eksekutif atau legislatif.
Pasal
180
Pembebasan dari pembatasan-pembatasan, pengaturan-pengaturan,
pengawasan-pengawasan dan moratoria
Pembebasan dari pembatasan-pembatasan, pengaturan-pengaturan,
pengawasan-pengawasan dan moratoria
Milik dan kekayaan Otorita harus
bebas dari pembatasan-pembatasan pengaturan-pengaturan, pengawasan-pengawasan
dan moratoria dalam bentuk apapun juga.
Pasal
181
Arsip dan komunikasi resmi Otorita
Arsip dan komunikasi resmi Otorita
1. Arsip Otorita dan di manapun
berada tidak boleh diganggu gugat.
2. Data pemilikan,
rahasia-rahasia industri atau informasi serupa dan catatan personalia tidak
boleh ditempatkan dalam arsip yang terbuka bagi umum.
3. Bertalian dengan komunikasi
resminya, setiap Negara Peserta harus memberikan perlakuan yang sama baiknya
pada Otorita seperti yang diberikannya kepada organisasi internasional lainnya.
Pasal
182
Hak-hak istimewa dan kekebalan orang-orang tertentu yang ada hubungannya dengan Otorita
Hak-hak istimewa dan kekebalan orang-orang tertentu yang ada hubungannya dengan Otorita
Wakil-wakil Negara-negara Peserta
yang menghadiri sidang-sidang Majelis, Dewan, atau badan-badan kelengkapan dari
Majelis atau Dewan dan Sekretaris Jenderal dan staf Otorita, dalam setiap
wilayah Negara anggota menikmati :
(a) kekebalan dari proses hukum berkenaan dengan tindakan-tindakan yang
dilakukan mereka dalam menjalankan fungsinya, kecuali dalam hal Negara yang
mereka wakili atau Otorita, dimana perlu dengan tegas melepaskan kekebalan ini
dalam perkara tertentu;
(b) apabila mereka bukan warganegara Negara tersebut, kebebasan yang
sama dari pembatasan-pembatasan imigrasi, syarat-syarat pendaftaran orang asing
dan kewajiban-kewajiban dinas Negara, kemudahan yang sama berkenaan dengan
pembatasan valuta asing dan perlakuan yang sama bertalian dengan kemudahan-kemudahan
bepergian yang diberikan oleh negara tersebut kepada para wakil, pejabat dan
pegawai-pegawai dengan pangkat yang sama dari Negara-negara Peserta lainnya.
Pasal
183
Pembebasan dari pajak dan bea cukai
Pembebasan dari pajak dan bea cukai
1. Dalam ruang
lingkup kegiatan-kegiatannya yang resmi, Otorita, kekayaan milik penghasilan
dan operasi serta transaksinya yang diijinkan oleh Konvensi ini,
Pasal
178
Kekebalan dan tuntutan hukum
Kekebalan dan tuntutan hukum
Otorita, milik dan kekayaannya,
memiliki kekebalan dan tuntutan hukum kecuali dalam hal Otorita secara tegas
melepaskan kekebalannya dalam suatu perkara tertentu.
Pasal
179
Kekebalan dari penggeledahan dan setiap bentuk penyitaan
Kekebalan dari penggeledahan dan setiap bentuk penyitaan
Milik dan kekayaan Otorita, di
manapun letaknya dan siapapun yang menguasainya, kebal terhadap penggeledahan,
pengambilan, perampasan, pencabutan hak milik atau bentuk penyitaan lain apapun
yang dilakukan berdasarkan tindakan eksekutif atau legislatif.
Pasal
180
Pembebasan dari pembatasan-pembatasan, pengaturan-pengaturan,
pengawasan-pengawasan dan moratoria
Pembebasan dari pembatasan-pembatasan, pengaturan-pengaturan,
pengawasan-pengawasan dan moratoria
Milik dan kekayaan Otorita harus
bebas dari pembatasan-pembatasan pengaturan-pengaturan, pengawasan-pengawasan
dan moratoria dalam bentuk apapun juga.
Pasal
181
Arsip dan komunikasi resmi Otorita
Arsip dan komunikasi resmi Otorita
1. Arsip Otorita dan di manapun berada tidak boleh diganggu gugat.
2. Data pemilikan, rahasia-rahasia industri atau informasi serupa dan
catatan personalia tidak boleh ditempatkan dalam arsip yang terbuka bagi umum.
3. Bertalian dengan komunikasi resminya, setiap Negara Peserta harus
memberikan perlakuan yang sama baiknya pada Otorita seperti yang diberikannya
kepada organisasi internasional lainnya.
Pasal
182
Hak-hak istimewa dan kekebalan orang-orang tertentu yang ada hubungannya dengan Otorita
Hak-hak istimewa dan kekebalan orang-orang tertentu yang ada hubungannya dengan Otorita
Wakil-wakil Negara-negara Peserta yang menghadiri sidang-sidang
Majelis, Dewan, atau badan-badan kelengkapan dari Majelis atau Dewan dan
Sekretaris Jenderal dan staf Otorita, dalam setiap wilayah Negara anggota
menikmati :
(a) kekebalan dari proses hukum berkenaan dengan tindakan-tindakan yang
dilakukan mereka dalam menjalankan fungsinya, kecuali dalam hal Negara yang
mereka wakili atau Otorita, dimana perlu dengan tegas melepaskan kekebalan ini
dalam perkara tertentu;
(b) apabila mereka bukan warganegara Negara tersebut, kebebasan yang
sama dari pembatasan-pembatasan imigrasi, syarat-syarat pendaftaran orang asing
dan kewajiban-kewajiban dinas Negara, kemudahan yang sama berkenaan dengan
pembatasan valuta asing dan perlakuan yang sama bertalian dengan
kemudahan-kemudahan bepergian yang diberikan oleh negara tersebut kepada para
wakil, pejabat dan pegawai-pegawai dengan pangkat yang sama dari Negara-negara
Peserta lainnya.
Pasal
183
Pembebasan dari pajak dan bea cukai
Pembebasan dari pajak dan bea cukai
1. Dalam ruang
lingkup kegiatan-kegiatannya yang resmi, Otorita, kekayaan milik penghasilan
dan operasi serta transaksinya yang diijinkan oleh Konvensi ini,dibebaskan dari
semua pajak langsung dan atas barang-barang yang impor atau diekspor untuk
penggunaan yang resmi dibebaskan dari semua bea cukai Otorita tidak boleh
menuntut pembebasan pajak yang hanya merupakan pungutan untuk jasa yang
diberikan.
2. Apabila pembelian barang-barang atau jasa-jasa yang mempunyai nilai
yang sangat penting untuk kegiatan-kegiatan resmi Otorita dilakukan oleh dan
atas nama Otorita, dan apabila harga pembelian barang-barang atau jasa-jasa
tersebut mencakup pajak atau cukainya, maka Negara-negara Peserta akan
mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan dalam batas-batas yang dimungkinkan
guna memberikan pembebasan pajak atau cukai tersebut atau akan memberikan
pengembaliannya. Barang-barang yang diimpor atau dibeli dengan suatu pembebasan
pajak dan cukai sebagaimana ditetapkan dalam pasal ini tidak boleh dijual atau
dipindah tangankan dalam wilayah Negara Peserta yang telah memberikan
pembebasan itu kecuali dengan syarat yang telah disepakati bersama dengan
Negara Peserta yang bersangkutan.
3. Tiada pajak akan dipungut oleh Negara-negara Peserta atas atau
berkenaan dengan gaji dan pendapatan yang dibayarkan atau setiap bentuk
pembayaran lainnya yang dilakukan oleh Otorita kepada Sekretaris Jenderal dan staf
Otorita, maupun yang dibayarkan kepada para ahli yang melakukan tugas bagi
Otorita, yang bukan warganegara mereka.
SUBBAGIAN
H.
PEMBEKUAN PELAKSANAAN HAK-HAK DAN
HAK-HAK ISTIMEWA ANGGOTA
Pasal 184
Pembekuan pelaksanaan hak-hak suara
PEMBEKUAN PELAKSANAAN HAK-HAK DAN
HAK-HAK ISTIMEWA ANGGOTA
Pasal 184
Pembekuan pelaksanaan hak-hak suara
Satu Negara Peserta yang
menunggak pembayaran iuran keuangan kepada Otorita tidak mempunyai hak suara,
apabila jumlah pembayaran yang tertunggak itu sama atau melebihi jumlah iuran
yang harus dibayarkannya untuk dua tahun sebelumnya, namun demikian Majelis
dapat mengijinkan anggota tersebut untuk turut serta dalam pemungutan suara
apabila dapat diyakini bahwa tidak dilakukannya pembayaran itu disebabkan oleh
keadaan yang berada di luar kekuasaan Negara anggota.
Pasal
185
Pembekuan pelaksanaan hak-hak dan hak-hak istimewa
keanggotaan
Pembekuan pelaksanaan hak-hak dan hak-hak istimewa
keanggotaan
1. Suatu Negara Peserta yang telah secara terang-terangan dan terus
menerus melanggar ketentuan-ketentuan Bab ini dapat dibekukan haknya untuk
melaksanakan hak-hak dan hak-hak istimewa keanggotaannya oleh Majelis atas
rekomendasi Dewan.
2. Tiada satu tindakanpun dapat diambil berdasarkan ayat 1 sebelum
sengketa Dasar Laut menetapkan bahwa suatu Negara Peserta secara
terang-terangan dan terus menerus telah melanggar ketentuan-ketentuan Bab ini.
BAGIAN
5.
PENYELESAIAN SENGKETA DAN
PENDAPAT BERUPA NASEHAT
Pasal 186
Kamar Sengketa Dasar Laut Pengadilan Internasional untuk Hukum Laut
PENYELESAIAN SENGKETA DAN
PENDAPAT BERUPA NASEHAT
Pasal 186
Kamar Sengketa Dasar Laut Pengadilan Internasional untuk Hukum Laut
Pembentukan Kamar Sengketa Dasar Laut dan cara bagaimana
Kamar tersebut melaksanakan yurisdiksinya di atur oleh ketentuan-ketentuan
bagian ini, Bab XV dan Lampiran IV.
Pasal
187
Yurisdiksi Kamar Sengketa Dasar Laut
Yurisdiksi Kamar Sengketa Dasar Laut
Kamar Sengketa Dasar Laut mempunyai yurisdiksi berdasarkan Bab ini dan
Lampiran-lampiran yang bertalian dengannya dalam sengketa yang berkenaan dengan
kegiatan-kegiatan di Kawasan yang termasuk dalam kategori berikut :
(a) sengketa-sengketa antara Negara-negara Peserta perihal interpretasi
atau penerapan Bab ini dan Lampiran-lampiran yang bertalian dengannya;
(b) sengketa-sengketa Negara Peserta dan Otorita perihal :
(i) tindakan atau kelalaian Otorita atau suatu Negara Peserta yang
dituduhkan merupakan pelanggaran terhadap Bab ini atau lampiran-lampiran yang
bertalian dengannya atau ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan
prosedur-prosedur Otorita yang ditetapkan sesuai dengan Bab atau
Lampiran-lampiran tersebut;
(ii) tindakan Otorita yang dituduhkan merupakan hal yang melampaui
yurisdiksi atau suatu penyalahgunaan kekuasaan;
(c) sengketa antara para pihak dalam kontrak, yang merupakan Negara
Peserta, Otorita atau Perusahaan-perusahaan, perusahaan negara dan badan hukum
atau perorangan sebagaimana dimaksudkan dalam
pasal 153 ayat 2 (b), perihal :
(i) interpretasi atau penerapan suatu kontrak atau suatu rencana kerja
yang relevan; atau
(ii) tindakan atau kelalaian suatu pihak dalam kontrak bertalian dengan
kegiatan-kegiatan di Kawasan dan yang ditujukan kepada pihak lain atau yang
secara langsung merugikan kepentingan yang sah;
(d) sengketa antara Otorita dan seorang calon kontraktor yang
disponsori oleh suatu Negara sebagaimana ditentukan dalam pasal 153, ayat 2 (b) dan telah memenuhi
sebagaimana mestinya persyaratan yang dimaksudkan dalam Lampiran III pasal 4 ayat 6, dan pasal 13, ayat 2, perihal suatu kontrak
atau suatu permasalahan hukum yang timbul dalam perundingan mengenai kontrak
itu;
(e) sengketa antara Otorita dan suatu Negara Peserta suatu perusahaan
negara atau perorangan atau suatu badan hukum yang disponsori oleh suatu Negara
Peserta sebagaimana ditentukan dalam pasal 153, ayat 2 (b), dalam hal dituduhkan
bahwa Otorita berkewajiban memikul tanggung jawab sebagaimana ditentukan dalam Lampiran III pasal 22;
(f) setiap sengketa lainnya yang dalam Konvensi ini secara khusus
ditentukan termasuk yurisdiksi kamar.
Pasal
188
Penyerahan sengketa kepada suatu kamar khusus Pengadilan Internasional untuk Hukum Laut
atau suatu kamar ad hoc Kamar Sengketa Dasar Laut atau pada arbitrasi komersial yang mengikat
Penyerahan sengketa kepada suatu kamar khusus Pengadilan Internasional untuk Hukum Laut
atau suatu kamar ad hoc Kamar Sengketa Dasar Laut atau pada arbitrasi komersial yang mengikat
1. Sengketa antara Negara-negara Peserta yang dimaksudkan dalam pasal 187, sub-ayat (a), dapat
diserahkan :
(a) atas permintaan para pihak dalam sengketa, kepada suatu kamar
khusus Pengadilan Internasional untuk Hukum Laut yang akan dibentuk sesuai
dengan Lampiran VI pasal 15 dan 17; atau
(b) atas permintaan salah satu pihak dalam sengketa, kepada suatu kamar
ad hoc kamar Sengketa Dasar Laut yang akan dibentuk sesuai dengan Lampiran VI pasal 36;
2. a) Sengketa
perihal interpretasi atau penerapan suatu kontrak yang dimaksudkan dalam pasal 187, sub-ayat (c) (i) harus diserahkan,
atas permintaan salah satu pihak dalam sengketa, pada arbitrasi komersial yang
mengikat, kecuali jika para pihak bersepakat lain. Suatu mahkamah arbitrasi
komersial yang kepadanya sengketa itu diserahkan tidak mempunyai yurisdiksi
untuk mengambil keputusan atas setiap persoalan interpretasi Konvensi ini.
Apabila sengketa itu juga menyangkut suatu persoalan interpretasi Bab XI, dan lampiran-lampiran yang
bertalian dengannya, berkenaan dengan kegiatan-kegiatan di Kawasan, maka
persoalan itu harus diteruskan kepada Kamar Sengketa Dasar Laut untuk mendapatkan
keputusan.
(b) Apabila, pada permulaan
atau sewaktu arbitrasi demikian sedang berjalan, mahkamah arbitrasi menetapkan,
baik atas permintaan salah satu pihak dalam sengketa maupun proprio motu,
bahwa keputusannya tergantung pada suatu ketetapan Kamar Sengketa Dasar Laut,
maka mahkamah arbitrasi itu harus meneruskan persoalan demikian kepada Kamar
Sengketa Dasar Laut untuk diputuskan Mahkamah arbitrasi kemudian melanjutkan
memberikan keputusannya sesuai dengan ketetapan Kamar Sengketa Dasar Laut.
(c) Dalam hal tidak ada
suatu ketentuan dalam kotak mengenai prosedur arbitrasi yang akan ditetapkan
dalam sengketa tersebut, maka arbitrasi itu akan dilakukan sesuai dengan
Peraturan Arbitrasi UNCITRAL atau peraturan arbitrasi lain yang serupa sebagai
yang dapat ditetapkan dalam ketentuan-ketentuan peraturan-peraturan dan
prosedur-prosedur Otorita, kecuali para pihak dalam sengketa bersepakat lain.
Pasal
189
Pembatasan terhadap yurisdiksi berkenaan dengan keputusan Otorita
Pembatasan terhadap yurisdiksi berkenaan dengan keputusan Otorita
Kamar Sengketa Dasar Laut tidak mempunyai
yurisdiksi berkenaan dengan pelaksanaan kekuasaan diskresi oleh Otorita sesuai
dengan ketentuan Bab ini; bagaimanapun juga Kamar tidak boleh menempatkan
diskresinya sebagai pengganti bagi diskresi Otorita. Dengan tidak mengurangi
ketentuan pasal 191, dalam melaksanakan yurisdiksinya
menurut pasal 187, Kamar Sengketa Dasar Laut tidak
boleh mengambil keputusan mengenai persoalan apakah sesuatu
ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur Otorita sesuai
dengan Konvensi ini, juga tidak boleh menyatakan sesuatu ketentuan-ketentuan,
peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur demikian tidak sah. Yurisdiksi Kamar
dalam hal ini terbatas pada pengambilan keputusan terhadap tuntutan bahwa
penerapan sesuatu ketentuan-ketentuan, peraturanperaturan dan prosedur-prosedur
Otorita terhadap perkara individual dapat bertentangan dengan
kewajiban-kewajiban kontraktual para pihak dalam sengketa atau
kewajiban-kewajiban mereka berdasarkan Konvensi ini, tuntutan perihal ekses
yurisdiksi atau penyalahguanaan kekuasaan, dan terhadap tuntutan untuk kerugian
yang harus dibayarkan atau pengganti lain yang harus diberikan keapda pihak
yang bersangkutan karena kegagalan pihak lain untuk memenuhi
kewajiban-kewajiban kontraktualnya atau kewajiban-kewajibannya berdasarkan
Konvensi ini.
Pasal
190
Peran serta dan kehadiran Negara-negara Peserta sponsor dalam sidang perkara
Peran serta dan kehadiran Negara-negara Peserta sponsor dalam sidang perkara
1. Apabila perorangan atau suatu badan hukum merupakan suatu pihak
dalam sengketa yang dimaksudkan dalam pasal 187, maka Negara yang mensponsorinya
harus diberitahu mengenai hal itu dan mempunyai hak untuk berperan serta dalam
sidang perkara dengan menyerahkan pernyataan tertulis atau lisan.
2. Apabila diajukan
suatu gugatan terhadap suatu Negara Peserta oleh perorangan atau suatu badan
hukum, yang disponsori oleh Negara Peserta lain, dalam suatu sengketa yang
dimaksudkan dalam pasal 187, sub-ayat (c), maka Negara
tergugat dapat meminta kepada Negara yang mensponsori perorangan atau badan
hukum itu untuk hadir dalam sidang perkara itu atas nama perorangan atau badan
hukum tersebut. Dalam hal kehadiran Negara sponsor tidak dapat dilakukan Negara
tergugat dapat mengatur untuk diwakili oleh suatu badan hukum yang memiliki
kebangsaan Negara itu.
Pasal
191
Pendapat berupa nasihat
Pendapat berupa nasihat
Kamar Sengketa Dasar Laut harus
memberikan pendapat berupa nasehat atas permintaan Majelis atau Dewan mengenai
persoalan hukum yang timbul dalam ruang lingkup kegiatan mereka. Pendapat
demikian harus diberikan sebagai suatu hal yang mendesak.
BAGIAN
1.
KETENTUAN UMUM
Pasal 192
Kewajiban-kewajiban umum
KETENTUAN UMUM
Pasal 192
Kewajiban-kewajiban umum
Negara-negara mempunyai kewajiban
untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut.
Pasal
193
Hak kedaulatan Negara untuk mengeksploitasikan kekayaan alamnya
Hak kedaulatan Negara untuk mengeksploitasikan kekayaan alamnya
Negara-negara mempunyai hak
kedaulatan untuk mengeksploitasikan kekayaan alam mereka serasi dengan
kebijaksanaan lingkungan mereka serta sesuai pula dengan kewajiban mereka untuk
melindungi dan melestarikan lingkungan laut.
Pasal
194
Tindakan-tindakan untuk mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran lingkungan laut
Tindakan-tindakan untuk mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran lingkungan laut
1. Negara-negara harus mengambil segala tindakan yang perlu sesuai
dengan Konvensi, baik secara individual maupun secara bersama-sama menurut
keperluan untuk mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran lingkungan
laut yang disebabkan oleh setiap sumber dengan menggunakan untuk keperluan ini
cara-cara yang paling praktis yang ada pada mereka dan sesuai dengan kemampuan
mereka, selagi Negara-negara ini harus berusaha sungguhsungguh untuk
menyerasikan kebijaksanaan mereka dalam hal ini.
2. Negara-negara harus mengambil segala tindakan yang perlu untuk
menjamin agar kegiatan-kegiatan yang berada dibawah yurisdiksi atau pengawasan
mereka dilakukan dengan cara sedemikian rupa supaya tindakan-tindakan tersebut
tidak mengakibatkan kerusakan yang disebabkan oleh pencemaran kepada
Negara-negara lain dan lingkungannya, dan agar pencemaran yang timbul dari
tindakan-tindakan dan kegiatan dibawah yurisdiksi atau pengawasan mereka tidak
menyebar melampaui daerah-daerah yang ada di bawah pelaksanaan hak-hak
kedaulatan mereka sesuai dengan Konvensi ini.
3. Tindakan-tindakan yang diambil berdasarkan Bab ini harus meliputi
segala sumber pencemaran lingkungan laut. Tindakan-tindakan ini harus mencakup,
inter alia, tindakan-tindakan yang direncanakan untuk mengurangi sejauh
mungkin :
(a)
dilepaskannya bahan-bahan yang beracun, berbahaya atau mengganggu, khususnya
bahan-bahan yang persisten, yang berasal dari sumber daratan, dari atau melalui
udara, atau karena dumping;
(b)
pencemaran dari kendaraan air, terutama tindakan-tindakan untuk mencegah
kecelakaan dan yang berkenaan dengan keadaan darurat, untuk menjamin
keselamatan operasi di laut, untuk mencegah terjadinya pembuangan yang sengaja
atau tidak serta mengatur disain, konstruksi, peralatan, operasi dan tata awak
kendaraan air;
(c)
pencemaran dari instalasi-instalasi dan alat peralatan yang digunakan dalam
eksplorasi atau eksploitasi kekayaan alam dasar laut dan tanah dibawahnya,
khsususnya tindakan-tindakan untuk mencegah kecelakaan dan yang bertalian
dengan keadaan darurat, untuk menjamin keselamatan operasi laut, serta yang
mengatur disain, konstruksi, peralatan, operasi dan tata awak
instalasi-instalasi atau peralatan termaksud;
(d)
pencemaran dari lain-lain instalasi dan peralatan yang dioperasikan dalam
lingkungan laut, terutama tindakan-tindakan untuk mencegah kecelakaan dan yang
berkenaan dengan keadaan darurat, untuk menjamin keselamatan opeasi di laut,
serta mengatur disain, konstruksi, peralatan, operasi dan tata awak
instalasiinstalasi atau peralatan termaksud.
4. Dalam mengambil tindakan-tindakan untuk mencegah, mengurangi atau
mengendalikan pencemaran lingkungan laut, Negara-negara harus menjauhkan diri
dari campuran tangan yang tidak beralasan ke dalam kegiatan Negara lain dalam
mereka melaksanakan hak-hak mereka dan melakukan kewajiban-kewajiban mereka
sesuai dengan Konvensi ini.
5. Tindakan-tindakan yang diambil sesuai dengan Bab ini harus mencakup
di dalamnya tindakan-tindakan yang perlu untuk melindungi dan melestarikan
ekosistem yang langka atau yang rapuh maupun habitat bagi jenis-jenis yang
telah langka, yang terancam oleh kelangkaan atau yang dalam proses menjadi
langka serta lain-lain bentuk kehidupan laut.
Pasal
195
Kewajiban untuk tidak memindahkan kerusakan atau bahaya atau untuk
mengubah suatu jenis pencemaran ke dalam jenis pencemaran lain
Kewajiban untuk tidak memindahkan kerusakan atau bahaya atau untuk
mengubah suatu jenis pencemaran ke dalam jenis pencemaran lain
Dalam mengambil tindakan-tindakan
untuk mencegah, mengurangi atau mengendalikan pencemaran lingkungan laut,
Negara-negara harus bertindak sedemikian rupa agar tidak memindahkan, baik
secara langsung maupun tidak langsung, kerusakan atau bahaya dari suatu daerah
ke daerah lain, atau merobah suatu bentuk pencemaran ke dalam bentuk pencemaran
lain.
Pasal
196
Penggunaan teknologi-teknologi atau memasukkan
jenis-jenis asing atau jenis baru
Penggunaan teknologi-teknologi atau memasukkan
jenis-jenis asing atau jenis baru
1. Negara-negara harus mengambil segala tindakan untuk mencegah,
mengurangi dan mengendalikan pencemaran lingkungan laut sebagai akbiat penggunaan
teknologi-teknologi yang ada di bawah yurisdiksi atau pengawasan mereka, atau
memasukkan dengan sengaja atau tidak, jenis-jenis asing atau jenis baru,
kedalam bagian tertentu lingkungan laut, hingga dapat mengakibatkan
perubahan-perubahan penting dan merugiakn kepada lingkungan laut.
2. Pasal ini tidak mempengaruhi pelaksanaan Konvensi ini berkenaan
dengan pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran lingkungan laut.
BAGIAN 2.
KERJASAMA GLOBAL DAN REGIONAL
Pasal 197
Kerjasama atas dasar global atau regional
Negara-negara harus bekerjasama
atas dasar global dan dimana perlu, atas dasar regional, secara langsung atau
melalui organisasi-organisasi internasional yang kompeten, dalam merumuskan dan
menjelaskan ketentuan-ketentuan, standarstandar dan praktek-praktek yang
disarankan secara internasional serta prosedur-prosedur yang konsisten dengan
Konvensi ini untuk tujuan perlindungan dan pelestarian lingkungan laut, dengan
memperhatikan ciri-ciri regional yang khas.
Pasal
198
Pemberitahuan tentang kerusakan yang nyata atau yang bakal terjadi
Pemberitahuan tentang kerusakan yang nyata atau yang bakal terjadi
Apabila suatu Negara menyadari
adanya keadaan dimana lingkungan laut berada dalam ancaman bahaya mendesak akan
kerusakan atau telah rusak akibat pencemaran, Negara termaksud harus segera
memberitahu Negara-negara lain yang menurut perkiraannya sangat mungkin akan
terancam oleh kerusakan tersebut, demikian pula kepada organisasi-organisasi
internasional yang kompeten.
Pasal
199
Pola Penanggulangan darurat terhadap pencemaran
Pola Penanggulangan darurat terhadap pencemaran
Dalam hal-hal yang disebut dalam
pasal 198, Negara-negara dalam daerah yang terkena, sesuai dengan kemampuan
mereka, beserta organisasi-organisasi internasional yang kompeten, harus
bekerjasama semampu mungkin dalam menghilangkan akibat pencemaran dan mencegah
atau mengurangi kerusakan yang timbul. Untuk tujuan itu Negara-negara harus
bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan pola penanggulangan darurat untuk
menjawab tantangan pencemaran dalam lingkungan laut.
Pasal
200
Pengkajian, program-program riset dan pertukaran
informasi serta data
Pengkajian, program-program riset dan pertukaran
informasi serta data
Negara-negara harus bekerjasama,
secara langsung atau melalui organisasi-organisasi internasional yang kompeten,
dengan tujuan untuk menggalakan pengkajian-pengkajian, menyelenggarakan
program-program riset ilmiah dan mendorong dilakukannya pertukaran informasi
dan data yang diperoleh tentang pencemaran lingkungan laut. Mereka harus
berusaha sungguh-sungguh turut serta aktif dalam program-program regional dan
global untuk memperoleh pengetahuan guna memperkirakan sifat dan besarnya
pencemaran, bahaya pencemaran tersebut, jejak, risiko dan cara mengatasinya.
Pasal
201
Kriteria ilmiah bagi peraturan-peraturan
Kriteria ilmiah bagi peraturan-peraturan
Berdasarkan informasi dan data
yang diperoleh sesuai dengan pasal 200, Negara-negara harus bekerjasama, secara
langsung atau melalui organisasi-organisasi internasional yang kompeten, untuk
menetapkan kriteria ilmiah yang sesuai guna merumuskan dan menjabarkan
ketentuan-ketentuan, standar-standar, praktek-praktek yang disarankan dan
prosedurprosedur guna pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran
lingkungan laut.
BAGIAN 3.
BANTUAN TEKNIK
Pasal 202
Bantuan teknik dan ilmiah kepada Negara-negara berkembang
Negara-negara harus secara langsung atau melalui organisasi-organisasi
internasional yang kompeten :
(a)
menggalakkan program-program ilmiah, pendidikan, teknik dan lain-lain bantuan
kepada Negara-negara berkembang untuk perlindungan dan pelestarian lingkungan
laut serta guna mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran laut Bantuan
termaksud harus mencakup, inter alia :
(i) latihan
tenaga tehnis dan ilmiah mereka;
(ii) memudahkan
keikut sertaan mereka dalam program-program internasional yang relevan;
(iii)
melengkapi mereka dengan peralatan dan kemudahan yang diperlukan;
(iv)
meningkatkan kemampuan mereka untuk membuat peralatan termaksud;
(v) memberikan
saran dan mengembangkan kemudahan untuk riset, monitoring, pendidikan dan
program-program lainnya;
(b) memberikan
bantuan yang serasi, terutama kepada Negara berkembang untuk mengurangi akibat
kecelakaan-kecelakaan berat yang mungkin menyebabkan pencemaran gawat terhadap
lingkungan laut;
(c) memberikan
bantuan yang sesuai, terutama kepada Negara berkembang, mengenai penilaian
tentang penilaian lingkungan.
Pasal
203
Perlakuan khusus bagi Negara-negara berkembang
Perlakuan khusus bagi Negara-negara berkembang
Negara-negara berkembang untuk
keperluan pencegahan, pengurangan dana pengendalian pencemaran lingkungan atau
untuk mengurangi akibat-akibatnya, harus diberikan perlakuan khusus oleh
organisasi-organisasi internasional dalam hal :
(a) alokasi dana yang sesuai dan
bantuan teknik; serta
(b) pemanfaatan jasa-jasa khusus
organisasi tersebut.
BAGIAN
4.
MONITORING DAN ANALISA TENTANG
PENILAIAN LINGKUNGAN
Pasal 204
Monitoring risiko atau akibat pencemaran
MONITORING DAN ANALISA TENTANG
PENILAIAN LINGKUNGAN
Pasal 204
Monitoring risiko atau akibat pencemaran
1. Negara-negara harus berusaha sedapat mungkin konsisten dengan
hak-hak Negara-negara lain, secara langsung atau melalui organisasi-organisasi
internasional yang kompeten, untuk mengamati, mengatur, menilai dan menganalisa
berdasarkan metoda ilmiah yang dibakukan mengenai risiko atau akibat pencemaran
lingkungan laut.
2. Khususnya, Negara-negara harus tetap mengawasi pengaruh dari setiap
kegiatan yang mereka ijinkan atau di dalam kegiatan termaksud mengandung
kemungkinan mencemarkan lingkungan laut.
Pasal
205
Publikasi laporan-laporan
Publikasi laporan-laporan
Negara-negara harus mengumumkan
laporan-laporan tentang hasil yang diperoleh sesuai dengan pasal 204 atau menyampaikan laporan yang
demikian itu pada waktu-waktu tertentu secara tepat kepada
organisasi-organisasi internasional yang kompeten, yang harus menyediakannya
bagi semua Negara.
Pasal 206
Penilaian efek potensial dari kegiatan-kegiatan
Manakala Negara-negara mempunyai
dasar yang cukup kuat untuk menduga bahwa kegiatan-kegiatan yang direncanakan
dalam yurisdiksi atau dibawah pengawasannya dapat menimbulkan pencemaran yang
berarti atau perubahan yang menonjol dan merugikan terahdap lingkungan laut,
mereka harus, sedapat mungkin menilai efek potensial dari kegiatan tersebut
terhadap lingkungan laut, dan harus menyampaikan laporan tentang hasil
penilaian termaksud menurut cara yang diatur dalam pasal 205.
BAGIAN
5.
PERATURAN-PERATURAN INTERNASIONAL DAN
PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL UNTUK MENCEGAH,
MENGURANGI DAN MENGENDALIKAN PENCEMARAN
LINGKUNGAN LAUT
Pasal 207
Pencemaran berasal dari sumber daratan
PERATURAN-PERATURAN INTERNASIONAL DAN
PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL UNTUK MENCEGAH,
MENGURANGI DAN MENGENDALIKAN PENCEMARAN
LINGKUNGAN LAUT
Pasal 207
Pencemaran berasal dari sumber daratan
1. Negara-negara harus menetapkan peraturan perundang-undangan untuk
mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran lingkungan laut dari sumber
daratan termasuk di dalamnya sungai-sungai, kuala-kuala, pipa-pipa dan bangunan
pembuangan, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dan standar-standar
internasional yang telah disetujui serta praktekpraktek dan prosedur-prosedur
yang dianjurkan.
2. Negara-negara harus mengambil tindakan-tindakan lain yang mungkin
diperlukan untuk mencegah, mengurangi dan mengendalikan Pencemaran termaksud.
3. Negara-negara harus berusaha sungguh-sungguh untuk menyerasikan
kebijaksanaan-kebijaksanaannya dalam hubungan ini pada tingkat regional yang
memadai.
4. Negara-negara, dalam bertindak khususnya melalui
organisasi-organisasi internasional yang kompeten atau melalui konperensi
diplomatik, harus berusaha sungguh-sungguh untuk menetapkan peraturan-peraturan
dan standar-standar global dan regional, dan praktek-praktek serta
prosedur-prosedur yang dianjurkan untuk mencegah, mengurangi dan mengendalikan
pencemaran lingkungan laut yang berasal dari sumber daratan dengan
memperhatikan ciri-ciri regional yang khas, kemampuan ekonomi Negara-negara
berkembang serta memperhatikan kebutuhannya akan perkembangan ekonomi.
Ketentuan-ketentuan, standar-standar dan praktek-praktek serta
prosedur-prosedur yang dianjurkan tersebut harus ditinjau kembali dari waktu ke
waktu sesuai dengan keperluan.
5. Undang-undang, peraturan-peraturan, tindakan-tindakan,
ketentuan-ketentuan, standar-standar dan praktek-praktek serta
prosedur-prosedur yang dianjurkan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, 2 dan 4
harus mencakup hal-hal yang serupa yang diperuntukkan bagi pengurangan sejauh
mungkin pelepasan bahan-bahan beracun yang merugikan dan membahayakan, terutama
bahan-bahan persisten ke dalam lingkungan laut.
Pasal
208
Pencemaran yang berasal dari kegiatan-kegiatan dan laut
yang tunduk pada yurisdiksi nasional
Pencemaran yang berasal dari kegiatan-kegiatan dan laut
yang tunduk pada yurisdiksi nasional
1. Negara-negara pantai harus menetapkan peraturan perundang-undangan
untuk mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran lingkungan laut yang
timbul dari atau berkaitan dengan kegiatan-kegiatan dasar laut dibawah
yurisdiksinya atau dari pulau-pulau buatan, instalasi-instalasi dan
bangunan-bangunan dibawah yurisdiksinya sesuai dengan pasal 60 dan 80.
2. Negara-negara harus mengambil tindakan-tindakan lain yang mungkin
diperlukan untuk mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran termaksud.
3 Undang-undang, peraturan-peraturan, dan tindakan-tindakan tersebut
harus tidak kurang efektif dari ketentuan-ketentuan dan standar-standar
internasional serta praktek-praktek dan prosedur-prosedur yang dianjurkan.
4 Negara-negara harus berusaha sungguh-sungguh untuk menyerasikan kebijaksanaan-kebijaksanaannya dalam hal ini pada tingkat regional yang memadai.
5. Negara-negara yang khususnya bertindak melalui
organisasi-organisasi internasional yang kompeten atau konperensi diplomatik
harusmenetapkan ketentuan-ketentuan dan standar-standar global dan regional
serta praktek-praktek dan prosedur-prosedur yang dianjurkan untuk mencegah,
mengurangi dan mengendalikan pencemaran lingkungan laut sebagaimana dimaksud
pada ayat 1. Ketentuan-ketentuan, standar-standar serta praktek-praktek dan
prosedur-prosedur yang dianjurkan itu harus ditinjau kembali dari waktu ke
waktu sesuai keperluan.
2. Dengan tunduk kepada ketentuan-ketentuan yang sesuai pada bagian
ini, Negara-negara harus menetapkan peraturan perundang-undangan untuk
mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran lingkungan laut dari
kegiatan-kegiatan di Kawasan yang disebabkan oleh kendaraan air,
instalasiinstalasi, bangunan-bangunan dan alat peralatan di bawah benderanya
atau yang terdaftar padanya atau yang bergerak di bawah kekuasaannya,
sebagaimana halnya menunjukkan ketentuan-ketentuan dari peraturan
perundang-undangan termaksud harus tidak kurang effektif dari
ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur internasional
yang dianjurkan sebagaimana dimaksud pada ayat 1.
Pasal
210
Pencemaran karena dumping
Pencemaran karena dumping
1. Negara-negara harus menetapkan peraturan perundang-undangan untuk
mencegah, mengurangi dan mengendalikan
pencemaran lingkungan laut karena dumping.
2. Negara-negara harus mengambil tindakan-tindakan lain sesuai dengan
keperluan untuk mencegah, mengurangi dan mengendalikan Pencemaran termaksud.
3. Undang-undang, peraturan-peraturan dan tindakan-tindakan termaksud
harus menjamin bahwa dumping tidak akan dilakukan tanpa ijin dari
pejabat-pejabat Negara yang kompeten.
4. Negara-negara, yang khususnya bertindak melalui organisasi
internasional yang kompeten atau konperensi diplomatik, harus menetapkan
ketentuan-ketentuan dan standar-standar global dan regional serta
praktek-praktek dan prosedur-prosedur yang dianjurkan untuk mencegah,
mengurangi dan mengendalikan pencemaran termaksud. Ketentuan-ketentuan,
standarstandar serta praktek-praktek dan prosedur-prosedur yang dianjurkan itu
harus ditinjau kembali dari waktu kewaktu sesuai keperluan.
5. Dumping dalam laut wilayah dan zona ekonomi eksklusif atau di atas
landas kontinen tidak boleh dilakukan tanpa persetujuan secara pasti terlebih
dahulu dari Negara pantai, yang memiliki hak untuk mengijinkan, mengatur dan
mengendalikan dumping termaksud setelah memberikan pertimbangan sepenuhnya
tentang masalah itu dengan Negara-negara lain yang karena alasan kondisi
geografisnya dapat memperoleh dampaknya yang sangat merugikan.
6. Undang-undang, peraturan-peraturan dan tindakan-tindakan nasional,
dalam mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran termaksud harus tidak
kurang effektif dari ketentuan-ketentuan dan standar-standar global.
Pasal 211
Pencemaran yang berasal dari kendaraan air
1. Negara-negara, yang bertindak melalui organisasi-organisasi
internasional yang kompeten atau konperensi diplomatik yang umum, harus
menetapkan ketentuan-ketentuan dan standar-standar internasional untuk
mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran lingkungan laut berasal dari
kendaraan air dan menggalakkan route diterimanya dengan cara yang sama dimana
perlu, dari pada pengaturan-pengaturan pelayanan yang dimaksudkan untuk
memperkecil ancaman kecelakaan yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan
laut, termasuk garis pantai dan kerusakan pencemaran terhadap
kepentingan-kepentingan yang berkaitan dari Negara pantai. Ketentuan-ketentuan
dan standar-standar termaksud harus ditinjau kembali dengan cara yang sama dari
waktu ke waktu sesuai keperluan.
2. Negara-negara harus menetapkan peraturan perundang-undangan untuk
mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran lingkungan laut oleh
kendaraan air yang mengibarkan bendera atau terdaftar di negaranya. Peraturan
perundang-undangan dimaksud harus sekurang-kurangnya mempunyai kekuatan yang
sama dengan ketentuan-ketentuan dan standar-standar internasional yang diterima
secara umum dan yang dibentuk melalui organisasi-organisasi internasional yang
kompeten atau melalui konperensi diplomatik yang umum.
3. Negara-negara yang membentuk persyaratan-persyaratan khusus untuk
pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran lingkungan laut sebagai
satu syarat bagi kendaraan air asing untuk masuk ke dalam pelabuhan atau
perairanperairan pedalaman mereka atau untuk singgah di terminal-terminal lepas
pantai mereka harus mengumumkan persyaratan-persyaratan dimaksud dan harus
menyampaikannya kepada organisasi internasional yang kompeten. Manakala
persyaratan-persyaratan tersebut dibentuk oleh dua atau lebih negara pantai
dengan bentuk yang identik dalam usahanya yang sungguh-sungguh untuk
menyerasikan kebijaksanaan mereka, pemberitahuan tersebut harus menunjukkan
Negaranegara mana yang ikut serta dalam pengaturan-pengaturan kerjasama
dimaksud. Setiap Negara harus mensyaratkan kepada Nakhoda kendaraan air di
bawah bendera atau yang terdaftar di negaranya, bilamana berlayar di laut
teritorial suatu Negara yang turut serta dalam pengaturan bersama agar
memberikan informasi jika diminta oleh Negara itu. Demikian pula dalam hal jika
sedang menuju kawasan Negara yang turut serta dalam pengaturan bersama tersebut
dan apabila demikian untuk menunjukkan apakah memenuhi persyaratan untuk
memasuki pelabuhan Negara itu. Pasal ini tidak mengurangi hak kendaraan air
untuk tetap menikmati hak lintas damainya atau pelaksanaan atas pasal 25 ayat 2.
4. Negara-negara pantai boleh, di dalam melaksanakan kedaulatannya di
laut teritorialnya, menerapkan peraturan perundangundangan yang mencegah,
mengurangi dan mengendalikan pencemaran laut dari kendaraan air asing, termasuk
kendaraan air yang melaksanakan hak lintas damai. Peraturan perundang-undangan
dimaksud sesuai dengan Bab II, bagian 3 tidak boleh menghalang-halangi hak
lintas damai kendaraan air asing.
5. Negara-negara pantai untuk maksud pemaksaan pentaatan sebagaimana
ditentukan dalam bagian 6, diperbolehkan dalam zona ekonomi eksklusifnya
mengadakan peraturan perundang-undangan untuk pencegahan, pengurangan dan
pengendalian pencemaran dari kendaraan air sesuai dengan dan untuk memberikan
pengaruh pada ketentuan-ketentuan dan standar-standar internasional yang
diterima secara umum dan yang dibentuk melalui organisasi-organisasi
internasional yang kompeten atau konperensi diplomatik yang umum.
6. (a) Dalam hal
ketentuan-ketentuan dan standar-standar internasional yang ditunjuk pada ayat 1
tidak memadai untuk menanggulangi situasi-situasi khusus dan negara-negara
pantai mempunyai alasan yang kuat untuk menduga bahwa suatu area tertentu dalam
zona ekonomi eksklusifnya merupakan suatu kawasan, dalam kawasan mana penetapan
ketentuan-ketentuan khusus guna pencegahan pencemaran kendaraan air adalah
alasan-alasan tehnis yang diakui berkaitan dengan disyaratkan guna ekologi dan
oseanografi, demikian pula dalam penggunaan atau perlindungan terhadap
sumber-sumber dan sifat-sifat khusus dari lalu lintas, Negara-negara pantai
setelah konsultasi yang memadai melalui organisasi-organisasi internasional
yang kompeten dengan Negara-negara lain yang berkepentingan boleh, bagi kawasan
itu menyampaikan pemberitahuan langsung kepada organisasi itu, dengan
menyampaikan bukti-bukti ilmiah dan teknik yang mendukung dan informasi
mengenai kemudahan penerimaan yang perlu. Dalam jangka waktu 12 bulan setelah
menerima pemberitahuan, organisasi itu harus menetapkan apakah keadaan di dalam
kawasan itu sesuai dengan syarat-syarat yang ditetapkan diatas. Bilamana
organisasi itu menentukan demikian, Negara pantai itu boleh bagi kawasan
tersebut, menetapkan peraturan perundang-undangan untuk pencegahan, pengurangan
dan pengendalian pencemaran dari kendaraan-kendaraan air dalam melaksanakan
ketentuan-ketentuan dan standar-standar internasional atau praktek-prektek
pelayanan yang telah diberlakukan melalui organisasi, bagi kawasan-kawasan
khusus. Peraturan perundang-undangan dimaksud tidak akan berlaku bagi kendaraan
air asing sampai dengan 15 bulan setelah penyampaian pemberitahuan kepada
organisasi;
(b) Negara-negara pantai harus mengumumkan batas-batas kawasan yang
ditetapkan secara tegas;
(c) Jika Negara-negara pantai bermaksud untuk menetapkan peraturan
perundang-undangan tambahan untuk kawasan yang sama guna pencegahan,
pengurangan dan pengendalian pencemaran dari kendaraan-kendaraan air, mereka
harus pada waktu penyampaian pemberitahuan tersebut, sekaligus memberitahukan
organisasi. Peraturan perundang-undangan tambahan dimaksud dapat dikaitkan
dengan pelepasan atau praktek-praktek pelayaran tetapi tidak boleh mensyaratkan
kendaraan air asing untuk mematuhi disain, konstruksi, tata awak atau standar
peralatan lain dari pada ketentuan internasional umum; dan peraturan
perundang-undangan dimaksud akan berlaku bagi kendaraan air asing setelah 15
bulan disampaikan kepada organisasi dengan catatan organisasi itu setuju dalam
waktu 12 bulan setelah disampaikannya pemberitahuan dimaksud.
7. Ketentuan-ketentuan dan standar-standar internasional sebagaimana
dimaksud dalam pasal ini harus mencakup inter alia hal-hal yang berhubungan
dengan pemberitahuan segera kepada Negara-negara pantai yang pantainya atau
kepentingan-kepentingan yang tersangkut dipengaruhi oleh kecelakaan, termasuk
kecelakaan laut, yang mengakibatkan pelepasan atau kemungkinan pelepasan.
Pasal
212
Pencemaran yang berasal dari atau melalui udara
Pencemaran yang berasal dari atau melalui udara
1. Negara-negara harus menetapkan peraturan perundang-undangan untuk
mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran lingkungan laut yang berasal
dari atau melalui udara, yang dapat diterapkan bagi ruang udara yang berada di
bawah kedaulatannya dan bagi kendaraan air yang di bawah benderanya atau
kendaraan air atau pesawat udara yang terdaftar di negara tersebut dengan
mempertimbangkan ketentuan-ketentuan yang disepakati secara internasional,
standar-standar dan praktek-praktek yang disarankan dan prosedur-prosedur serta
keselamatan navigasi udara.
2. Negara-negara harus mengambil tindakan-tindakan lain yang mungkin diperlukan
untuk mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran dimaksud.
3. Negara-negara yang bertindak khususnya melalui organisasi-organisasi
inter-nasional yang kompeten atau konperensi diplomatik, harus berusaha
sungguh-sungguh untuk menetapkan ketentuan-ketentuan global dan regional,
standar-standar dan praktek-praktek serta prosedur-prosedur yang disarankan
untuk mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran dimaksud.
BAGIAN 6.
PEMAKSAAN PENTAATAN
Pasal 213
Pemaksaan pentaatan berkenaan dengan pencemaran yang
berasal dari sumber daratan
Negara-negara harus memaksakan
pentaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang ditetapkannya sesuai
dengan pasal 207 dan harus menetapkan peraturan
perundang-undangan dan mengambil tindakan lain yang diperlukan untuk
mengimplementasikan ketentuan-ketentuan dan standar-standar internasional yang
ditetapkan oleh organisasi-organisasi internasional yang kompeten atau konperensi
diplomatik, yang dapat diterapkan, untuk mencegah, mengurangi dan mengendalikan
pencemaran lingkungan laut yang berasal dari sumber daratan.
Pasal
214
Pemaksaan pentaatan berkenaan dengan pencemaran
yang berasal dari kegiatan-kegiatan Dasar Laut
Pemaksaan pentaatan berkenaan dengan pencemaran
yang berasal dari kegiatan-kegiatan Dasar Laut
Negara-negara harus memaksakan
peraturan perundang-undangan yang ditetapkan sesuai dengan pasal 208 dan harus menetapkan peraturan
perundang-undangan serta mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan untuk
mengimplementasikan ketentuan-ketentuan dan standar internasional yang berlaku
yang diadakan oleh organisasi-organisasi internasional yang kompeten atau
konperensi diplomatik untuk mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran
lingkungan laut yang berasal dari atau yang berhubungan dengan kegiatankegiatan
dasar laut di dalam yurisdiksi mereka dan yang berasal dari pulau-pulau buatan,
instalasi-instalasi dan bangunan-bangunan di dalam yurisdiksi mereka, sesuai
dengan pasal 60 dan 80.
Pasal
215
Pemaksaan pentaatan berkenaan dengan pencemaran
yang berasal dari kegiatan-kegiatan di Kawasan
Pemaksaan pentaatan berkenaan dengan pencemaran
yang berasal dari kegiatan-kegiatan di Kawasan
Pemaksaan pentaatan terhadap
ketentuan-ketentuan, peraturan serta prosedur-prosedur internasional yang
ditetapkan sesuai dengan Bab XI untuk mencegah, mengurangi dan
mengendalikan pencemaran lingkungan laut yang berasal dari kegiatan-kegiatan di
Kawasan, harus diatur oleh Bab ini.
Pasal
216
Pemaksanaan pentaatan berkenaan dengan penceamran yang diakibatkan oleh dumping
Pemaksanaan pentaatan berkenaan dengan penceamran yang diakibatkan oleh dumping
1. Peraturan perundang-undangan yang ditetapkan sesuai dengan Konvensi
ini serta ketentuan-ketentuan dan standar-standar internasional yang ditentukan
melalui organisasi-organisasi internasional yang kompeten atau konperensi
diplomatik untuk pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran lingkungan
laut yang diakibatkan oleh dumping harus dipaksakan pentatannya :
(a) Oleh Negara pantai berkenaan dengan dumping di dalam laut
teritorial atau zona ekonomi eksklusif atau pada landas kontinennya;
(b) Oleh Negara bendera bertalian dengan kendaraan air yang mengibarkan
benderanya atau kendaraan air atau pesawatudara yang didaftarkannya;
(c) Oleh setiap Negara berkenaan dengan tindakan-tindakan pemuatan
limbah atau barang lainnya yang terjadi di dalam wilayahnya atau pada terminal-terminal
lepas pantainya;
2. Pasal ini tidak mengadakan kewajiban pada suatu Negara untuk
memulai tindakan-tindakan pemaksaan pentaatan, apabila tindakan demikian telah
mulai diadakan oleh Negara lain sesuai dengan maksud pasal ini.
Pasal 217
Pemaksaan pentaatan oleh Negara bendera
1. Negara-negara harus menjamin bahwa kendaraan air yang mengibarkan
benderanya atau terdaftar di Negara tersebut mentaati ketentuan-ketentuan dan
standar-standar internasional yang berlaku, yang ditentukan melalui organisasi
internasional yang kompeten atau konperensi diplomatik yang umum, dan mentaati
peraturan perundang-undangan Negara tersebut yang ditetapkan sesuai Konvensi
ini untuk pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran lingkungan laut
yang disebabkan oleh kendaraan-kendaraan air dan berkenaan dengan itu harus
menetapkan peraturan perundang-undangan serta mengambil tindakan-tindakan lain
yang diperlukan untuk pelaksanaannya. Negara-negara bendera harus mengadakan
pemaksaan yang efektif pentaatan ketentuanketentuan, standar-standar, peraturan
perundang-undangan dimaksud, tanpa memandang dimana pelanggaran itu terjadi.
2. Negara-negara secara khusus, harus mengambil tindakan-tindakan yang
tepat guna menjamin bahwa kendaraan air yang mengibarkan bendera atau memiliki
registrasinya dilarang berlayar, sampai kendaraan-kendaraan air tersebut
memenuhi persyaratan ketentuan-ketentuan dan standar-standar internsional
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, termasuk persyaratan yang bertalian dengan
disain, konstruksi, peralatan dan pengawasan kendaraan-kendaraan air.
3. Negara-negara harus menjamin bahwa kendaraan air yang mengibarkan
bendera atau memiliki registrasinya membawa sertifikat yang dipersyaratkan oleh
dan diterbitkan sesuai dengan ketentuan dan standar-standar internasional
sebagai mana dimaksud dalam ayat 1. Negara-negara harus menjamin bahwa
kendaraan air yang mengibarkan benderanya telah diperiksa secara berkala untuk
memastikan bahwa sertifikat tersebut adalah sesuai dengan keadaan sebenarnya
kendaraan air itu. Sertifikat-sertifikat ini harus diterima oleh Negara-negara
lain sebagai bukti mengenai keadaan-keadaan air tersebut dan harus dianggap
mempunyai kekuatan yang sama seperti sertifikat yang diterbitkan oleh
Negara-negara itu sendiri, kecuali ada dasar-dasar yang kuat untuk menduga
bahwa keadaan kendaraan air itu secara substansial tidak sesuai dengan hal-hal
khusus yang tersebut dalam sertifikat.
4. Apabila suatu kendaraan air melakukan pelanggaran atas
ketentuan-ketentuan dan standar-standar yang ditentukan melalui organisasi
internasional yang kompeten atau konperensi diplomatik yang umum, maka Negara
bendera, tanpa mengurangi pada pasal 218, 220 dan 228, harus segera melakukan pemeriksaan dan
dimana perlu mengadakan penuntutan-penuntutan atas pelanggaran yang diduga
terjadi tanpa memandang dimana pelanggaran itu terjadi atau di mana pencemaran
yang disebabkan oleh pelanggaran dimaksud telah menjadi atau ditemukan.
5. Negara-negara bendera yang melakukan suatu pemeriksaan atas
pelanggaran dapat meminta bantuan Negara lain manapun yang kerjasamanya dapat
bermanfaat dalam menjelaskan keadaan-keadaan mengenai perkara itu.
Negara-negara harus berusaha sungguh-sungguh untuk memenuhi permintaan yang
wajar dari Negara-negara bendera.
6. Negara-negara harus, atas permintaan tertulis Negara manapun,
memeriksa setiap pelanggaran yang diduga telah dilakukan oleh kendaraan air
yang mengibarkan benderanya. Apabila ternyata bahwa terdapat bukti yang cukup
untuk mengadakan penuntutan berkenaan dengan pelanggaran tadi, Negara-negara
bendera tanpa menunda-nunda mengajukan penuntutan sesuai dengan
undang-undangnya.
7. Negara-negara bendera harus segera memberitahukan Negara yang
meminta dan organisasi internasional yang kompeten tentang tindakan yang
diambil dan hasilnya. Keterangan tersebut harus tersedia untuk semua Negara.
8. Sanksi-sanksi yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan
Negara-negara terhadap kendaraan air yang mengibarkan benderanya harus cukup
keras untuk mencegah pelanggaran-pelanggaran di manapun terjadi.
Pasal
218
Pemaksaan pentaatan oleh Negara pelabuhan
Pemaksaan pentaatan oleh Negara pelabuhan
1. Apabila suatu kendaraan air secara sukarela berada disuatu
pelabuhan atau berada pada suatu terminal lepas pantai suatu Negara, maka
Negara itu dapat mengadakan pemeriksaan dan dimana terdapat bukti-bukti yang
cukup kuat, mengadakan penuntutan berkenaan dengan setiap pelepasan dari
kendaraan air tersebut di luar perairan pedalaman, laut teritorial atau zona
ekonomi eksklusif dari Negara itu yang melanggar ketentuan-ketentuan dan
standar-standar internasional yang berlaku dan ditentukan melalui
organisasi-organisasi internasional yang kompeten atau konperensi diplomatik
yang umum.
2. Tidak boleh diadakan penuntutan menurut ketentuan ayat 1 berkenaan
dengan suatu pelepasan yang bersifat pelanggaran di dalam perairan pedalaman,
laut teritorial atau zona ekonomi eksklusif dari Negara lain kecuali diminta
oleh Negara itu, Negara bendera, atau oleh Negara yang dirugikan atau terancam
oleh pelepasan yang bersifat pelanggaran, atau apabila pelanggaran itu telah
menyebabkan atau mungkin menyebabkan pencemaran di dalam perairan pedalaman,
laut teritorial atau zona ekonomi eksklusif dari Negara yang membedakan
penuntutan.
3. Apabila suatu kendaraan air secara sukarela berada di suatu
pelabuhan atau terminal lepas-pantai suatu Negara, Negara tersebut harus,
sejauh dimungkinkan, memenuhi permintaan Negara manapun untuk melakukan
pemeriksaan atas pelepasan yang bersifat pelanggaran sebagaimana dimaksud
pemeriksaan atas pelepasan yang bersifat pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam
ayat 1, yang diduga telah terjadi, menimbulkan atau mengancam terjadinya
kerusakan pada perairan pedalaman, laut teritorial atau zona ekonomi eksklusif
dari Negara yang mengajukan permintaan dimaksud. Negara juga harus, sejauh dimungkinkan,
memenuhi permintaan Negara bendera guna pemeriksaan sehubungan dengan adanya
pelanggaran yang dimaksud, tanpa memandang di mana pelanggaran itu terjadi.
4. Catatan-catatan tentang pemeriksaan yang dilakukan oleh Negara
pelabuhan sesuai dengan ketentuan pasal ini harus diserahkan kepada Negara
bendera atau kepada Negara pantai apabila mereka memintanya. Setiap penuntutan
yang diadakan oleh Negara pelabuhan berdasarkan pemeriksaan demikian dapat,
tanpa mengurangi ketentuan bagian 7, ditangguhkan atas permintaan Negara pantai
apabila pelanggaran itu telah terjadi di perairan pedalaman, laut teritorial
atau zona ekonomi eksklusifnya. Bukti dan catatan-catatan tentang perkara itu,
beserta setiap jaminan atau jaminan keuangan lainnya yang diterima oleh pejabat
Negara pelabuhan dalam hal tersebut harus diserahkan kepada Negara pantai.
Penyerahan dimaksud berarti harus dihentikannya penuntutan di Negara pelabuhan.
Pasal
219
Tindakan-tindakan yang bertalian dengan kelaikan laut
kendaraan air untuk mencegah pencemaran
Tindakan-tindakan yang bertalian dengan kelaikan laut
kendaraan air untuk mencegah pencemaran
Tanpa mengurangi
ketentuan-ketentuan pada bagian 7, Negara-negra yang, atas permintaan atau atas
inisiatif mereka, telah meyakini bahwa sebuah kendaraan air yang berada dalam
salah satu pelabuhan mereka atau pada salah satu terminal lepas pantainya
melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan dan standar-standar
internasional yang berlaku bertalian dengan kelaikan laut dari kendaraan air
dan dengan demikian mengancam kerusakan terhadap lingkungan laut arus, sejauh
dimungkinkan, mengambil tindakan-tindakan administratif untuk mencegah
kendaraan air itu melakukan pelayaran. Negara-negara yang dimaksud dapat
mengijinkan kendaraan air tersebut menuju hanya ke galangan reparasi terdekat
yang sesuai dan, setelah diperbaiki sebabsebab terjadinya pelanggaran, dengan
segera mengijinkan kendaraan air tersebut untuk melanjutkan pelayarannya.
Pasal 220
Pemaksaan pentaatan oleh Negara pantai
1. Apabila sebuah kendaraan air dengan sukarela berada dalam pelabuhan
atau pada suatu terminal lepas pantai Negara itu, Negara tersebut dapat, sesuai
dengan bagian 7, mengadakan penuntutan bertalian
dengan setiap pelanggaran atau ketentuanketentuan dan standar-standar internasional
yang berlaku untuk pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran yang
berasal dari kendaraan air apabila pelanggaran itu telah terjadi di dalam laut
teritorial atau zona ekonomi eksklusif Negara itu.
2. Dalam hal terdapat alasan yang jelas untuk menduga bahwa suatu
kendaraan air yang berlayar di laut teritorial suatu Negara, selama melakukan
lintas, telah melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan
Negara itu yang telah ditetapkan sesuai dengan Konvensi ini atau ketentuan-ketentuan
dan standar-standar internasional untuk pencegahan, pengurangan dan
pengendalian pencemaran yang berasal dari kendaraan air, maka negara itu,
dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan bagian 3, dapat melakukan pemeriksaan
kendaraan air secara fisik berkenaan dengan pelanggaran itu dan apabila
terdapat pembuktian yang cukup kuat dari pada perkara itu, dapat mulai
mengadakan penuntutan, termasuk penahanan kendaraan air tersebut, sesuai dengan
undang-undangnya, tanpa mengurangi ketentuan pada bagian 7.
3. Dalam hal terdapat alasan yang jelas untuk menduga bahwa suatu kendaraan
air yang berlayar di zona ekonomi eksklsuif atau di laut teritorial suatu
Negara, telah melanggar ketentuan-ketentuan dan standar-standar internasional
yang berlaku untuk pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran yang
berasal dari kendaraan air atau peraturan perundang-undangan dari Negara
tersebut yang sesuai dan memberlakukan ketentuan-ketentuan dan standar-standar
dimaksud, maka Negara itu dapat meminta pada kendaraan air untuk memberikan
informasi mengenai identitasnya dan pelabuhan pendaftarannya, pelabuhan
terakhir dan pelabuhan berikut yang akan disinggahi dan informasi penting
lainnya yang diperlukan untuk menentukan apakah telah terjadi suatu
pelanggaran.
4. Negara-negara harus menetapkan peraturan perundang-undangan serta
mengambil tindakan lain agar kendaraan-kendaranan air yang mengibarkan
benderanya memenuhi permintaan informasi sesuai dengan ayat 3.
5. Dalam hal terdapat alasan yang jelas untuk menduga bahwa kendaraan
air yang berlayar di zona ekonomi eksklusif atau di laut teritorial suatu
Negara, selama di zona ekonomi eksklusif, telah melakukan pelanggaran
sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 yang berupa pelepasan substansial yang
menyebabkan atau mengancam akan menimbulkan pencemaran yagn berat terhadap
lingkungan laut, maka Negara itu dapat mengadakan pemeriksaan terhadap
kendaraan air tersebut secara fisik atas hal-hal yang bertalian dengan
pelanggaran dimaksud apabila kendaraan air itu menolak memberikan informasi
atau apabila informasi yang diberikan oleh kendaraan air itu jelas berbeda
dengan keadaan faktual yang nyata dan apabila keadaan dari kasus itu
membenarkan pemeriksaan dimaksud.
6. Dalam hal terdapat bukti objektif yang jelas bahwa suatu kendaraan
air berlayar di zona ekonomi eksklusif atau di laut teritorial suatu Negara,
selama di zona ekonomi eksklusif, telah melakukan pelanggaran sebagaimana
dimaksud dalam ayat 3 berupa pelepasan yang menyebabkan kerusakan besar atau
mengancam akan menimbulkan kerusakan besar di daerah pantai atau hal-hal yang
menjadi kepentingan Negara pantai, atau terhadap setiap kekayaan di laut
teritorial atau di zona ekonomi eksklusif, maka Negara itu, tanpa mengurangi
ketentuan pada bagian 7, asalkan pembuktianitu cukup kuat
dapat mengadakan penuntutan, termasuk penahanan kendaraan air tersebut, sesuai
dengan undang-undangnya.
7. Tanpa
menyimpang dari ketentuan ayat 6, apabila prosedur-prosedur yang tepat telah
ditentu kan, baik melalui organisasi internasional yang kompeten maupun
disepakati secara lain, prosedur mana menjamin ditaatinya syarat untuk
pembebasan atau jaminan keuangan lainnya yang sesuai, Negara pantai apabila
terikat dengan prosedur-prosedur yang demikian itu, harus mengijinkan kendaraan
air itu untuk meneruskan pelayarannya.
8. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 3, 4, 5, 6 dan 7 juga berlaku
terhadap peraturan perundang-undangan nasional yang ditetapkan sesuai dengan pasal 211 ayat 6.
Pasal
221
Tindakan-tindakan untuk menghindari pencemaran yang
ditimbulkan oleh kecelakaan-kecelakaan laut
Tindakan-tindakan untuk menghindari pencemaran yang
ditimbulkan oleh kecelakaan-kecelakaan laut
1. Tidak ada satupun ketentuan
dalam Bab
ini akan mengurangi hak Negara-negara, sesuai dengan hukum Internasional,
baik menurut hukum kebiasaan maupun Konvensi, untuk mengambil dan memaksakan
tindakan-tindakan di luar laut teritorial yang sebanding dengan kerusakan nyata
atau ancaman kerusakan untuk melindungi garis pantai atau
kepentingan-kepentingan yang bertalian dengan itu, termasuk perikanan, dari
pencemaran atau ancaman pencemaran sebagai lanjutan dari suatu kecelakaan laut
atau tindakan-tindakan yang bertalian dengan kecelakaan dimaksud, yang menurut
dugaan yang layak dapat menimbulkan akibat-akibat buruk yang besar.
2. Untuk tujuan Pasal ini,
“kecelakaan laut”, berarti suatu tubrukan kendaraan air, kandas atau lain-lain
kecelakaan dalam navigasi, atau lain kejadian di atas atau di luar kendaraan
air tersebut yang mengakibatkan kerusakan material atau ancaman nyata kerusakan
material terhadap suatu kendaraan air atau muatannya.
Pasal
222
Pemaksaan pentaatan perkenaan dengan pencemaran yang berasal
atau terjadi melalui atmosfir
Pemaksaan pentaatan perkenaan dengan pencemaran yang berasal
atau terjadi melalui atmosfir
Negara-negara harus memaksakan, di
dalam lingkungan ruang udara yang ada di bawah kedaulatannya atas terhadap
kendaraan air yang mengibarkan benderanya atau kendaraan air atau pesawat udara
yang terdaftar di negaranya, peraturan perundang-undangan yang ditetapkan
sesuai dengan pasal
212, ayat 1, dan ketentuan-ketentuan lain dari Konvensi ini serta harus
menetapkan peraturan perundang-undangan serta mengambil tindakan-tindakan lain
yang diperlukan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dan standar-standar
internasional yang berlaku serta dibentuk melalui organisasi internasional yang
kompeten atau konperensi diplomatik untuk pencegahan, pengurangan dan
pengendalian pencemaran lingkungan laut yang berasal dari atau melalui
atmosfir, sesuai dengan semua ketentuan-ketentuan dan standar-standar
internasional yang relevan dan bertalian dengan keamanan navigasi udara.
BAGIAN
7.
LANGKAH PENGAMANAN
Pasal 223
Tindakan-tindakan untuk memudahkan penuntutan
LANGKAH PENGAMANAN
Pasal 223
Tindakan-tindakan untuk memudahkan penuntutan
Dalam hal penuntutan yang diadakan
sesuai dengan Bab ini, Negara-negara harus mengambil tindakan-tindakan untuk
memudahkan didengarnya para saksi dan penyerahan bukti yang disampaikan oleh
penguasa-penguasa Negara lain, atau oleh organisasi internasional yang
kompeten, dan harus memudahkan kehadiran pada sidang-sidang tersebut
wakil-wakil resmi dari organisasi internasional yang kompeten, Negara bendera
dan Negara manapun yang terkena pencemaran yang diakibatkan oleh setiap
pelanggaran. Wakil-wakil resmi yang mengikuti sidang-sidang dimaksud harus
mempunyai hak dan kewajiban sesuai degnan peraturan perundang-undangan nasional
atau hukum internasional.
Pasal
224
Pelaksanaan wewenang untuk pemaksaan pentaatan
Pelaksanaan wewenang untuk pemaksaan pentaatan
Wewenang untuk pemaksaan penataan
terahadap kendaraan air asing menurut Bab ini hanya dapat dilaksanakan oleh
pejabat-pejabat atau oleh kapal-kapal perang, pesawat udara militer, atau kapal
laut lainnya atau pesawat udara yang mempunyai tanda jelas dan dapat dikenal
yang berada dalam dinas pemerintah dan berwenang melakukan tindakan-tindakan
itu.
Pasal
225
Kewajiban untuk menghindari akibat-akibat yang merugikan di dalam
pelaksanaan wewenang untuk pemaksaan penaatan
Kewajiban untuk menghindari akibat-akibat yang merugikan di dalam
pelaksanaan wewenang untuk pemaksaan penaatan
Di dalam melaksanakan wewenang
untuk memaksakan penaatan sesuai dengan Konvensi ini terhadap kendaraan air
asing, Negara-negara harus tidak diperbolehkan membahayakan keselamatan
pelayaran atau dengan cara lain yang menimbulkan bahaya bagi kendaraan air
tersebut atau membawanya ke pelabuhan atau tempat berlabuh yang tidak aman atau
membuka lingkungan laut dari suatu risiko yang tidak wajar.
Pasal
226
Penyidikan terhadap kendaraan air asing
Penyidikan terhadap kendaraan air asing
1.-- (a)
Negara-negara tidak boleh menahan suatu kendaraan air asing lebih lama dari
yang diperlukan untuk tujuan penyidikan sebagaimana ditentukan dalam pasal
216, 218
dan 220.
Setiap pemeriksaan fisik suatu kendaraan air asing harus dibatasi pada
pemeriksaan atas sertifikat, catatan-catatan atau dokumen-dokumen lain yang
disyaratkan untuk dibawa oleh kendaraan air itu sesuai dengan
ketentuan-ketentuan dan standar-standar internasional yang umum diterima atau
dokumen-dokumem sejenis yang dibawa; pemeriksaan fisik lebih lanjut terhadap
kendaraan air tersebut hanya dapat dilakukan setelah adanya pengujian dimaksud
dan semata-mata bilamana :
(i) ada dasar-dasar yang jelas
untuk menduga bahwa keadaan kendaraan air itu atau peralatannya tidak sesuai
dengan substansial dengan isi dokumen-dokumen-nya;
(ii) isi dokumen-dokumen dimaksud
tidak mencukupi untuk konfirmasi atau verifikasi atas Pelanggaran yang diduga;
atau
(iii) kendaraan air itu tidak
membawa sertifikat dan catatan-catatan yang berlaku.
(b) Apabila penyidikan itu
menunjukkan adanya suatu pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku atau terhadap ketentuan-ketentuan dan standar-standar internasional
untuk perlindungan dan pemeliharaan lingkungan laut, maka pembebasan kendaraan
air tersebut harus segera dilakukan sesuai dengan prosedur-prosedur yang layak
seperti misalnya adanya jaminan uang atau jaminan keuangan lainnya yang wajar.
(c) Dengan tidak mengurangi
ketentuan-ketentuan dan standar-standar internasional yang berlaku berkenaan
dengan kelaikan laut kendaraan air, maka pembebasan bagi kendaraan air, jika
akan mengakibatkan ancaman terhadap lingkungan laut, boleh ditolak atau
dibebaskan bersyarat untuk berlayar menuju ke galangan reparasi yang terdekat.
Dalam hal pembebasan itu telah ditolak atau dibebaskan bersyarat, maka Negara
bendera dari kendaraan air tersebut harus segera diberitahu dan dapat mengusahakan
pembebasan kendaraan air itu sesuai dengan ketentuan Bab XV.
2. Negara-negara harus bekerjasama
untuk mengembangkan prosedur-prosedur guna mencegah pemeriksaan fisik yang
tidak perlu terhadap kendaraan air di laut.
Pasal
227
Non diskriminasi terhadap kendaraan air asing
Non diskriminasi terhadap kendaraan air asing
Dalam melaksanakan hak-hak dan
melakukan kewajibannya menurut Bab ini, Negara-negara tidak boleh melakukan
diskriminasi baik bentuk atau dalam kenyataan terahadap kendaraan-kendaraan air
Negara lain.
Pasal
228
Penangguhan dan pembatasan terhadap pelaksanaan penuntutan
Penangguhan dan pembatasan terhadap pelaksanaan penuntutan
1. Pelaksanaan penuntutan untuk
mengadakan ancaman hukuman berkenaan dengan setiap pelanggaran atas peraturan
perundang-undangan yang berlaku atau ketentuan-ketentuan dan standar-standar
internasional yang bertalian dengan pencegahan, pengurangan dan pengendalian
pencemaran yang berasal dari kendaraan air yang dilakukan kendaraan air asing
di luar laut teritorial Negara yang mengadakan penuntutan harus ditangguhkan
setelah dimulai penuntutan untuk mengadakan ancaman hukuman sesuai dengan
penuntutan yang sama dari Negara bendera dalam jangka waktu 6 bulan sejak
tanggal penuntutan pertama dilakukan, kecuali jika penuntutan itu berhubungan
dengan suatu kasus yang menimbulkan kerusakan gawat bagi Negara pantai atau
Negara bendera itu telah berkali-kali mengabaikan kewajibannya untuk memaksakan
penaatan secara efektif ketentuan-ketentuan dan standar-standar internasional
yang berlaku berkenaan dengan pelanggaran yang dilakukan oleh kendaraan airnya.
Negara bendera harus pada waktunya menyediakan bagi Negara pertama yang
melakukan penuntutan suatu berkas lengkap kasus itu dan catatan-catatan tentang
penuntutan, bilamana Negara bendera telah meminta penangguhan atas penuntutan
itu sesuai dengan ketentuan pasal ini. Apabila tindakan penuntutan oleh Negara
bendera telah sampai pada tahap konklusi, maka penuntutan yang ditangguhkan itu
harus diakhiri. Setelah pembayaran atas ongkos yang dikeluarkan berkenaan
dengan penuntutan tersebut, maka setiap uang jaminan yang dicadangkan atau
jaminan keuangan lainnya yang diperuntukkan berkenaan dengan penangguhan
penuntutan tersebut harus dikembalikan oleh Negara pantai.
2. Pelaksanaan penuntutan untuk
mengadakan ancaman hukuman terhadap kendaraan air asing tidak boleh diadakan
setelah melampaui waktu 3 tahun terhitung dari tanggal dilakukannya
pelanggaran, dan tidak boleh dilakukan oleh setiap Negara dalam hal penuntutan
telah dilakukan Negara lain sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam ayat
1.
3. Ketentuan-ketentuan pasal ini
tidak mengurangi hak Negara bendera untuk melakukan setiap tindakan, termasuk
pelaksanaan penuntutan untuk mengadakan ancaman hukuman, sesuai dengan
undang-undangnya tanpa memandang adanya penuntutan yang terlebih dahulu
diadakan oleh Negara lain.
Pasal
229
Pelaksanaan penuntutan perdata
Pelaksanaan penuntutan perdata
Tidak satupun ketentuan dalam
Konvensi ini yang akan mempengaruhi pelaksanaan penuntutan perdata berkenaan
dengan suatu gugatan atas kerugian atau kerusakan yang timbul dari Pencemaran
lingkungan laut.
Pasal
230
Denda keuangan dan penghormatan hak-hak yang diakui dari tertuduh
Denda keuangan dan penghormatan hak-hak yang diakui dari tertuduh
1. Denda keuangan hanya dapat
dikenakan dalam hal adanya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan
nasional atau ketentuan-ketentuan serta standar-standar internasional yang
berlaku untuk pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran lingkungan
laut oleh kendaraan air asing di luar laut teritorial.
2. Denda keuangan hanya dapat dikenakan dalam hal adanya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan nasional atau ketentuan-ketentuan serta standar-standar internasional yang berlaku untuk pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran lingkungan laut, yang dilakukan oleh kendaraan air asing di laut teritorial, kecuali dalam hal kesengajaan dan adanya tindakan pencemaran yang gawat di laut teritorial.
3. Di dalam melakukan penuntutan
berkenaan dengan pelanggaran dimaksud yang dilakukan oleh suatu kendaraan air
asing yang dapat berakibat dikenakannya hukuman, maka hak-hak yang diakui dari
tertuduh harus dihormati.
Pasal
231
Pemberitahuan kepada Negara bendera dan
Negara-negara lain yang berkepentingan
Pemberitahuan kepada Negara bendera dan
Negara-negara lain yang berkepentingan
Negara-negara harus segera
memberitahu Negara bendera dan Negara lain yang berkepentingan mengenai setiap
tindakan yang dilakukan sesuai dengan bagian 6 terhadap kendaraan-kendaraan air
asing, dan harus menyerahkan kepada Negara bendera seluruh laporan resmi
mengenai tindakan tersebut Namun demikian, sehubungan dengan pelanggaran yang
dilakukan di laut teritorial, kewajiban Negara pantai tersebut hanya berlaku
bagi tindakan yang dilakukan dalam rangka penuntutan Pejabat-pejabat diplomatik
atau konsuler dan jika mungkin pejabat maritim Negara bendera, harus segera
diberitahu mengenai setiap tindakan yang dilakukan terhadap kendaraan air asing
yang sesuai dengan bagian
6.
Pasal
232
Tanggung jawab Negara-negara yang timbul
sebagai akibat tindakan pemaksaan penaatan
Tanggung jawab Negara-negara yang timbul
sebagai akibat tindakan pemaksaan penaatan
Negara-negara harus bertanggung
jawab atau kerugian atas kehilangan yang dapat dibebankan kepada mereka sebagai
akibat daripada tindakan-tindakan yang diambil sesuai dengan bagian
6 apabila tindakan tersebut tidak sah atau melampaui apa yang layak
diperlukan menurut keterangan yang ada. Negara-negara harus menyediakan
tangkisan di Pengadilan atas tindakan berkenaan dengan kerugian atau kehilangan
tersebut.
Pasal
233
Langkah pengamanan bagi selat-selat yang digunakan
untuk navigasi internasional
Langkah pengamanan bagi selat-selat yang digunakan
untuk navigasi internasional
Tiada suatupun dalam bagian 5,
6
dan 7
akan mempengaruhi rejim hukum daripada selat-selat yang digunakan untuk
navigasi internasional. Namun demikian apabila suatu kapal asing yang lain dan
pada yang dimaksudkan oleh bagian 10 dan telah melakukan pelanggaran peraturan
perundang-undangan tersebut dalam pasal 42
ayat 1 (a) dan (b), yang mengakibatkan atau mengancam suatu kerusakan besar
pada lingkungan laut pada selat-selat, maka Negara-negara tepi selat tersebut
dapat mengambil tindakan-tindakan pemaksaan penaatan yang tepat dan jika
demikian harus mutatis mutandis menaati ketentuan-ketentuan bagian ini.
BAGIAN
8.
KAWASAN YANG TERTUTUP ES
Pasal 234
Kawasan yang tertutup es
KAWASAN YANG TERTUTUP ES
Pasal 234
Kawasan yang tertutup es
Negara-negara pantai berhak
menetapkan dan menegakkan peraturan perundang-undangan tanpa diskriminasi untuk
pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran laut yang berasal dari
kendaraan air di kawasan yang tertutup es dalam batas zona ekonomi eksklusif,
dimana khususnya keadaan cuacanya sangat buruk dan permukaan lautnya sepanjang
tahun selalu tertutup es sehingga menghambat atau membahayakan pelayaran, dan
pencemaran lingkungan lautnya
akan sangat membahayakan atau tidak
akan dapat dikembalikan keseimbangan ekologinya seperti semula. Peraturan
perundang-undangan dimaksud harus memperhatikan navigasi dan perlindungan serta
pelestarian lingkungan laut yang didasarkan pada bukti-bukti ilmiah terbaik
yang ada.
BAGIAN
9.
TANGGUNG-JAWAB DAN KEWAJIBAN GANTI-RUGI
Pasal 235
Tanggung-jawab dan kewajiban ganti-rugi
TANGGUNG-JAWAB DAN KEWAJIBAN GANTI-RUGI
Pasal 235
Tanggung-jawab dan kewajiban ganti-rugi
1. Negara-negara bertanggungjawab
untuk pemenuhan kewajiban-kewajiban internasional mereka berkenaan dengan
perlindungan dan pelestarian lingkungan laut. Mereka harus memikul kewajiban
ganti-rugi sesuai dengan hukum internasional.
2. Negara-negara harus menjamin
tersedianya upaya menurut sistim perundang-undangannya untuk diperolehnya
ganti-rugi yang segera dan memadai atau bantuan lainnya bertalian dengan
kerusakan yang disebabkan pencemaran lingkungan laut oleh orang perorangan atau
oleh badan hukum di bawah yurisdiksi mereka.
3. Dengan tujuan untuk menjamin
ganti-rugi yang segera dan memadai bertalian dengan segala kerugian yang
disebabkan oleh pencemaran lingkungan laut, Negara-negara harus bekerjasama
melaksanakan hukum internasional yang berlaku dan untuk pengembangan
selanjutnya hukum internasional yang berkenaan dengan tanggung jawab dan kewajiban
ganti-rugi untuk penaksiran mengenai kompensasi untuk kerusakan serta
penyelesaian sengketa yang timbul, demikian pula, dimana perlu, mengembangkan
kriteria dan prosedur-prosedur pembayaran ganti-rugi yang memadai seperti
halnya asuransi wajib atau dana kompensasi.
BAGIAN
10.
HAK KEKEBALAN
Pasal 236
Hak Kekebalan
HAK KEKEBALAN
Pasal 236
Hak Kekebalan
Ketentuan Konvensi ini yang
berkenaan dengan perlindungan dan pelestarian lingkungan laut tidak berlaku
bagi kapal perang, kapal bantuan, kendaraan air lainnya atau pesawat udara
milik atau yang sedang dioperasikan oleh suatu Negara serta digunakan, pada
saat ini, hanya untuk keperluan pemerintah yang bukan bersifat komersial.
Walaupun demikian, setiap Negara harus menjamin, dengan menetapkan
tindakan-tindakan yang tepat yang tidak menghalangi operasi atau kemampuan
operasional kendaraan air atau pesawat udara yang dimiliki atau
dioperasikannya, bahwa kendaraan air atau pesawat udara dimaksud bertindak
menurut cara yang konsisten, sepanjang hal itu beralasan dan dapat dilakukan,
dengan Konvensi ini.
BAGIAN
11.
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN BERDASARKAN KOVENSI
LAIN MENGENAI PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN
LINGKUNGAN LAUT
Pasal 237
Kewajiban-kewajiban berdasarkan Konvensi lain
mengenai perlindungan dan pelestarian lingkungan laut
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN BERDASARKAN KOVENSI
LAIN MENGENAI PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN
LINGKUNGAN LAUT
Pasal 237
Kewajiban-kewajiban berdasarkan Konvensi lain
mengenai perlindungan dan pelestarian lingkungan laut
1. Ketentuan Bab ini tidak
mengurangi kewajiban-kewajiban khusus yang diterima Negara-negara berdasarkan
Konvensi-konvensi khusus dan persetujuan-persetujuan yang telah tercapai
sebelumnya yang berhubungan dengan perlindungan dan pelestarian lingkungan laut
serta persetujuan-persetujuan yang mungkin dicapai sebagai kelanjutan asas-asas
umum yang tercantum dalam Konvensi ini.
2. Kewajiban-kewajiban
khusus yang diterima Negara-negara berdasarkan Konvensi-konvensi khusus,
bertalian dengan perlindungan dan pelestarian lingkungan laut, harus
dilaksanakan dengan cara yang konsisten dengan asas-asas yang umum dan tujuan
Konvensi ini.
BAGIAN
1.
KETENTUAN UMUM
Pasal 238
Hak mengadakan riset ilmiah kelautan
KETENTUAN UMUM
Pasal 238
Hak mengadakan riset ilmiah kelautan
Semua Negara, tanpa memandang
letak geografisnya dan organisasi-organisasi internasional yang kompeten,
berhak mengadakan riset ilmiah kelautan dengan memperhatikan hak dan kewajiban
Negara-negara lain sebagaimana ditentukan dalam Konvensi ini.
Pasal
239
Penggalakan riset ilmiah kelautan
Penggalakan riset ilmiah kelautan
Negara-negara dan
organisasi-organisasi internasional yang kompeten harus menggalakan dan
memudahkan pengembangan dan penyelenggaraan riset ilmiah kelautan sesuai dengan
Konvensi ini.
Pasal
240
Asas umum bagi penyelenggaraan riset ilmiah kelautan
Asas umum bagi penyelenggaraan riset ilmiah kelautan
Dalam penyelenggaraan riset ilmiah kelautan harus berlaku
asas-asas berikut :
(a) riset ilmiah kelautan
harus dilaksanakan semata-mata untuk tujuan damai;
(b) riset ilmiah kelautan
harus dilakukan dengan metode ilmiah yang tepat dan dengan cara yang sesuai
dengan Konvensi ini;
(c) riset ilmiah kelautan
tidak dibenarkan mengganggu secara tidak sah penggunaan laut lainnya yang sah
sesuai dengan Konvensi ini dan penggunaan laut di maksud harus dihormati;
(d) riset ilmiah kelautan
harus diselenggarakan sesuai dengan segala peraturan relevan yang diterima
sesuai konvensi ini termasuk ketentuan-ketentuan mengenai perlindungan dan
pelestarian lingkungan laut.
Pasal
241
Tidak diakuinya kegiatan riset ilmiah kelautan sebagai
dasar hukum bagi tuntutan
Tidak diakuinya kegiatan riset ilmiah kelautan sebagai
dasar hukum bagi tuntutan
Kegiatan riset ilmiah kelautan tidak
dapat menjadi dasar hukum bagi tuntutan apapun terhadap suatu bagian dari
lingkungan laut atau kekayaan alamnya.
BAGIAN 2.
KERJASAMA INTERNASIONAL
Pasal 242
Penggalakan kerjasama internasional
1. Negara dan organisasi-organisai
internasional yang kompeten, sesuai dengan menghormati kelautan dan yurisdiksi
serta atas dasar saling menguntungkan, harus menggalakan kerjasama
internasional dalam riset ilmiah kelautan untuk maksud-maksud damai.
2. Dalam hubungan ini, tanpa
mengurangi hak dan kewajiban Negara-negara menurut konvensi ini, suatu Negara,
dalam menerapkan Bab ini, harus menyediakan, selayaknya, bagi Negara-negara
lain suatu kesempatan yang pantas untuk mendapatkan atau dengan kerjasamanya,
informasi yang diperlukan untuk mencegah dan mengendalikan kerusakan kesehatan
serta keselamatan orang-orang terhadap lingkungan laut.
Pasal
243
Penciptaan keadaan yang menguntungkan
Penciptaan keadaan yang menguntungkan
Negara-negara dan
organisasi-organisasi internasional yang kompeten harus bekerjasama, melui
pembuatan persetujuan bilateral dan multilateral, untuk menciptakan keadaan
yang menguntungkan bagi pelaksanaan riset ilmiah kelautan di lingkungan laut
dan mengintegrasikan usaha para ilmuwan dalam mempelajari hakekat fenomena dan
proses yang terjadi di lingkungan laut serta interelasi di antaranya.
Pasal
244
Publikasi dan penyebarluasan informasi serta pengetahuan
Publikasi dan penyebarluasan informasi serta pengetahuan
1. Negara-negara dan
organisasi-organisasi internasional yang kompeten, sesuai dengan Konvensi ini,
harus menyediakan informasi mengenai program utama yang diajukan serta tujuannya
maupun pengetahuan sebagai hasil riset, ilmiah kelautan dengan cara publikasi
dan penyebarluasan melalui saluran-saluran yang tepat.
2. Untuk keperluan ini,
Negara-negara baik secara sendiri-sendiri maupun bekerjasama dengan
Negara-negara lain serta dengan organisasi internasional yang kompeten, harus
secara aktif menggalakkan arus data ilmiah dan informasi serta alih pengetahuan
sebagai hasil dari riset ilmiah kelautan, terutama untuk Negara-negara
berkembang dan juga memperkuat kemampuan berdiri sendiri dalam riset ilmiah
kelautan melalui, inter-alia, program yang menyediakan pendidikan yang
memadai serta latihan bagi tenaga teknik dan ilmuwan mereka.
BAGIAN
3.
PENYELENGGARAAN DAN PENINGKATAN
RISET ILMIAH KELAUTAN
Pasal 245
Riset ilmiah kelautan dalam laut teritorial
PENYELENGGARAAN DAN PENINGKATAN
RISET ILMIAH KELAUTAN
Pasal 245
Riset ilmiah kelautan dalam laut teritorial
Negara-negara pantai dalam
melaksanakan kedaulatannya, mempunyai hak eksklusif untuk mengatur, mengijinkan
dan menyelenggarakan riset ilmiah kelautan dalam laut teritorialnya. Riset
ilmiah kelautan termaksud harus diselenggarakan semata-mata dengan ijin yang
tegas dinyatakan oleh Negara pantai menurut persyaratan yang ditentukan
olehnya.
Pasal 246
Riset ilmiah kelautan dalam zona ekonomi eksklusif dan
di landas kontinen
1. Negara-negara pantai dalam
melaksanakan yurisdiksinya mempunyai hak untuk mengatur, mengijinkan dan
menyelenggarakan riset ilmiah kelautan dalam zona ekonomi eksklusif dan
dilandas kontinennya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang relevan Konvensi
ini.
2. Riset ilmiah kelautan di dalam
zona ekonomi eksklusif dan di landas kontinen harus diselenggarakan dengan ijin
Negara pantai.
3. Negara-negara pantai dalam
keadaan biasa harus memberikan ijinnya terhadap proyek riset ilmiah kelautan
yang diselenggarakan oleh Negara-negara lain atau organisasi-organisasi
internasional yang kompeten dalam zona ekonomi eksklusif atau di landas
kontinennya yang diselenggarakan sesuai dengan Konvensi ini semata-mata untuk
tujuan damai dan dengan tujuan untuk menambah pengetahuan ilmiah tentang
lingkungan laut demi kepentingan umat manusia. Untuk tujuan termaksud
Negara-negara pantai harus secepatnya menentukan ketentuan dan prosedur guna
menjamin agar persetujuan tersebut tidak akan diundurkan atau ditolak tanpa
alasan yang cukup.
4. Untuk keperluan pelaksanaan ayat
3, keadaan biasa dapat terwujud sekalipun antara Negara pantai dan Negara yang
melakukan riset tidak ada hubungan diplomatik.
5. Sekalipun demikian Negara-negara
pantai berwenang untuk tidak memberikan persetujuannya guna diselenggarakannya
proyek riset oleh Negara lain atau organisasi internasional yang kompeten dalam
zona ekonomi eksklusif atau di landas kontinen Negara pantai tersebut apabila
proyek itu :
(a) mempunyai arti langsung bagi
eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam, baik hayati maupun non hayati;
(b) meliputi penyebaran dalam
landas kontinen, penggunaan bahan peledak atau pemasukan bahan-bahan berbahaya
ke dalam lingkungan laut;
(c) meliputi konstruksi, operasi
atau penggunaan pulau-pulau buatan, instalasi-instalasi atau bangunan-bangunan
sebagaimana tersebut pada pasal 60 dan 80;
(d) mengandung informasi yang
disampaikan menurut pasal 248 mengenai sifat dan tujuan proyek yang tidak tepat
atau apabila Negara yang menyelenggara-kan riset atau organisasi internasional
yang kompeten mempunyai kewjaiban-kewajiban yang belum dilaksanakan terhadap
Negara pantai berdasarkan suatu proyek riset terdahulu.
6. Tanpa menyimpang dari
ketentuan-ketentuan ayat 5 Negara-negara pantai tidak boleh melaksanakan haknya
untuk menahan persetujuan berdasarkan sub-ayat (a) ayat tersebut diadakan
bertalian dengan proyek-proyek riset ilmiah kelautan yang akan diselenggarakan
menurut ketentuan-ketentuan Bab ini dilandas kontinen,di luar 200 mil laut
dihitung dari garis pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur, di luar
wilayah-wilayah khusus yang oleh Negara pantai pada setiap waktu dapat
ditentukan secara umum sebagai wlayah-wilayah dimana ekspoitasi atau operasi
eksplorasi terperinci mengenai wilayah termaksud sedang dilakukan atau akan
dilakukan dalam jangka waktu dekat. Negara-negara pantai harus menyampaikan
pemberitahuan yang wajar mengenai penunjuk wilayah-wilayah termaksud, demikian
pula mengenai perubahan-perubahan yang berkaitan dengan penunjukan itu, tetapi
tanpa diharuskan untuk memberikan keterangan terperinci mengenai operasi-operasi
di dalam wilayah-wilayah termaksud.
7. Keterangan-keterangan
ayat 6 tidak mengurangi hak-hak Negara pantai atas landas kontinen sebagaimana
ditentukan pada Pasal 77.
8. Kegiatan-kegiatan riset ilmiah kelautan
sebagaimana dimaksud pada pasal ini tidak boleh mengganggu secara tidak wajar
kegiatan-kegiatan yang diselenggara-kan Negara-negara pantai sesuai dengan hak
berdaulat serta yurisdiksinya sebagaimana ditentukan dalam Konvensi ini.
Pasal
247
Proyek riset ilmiah kelautan yang diselenggarakan oleh
atau di bawah naungan organisasi internasional
Proyek riset ilmiah kelautan yang diselenggarakan oleh
atau di bawah naungan organisasi internasional
Suatu Negara pantai yang menjadi
anggota suatu organisasi internasional yang mempunyai perjanjian bilateral
dengan organisasi termaksud, yang dalam zona ekonomi eksklusifnya atau landas
kontinennya organisasi tersebut melakukan suatu proyek Riset ilmiah kelautan
baik secara langsung atau di bawah naungannya, dianggap telah memberi ijin bagi
pelaksanaan proyek itu sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakatinya
apabila Negara termaksud telah menyetujui proyek yang terperinci tersebut pada
saat keputusan diambil oleh organisasi untuk menyelenggarakan proyek termaksud,
atau pada saat organisasi menyatakan kehendaknya untuk turut serta di dalamnya,
dan Negara termaksud sudah tidak menyatakan suatu keberatan dalam waktu 4 bulan
sesudah pemberitahuan tentang adanya proyek itu oleh organisasi dimaksud kepada
Negara pantai.
Pasal
248
Kewajiban untuk memberikan informasi kepada Negara pantai
Kewajiban untuk memberikan informasi kepada Negara pantai
Negara-negara dan
organisasi-organisasi internasional yang kompeten yang berniat menyelenggarakan
riset ilmiah kelautan dalam zona ekonomi eksklusif atau di landas kontinen
suatu Negara pantai harus memberikan, dalam waktu tidak kurang dari 6 bulan
sebelum waktu yang direncanakan bagi proyek riset ilmiah kelautan tersebut, suatu
deskripsi penuh mengenai :
(a) sifat dan tujuan proyek
tersebut;
(b) metoda dan cara yang akan
digunakan, termasuk nama,tonase, tipe serta kelas kendaraan air dan deskripsi
peralatan ilmiah;
(c) penentuan wilayah yang tepat
dimana proyek tersebut akan diselenggarakan;
(d) tanggal ancer-ancer pemunculan
pertama dan keberangkatan terakhir kendaraan air riset, ata penempatan
peralatan dan penyingkirannya, secara tepat;
(e) nama lembaga sponsor,
direkturnya, dan orang-orang yang bertanggung jawab atas proyek termaksud;
(f) sampai dimana Negara pantai
mampu berperan serta atau terwakili dalam proyek tersebut.
Pasal
249
Kewajiban untuk memenuhi persyaratan tertentu
Kewajiban untuk memenuhi persyaratan tertentu
1. Negara-negara dan
organisasi-organisasi internasional yang kompeten apabila melaksanakan riset
ilmiah kelautan dalam zona ekonomi eksklusif atau di landas kontinen suatu
Negara pantai harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
(a) menjamin hak Negara pantai
manakala menghendaki untuk berperan serta atau diwakili dalam proyek riset
ilmiah kelautan, terutama di atas kendaraan air riset dan kendaraan atau pada
instalasi-instalasi riset ilmiah lainnya, dimana mungkin, tanpa pembayaran atas
ganti rugi apapun oleh para ilmuwan Negara pantai dan tanpa ada keharusan untuk
memberi sumbangan biaya atas ongkos proyek tersebut;
(b) memberikan kepada Negara pantai, atas permintaannya, laporan sementara, secepat mungkin, dan juga hasil akhir serta kesimpulan-kesimpulan setelah Penyelesaian riset termaksud.
(c) sanggup memberikan akses bagi
Negara pantai, atas permintaannya atas segala data dan contoh yang diperoleh
dari proyek riset ilmiah kelautan, demikian juga untuk memberikan data-data
yang bisa diperbanyak dan contoh-contoh yang bisa dipisahkan tanpa mengurangi
nilai ilmiahnya;
(d) apabila diminta, memberikan
kepada Negara pantai suatu penilaian data, contoh dan hasil-hasil dimaksud atau
memberikan bantuan dalam penilaian atau interprestasinya;
(e) menjamin, dengan memperhatikan
ayat 2 bawah hasil-hasil riset dapat diperoleh secara internasional melalui
saluran-saluran nasional atau internasional yang tepat sesegera bisa
dilaksanakan;
(f) memberitahu segera Negara
pantai atas setiap perubahan utama dalam program riset;
(g) kecuali apabila disepakati
lain, memindahkan instalasi-instalasi riset ilmiah atau peralatannya manakala
riset dilakukan sudah selesai.
2. Pasal ini berlaku tanpa
mengurangi persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan Negara pantai untuk pelaksanaan kebijaksanaan tentang
memberi atau tidak persetujuannya sesuai dengan pasal 246, ayat 5 termasuk
syarat persetujuan pendahuluan untuk menyediakan secara internasional
hasil-hasil riset dari suatu proyek yang mempunyai arti langsung terhadap
eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam.
Pasal
250
Komunikasi tentang proyek riset ilmiah kelautan
Komunikasi tentang proyek riset ilmiah kelautan
Segala komunikasi tentang proyek riset ilmiah kelautan harus
dilakukan melalui saluran-saluran resmi yang tepat kecuali apabila disepakati
lain.
Pasal
251
Kriteria umum dan pedoman kerja
Kriteria umum dan pedoman kerja
Negara-negara harus berusaha
meningkatkan melalui organisasi-organisasi internasional yang kompeten untuk
menentukan kriteria umum dan pedoman kerja guna membantu Negara-negara dalam
penentuan sifat serta implikasi riset ilmiah kelautan.
Pasal
252
Persetujuan tersirat
Persetujuan tersirat
Negara-negara atau organisasi-organisasi
internasional kompeten dapat memulai proyek riset ilmiah kelautan enam bulan
sesudah tanggal pemberian informasi menurut pasal 248 kepada Negara pantai
kecuali jika dalam jangka waktu empat bulan penerimaan komunikasi yang
berisikan informasi dimaksud Negara pantai tersebut telah memberitahu kepada
Negara atau organisasi yang menyelenggarakan riset bahwa :
(a) Negara itu telah menahan
persetujuannya berdasarkan pasal 246; atau
(b) keterangan yang
diberikan oleh Negara atau organisasi internasional yang kompeten mengenai
sifat atau tujuan proyek tersebut tidak sesuai dengan fakta-fakta dengan bukti
yang tercantum; atau
(b) keterangan yang
diberikan oleh Negara atau organisasi internasional yang kompeten mengenai
sifat atau tujuan proyek tersebut tidak sesuai dengan fakta-fakta dengan bukti
yang tercantum; atau
(c) Negara itu memerlukan
keterangan tambahan berkenaan dengan persyaratan dan keterangan yang ada
berdasarkan pasal
248 dan 249;
atau
(d) terdapat
kewajiban-kewajiban yang belum dipenuhi dalam proyek riset ilmiah kelautan
terdahulu yang diselenggarakan oleh Negara atau organisasi tersebut, bertalian
dengan persyaratan-persyaratan yang ditentukan pada pasal
249.
Pasal
253
Penangguhan atau penghentian kegiatna-kegiatan riset ilmiah kelautan
Penangguhan atau penghentian kegiatna-kegiatan riset ilmiah kelautan
1. Suatu Negara pantai berhak
untuk menuntut penangguhan atas setiap kegiatan riset ilmiah kelautan yang
sedang berlangsung dalam zona ekonomi eksklusif atau dilandas kontinennya
apabila :
(a) kegiatan riset tersebut
tidak diselenggarakan sesuai dengan informasi yang disampaikan berdasarkan pasal
248 yang mendasari persetujuan Negara pantai dimaksud; atau
(b) Negara atau organisasi
internsional yang kompeten yang menyelenggarakan kegiatan riset dimaksud gagal
memenuhi ketentuan pasal 249 berkenaan dengan hak-hak Negara pantai bertalian
dengan proyek riset ilmiah kelautan.
2. Suatu Negara pantai
berhak untuk menutup penghentian setiap kegiatan riset ilmiah kelautan apabila
tidak memenuhi ketentuan pasal 248 yang mengakibatkan timbulnya perubahan utama
dalam proyek riset atau kegiatan-kegiatan riset dimaksud.
3. Suatu Negara pantai
juga boleh menuntut penghentian kegiatan riset ilmiah kelautan apabila salah
satu dari keadaan yang disebut dalam ayat 1 tidak dibetulkan dalam tenggang
waktu yang wajar.
4. Menyusul pemberitahuan
oleh Negara pantai mengenai keputusannya untuk memerintahkan penangguhan atau
penghentian, Negara-negara dan organisasi-organisasi internasional yang
kompeten yang telah diberi kuasa untuk penyelenggaraan kegiatan riset ilmiah
kelautan harus menghentikan kegiatan riset tersebut sehubungan dengan
Pemberitahuan dimaksud.
5. Suatu perintah
penangguhan berdasarkan ayat 1 harus di cabut oleh Negara pantai dan kegiatan
riset ilmiah kelautan diperbolehkan belangsung terus pada saat Negara yang
meriset atau organisasi-organisasi internasional yang kompeten tersebut telah
memenuhi persyaratan sebagaimana ditentukan berdasarkan pasal 248 dan pasal 249.
Pasal
254
Hak-hak Negara-negara tetangga tak berpantai dan yang letak geografisnya tidak beruntung
Hak-hak Negara-negara tetangga tak berpantai dan yang letak geografisnya tidak beruntung
1. Negara-negara dan
organisasi-organisasi internasional yang kompeten telah menyerahkan kepada
suatu Negara pantai sebuah proyek untuk menyelenggarakan riset ilmiah kelautan
yang tersebut pada pasal 246, ayat 3, harus memberitahu Negara-negara tetangga
tak berpantai dan yang letak geografis tidak beruntung tentang proyek riset
yang diusulkan, dan harus memberitahu kepada Negara pantai dimaksud.
2. Setelah persetujuan
diberikan untuk proyek riset ilmiah kelautan yang diusulkan oleh Negara pantai
dimaksud, sesuai dengan pasal 246 dan ketentuan-ketentuan lain yang relevan
dalam Konvensi ini, Negara-negara dan organisasi-organisasi internasional yang
kompeten yang sedang melaksanakan proyek dimaksud harus menyediakan bagi
Negara-negara tetangga tak berpantai dan yang letak geografisnya tidak
beruntung, atas permintaan dan apabila wajar, informasi yang relevan
sebagaimana ditentukan pada pasal 248 dan pasal 249, ayat 1 (f).
3. Negara-negara tetangga
tak berpantai dan yang letak geografisnya tidak beruntung tersebut di atas,
atas permintaannya, harus diberikan kesempatan berpartisipasi, jika layak,
dalam proyek riset ilmiah kelautan yang diusulkan dengan tenaga ahli
berkualitas yang ditunjuk olehnya dan tanpa keberatan dari Negara pantai, sesuai
dengan persyaratan-persyaratan yang telah disepakati dalam proyek tersebut,
menurut ketentuan-ketentuan Konvensi ini, antara Negara pantai yang
bersangkutan dan Negara atau organisasi-organisasi internasional yang kompeten
yang menyelenggarakan riset ilmiah kelautan.
4. Negara-negara dan
organisasi-organisasi internasional yang kompeten tersebut dalam ayat 1 pasal
ini harus menyediakan bagi Negara-negra tetangga tak berpantai dan yang letak
geografisnya tidak beruntung, atas permintaannya, informasi dan bantuan yang
ditentukan pada pasal 249, ayat 1 (d), dengan mengindahkan ketentuan pasal pasal
249, ayat 2.
Pasal
255
Tindakan-tindakan untuk memudahkan riset ilmiah
kelautan dan membantu kendaraan riset
Tindakan-tindakan untuk memudahkan riset ilmiah
kelautan dan membantu kendaraan riset
Negara-negara harus berusaha
sungguh-sungguh untuk menetapkan ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan dan
prosedur-prosedur yang wajar untuk menggalak-kan dan memudahkan
diselenggarakannya riset ilmiah kelautan yang sesuai dengan Konvensi ini di
luar laut teritorial dan, jika mungkin untuk memudahkan, dengan mengindahkan
ketentuanketentuan peraturan perundang-undangan, akses dalam
pelabuhan-pelabuhannya dan meningkatkan bantuan untuk kendaraan air riset
ilmiah kelautan, yang memenuhi ketentuan yang relevan dari Bab ini.
Pasal
256
Riset ilmiah kelautan di Kawasan
Riset ilmiah kelautan di Kawasan
Semua Negara, tanpa memandang
letak geografisnya, serta organisasi-organisasi internasional yang kompeten
berhak, sesuai dengan ketentuan Bab XI, untuk menyelenggarakan riset ilmiah
kelautan di Kawasan.
Pasal
257
Riset ilmiah kelautan dalam kolom air di luar
zona ekonomi eksklusif
Riset ilmiah kelautan dalam kolom air di luar
zona ekonomi eksklusif
Semua Negara, tanpa memandang
letak geografisnya, serta organisasi-organisasi internasional yang kompeten,
berhak sesuai dengan Konvensi ini, untuk menyelenggarakan riset ilmiah kelautan
dalam kolom air di luar batas zona ekonomi eksklusif.
BAGIAN
4.
INSTALASI RISET ILMIAH ATAU PERALATAN
DI LINGKUNGAN LAUT
Pasal 258
Penempatan dan penggunaan
INSTALASI RISET ILMIAH ATAU PERALATAN
DI LINGKUNGAN LAUT
Pasal 258
Penempatan dan penggunaan
Penempatan dan penggunaan setiap
jenis instalasi riset ilmiah atau peralatan di setiap kawasan lingkungan laut
harus tunduk pada syarat-syarat yang sama yang ditentukan oleh Konvensi ini
untuk penyelenggaraan riset ilmiah kelautan di setiap kawasan tersebut.
Pasal 259
Status hukum
Instalasi-instalasi atau peralatan
yang dimaksud dalam bagian ini tidak memiliki status sebagai pulau.
Instalasi-instalasi atau peralatan dimaksud tidak memiliki laut teritorialnya
sendiri, dan adanya instalasi-instalasi atau peralatan di suatu tempat tidak
mempengaruhi penetapan batas laut teritorial, zona ekonomi eksklusif atau
landas kontinen.
Pasal
260
Zona Keamanan
Zona Keamanan
Zona keamanan dengan lebar yang
wajar dan tidak melebihi jarak 500 meter dapat diadakan di sekeliling instalasi
riset ilmiah sesuai dengan ketentuan yang relevan dari Konvesi ini. Semua
Negara harus menjamin bahwa zona keselamatan dimaksud diindahkan oleh
kendaraan-kendaraan airnya.
Pasal
261
Larangan gangguan terhadap rute pelayaran
Larangan gangguan terhadap rute pelayaran
Penempatan dan penggunaan setiap
jenis instalasi riset ilmiah atau peralatan tidak boleh merupakan halangan
terhadap rute pelayanan internasional yang ada.
Pasal
262
Tanda pengenal dan tanda bahaya
Tanda pengenal dan tanda bahaya
Instalasi-instalasi atau peralatan
yang dimaksudkan dalam bagian ini harus dibubuhi tanda pengenal yang
menunjukkan Negara registrasi atau organisasi internasional yang memilikinya
dan harus mempunyai tanda bahaya yang telah disepakati secara internasional
yang cukup untuk menjamin keselamatan di laut dan keselamatan navigasi udara,
dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dan standar-standar yang telah
ditentukan oleh organisasi internasional yang kompeten.
BAGIAN
5.
TANGGUNG JAWAB DAN KEWAJIBAN GANTI RUGI
Pasal 263
Tanggung jawab dan kewajiban ganti rugi
TANGGUNG JAWAB DAN KEWAJIBAN GANTI RUGI
Pasal 263
Tanggung jawab dan kewajiban ganti rugi
1. Negara-negara dan
organisasi-organisasi internasional yang kompeten harus bertanggung jawab untuk
menjamin bahwa riset ilmiah kelautan, baik yang diadakan oleh atau atas nama
mereka, diselenggarakan sesuai dengan Konvensi ini.
2. Negara-negara dan
organisasi-organisasi internasional yang kompeten harus bertanggung jawab dan
mempunyai kewajiban untuk membayar ganti rugi terhdap tindakan yang dilakukan
yang bertentangan dengan Konvensi ini berkenaan dengan riset ilmiah kelautan
yang diselenggarakan oleh Negara lain, orang-perorangan atau, badan hukum atau,
oleh organisasi-organisasi internasional yang kompeten, dan. harus memberikan
ganti rugi bagi kerusakan yang diakibatkan oleh tindakan tersebut.
3. Negara-negara dan
organisasi-organisasi internasional yang kompeten harus bertanggung jawab dan
mempunyai kewajiban untuk membayar ganti rugi menurut pasal
235 untuk kerusakan yang disebabkan oleh pencemaran lingkungan laut yang
timbul dari riset ilmiah kelautan yang diselenggarakan atau atas nama mereka.
BAGIAN 6.
PENYELESAIAN SENGKETA DAN TINDAKAN SEMENTARA
Pasal 264
Penyelesaian sengketa
Sengketa yang bertalian dengan
penafsiran atau penerapan ketentuan-ketentuan Konvensi ini berkenaan dengan
riset ilmiah kelautan harus diselesaikan sesuai dengan Bab XV, bagian 2 dan 3.
Pasal
265
Tindakan sementara
Tindakan sementara
Sambil menunggu penyelesaian
suatu sengketa sesuai dengan Bab XV, bagian 2 dan 3, Negara atau organisasi
internasional yang kompeten yang diijinkan untuk menyelenggarakan proyek riset
ilmiah kelautan tidak diperkenankan memulai kegiatan risetnya atau
melanjutkannya tanpa ijin yang tegas dinyatakan oleh Negara pantai yang
bersangkutan.
BAGIAN 1. KETENTUAN UMUM
Pasal 266
Penggalakkan pengembangan dan alih teknologi kelautan
1. Negara-negara, langsung atau
melalui organisasi-organisasi internasional yang kompeten, harus bekerjasama
sesuai dengan kemampuannya untuk menggalakkan secara aktif pengembangan dan
alih ilmu kelautan serta teknologi kelautan dengan cara dan syarat-syarat yang
adil dan wajar.
2. Negara-negara harus menggalakkan
pengembangan ilmu pengetahuan kelautan dan kemampuan teknologi Negaranegara
yang mungkin membutuhkan dan meminta bantuan teknik dalam bidang ini, khususnya
Negara-negara berkembang, termasuk Negara-negara tak berpantai dan letak
geografisnya tidak beruntung, dalam hal eksplorasi, eksplorasi, konservasi dan
pengolahan kekayaan laut, perlindungan dan pelestarian lingkungan laut, riset
ilmu pengetahuan kelautan dan kegiatan-kegiatan lainnya di lingkungan laut
sesuai dengan Konvensi ini, dengan maksud mempercepat pembangunan sosial dan
ekonomi Negara-negara berkembang.
3. Negara-negara harus berusaha
sungguh-sungguh untuk menciptakan iklim ekonomi dan hukum yang menguntungkan
bagi alih teknologi kelautan yang bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan
secara adil.
Pasal
267
Perlindungan terhadap kepentingan yang sah
Perlindungan terhadap kepentingan yang sah
Negara-negara, dalam menggalakkan
kerjasama menurut pasal 266, harus mengindahkan semua kepentingan yang sah
termasuk inter alia, hak dan kewajiban para pemegang, pemberi dan
penerima teknologi kelautan.
Pasal
268
Tujuan dasar
Tujuan dasar
Negara-negara, langsung atau
melalui organisasi-organisasi internasional yang kompeten harus
menggalakkan :
(a) perolehan, evaluasi dan
penyebarluasan pengetahuan teknologi kelautan dan memudahkan akses untuk informasi
dan data dimaksud;
(b) pengembangan teknologi kelautan
yang tepat;
(c) pengembangan infrastruktur
teknologi yang dibutuhkan untuk memudahkan alih teknologi kelautan;
(d) pengembangan sumber daya
manusia melalui latihan dan pendidikan para warganegara dari Negara-negara
berkembang dan negara-negara khususnya para warganegara dari Negara yang paling
terbelakang;
(e) kerjasama internasional dalam
segala tingkat, khususnya pada tingkat regional, subregional dan bilateral.
Pasal
269
Tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan dasar
Tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan dasar
Untuk mencapai tujuan tersebut
dalam pasal 268, Negara-negara secara langsung atau melalui
organisasi-organisasi internasional yang kompeten, harus berusaha
sungguh-sungguh, inter alia untuk :
(a) menentukan program-program kerjasama
teknik untuk pengalihan efektif segala macam teknologi kelautan kepada
Negara-negara yang mungkin membutuhkan dan meminta bantuan teknik di bidang
ini, khususnya Negara-negara berkembang tak berpantai dan yang letak
geografisnya tidak beruntung demikian pula Negara-negara berkembang lainnya
yang tidak mampu mencapai atau mengembangkan kemampuan teknologinya dibidang
pengetahuan kelautan dan dalam eksplorasi serta eksploitasi kekayaan laut atau
untuk mengembangkan infrastruktur teknologi dimaksud;
(b) menggalakkan iklim, yang
menguntungkan untuk tercapainya perjanjian, kontrak dan pengaturan serupa
lainnya, berdasarkan syarat-syarat yang layak dan adil;
(c) menyelenggarakan konperensi,
seminar dan simposium khususnya mengenai kebijakan dan metoda alih teknologi
kelautan;
(d) menggalakkan pertukaran ilmuwan
dan teknologi serta para ahli lainnya;
(e) melaksanakan proyek dan
menggalakkan usaha patungan serta bentuk kerjasama bilateral dan multilateral
lainnya.
BAGIAN
2.
KERJASAMA INTERNASIONAL
Pasal 270
Jalan dan cara kerjasama internasional
KERJASAMA INTERNASIONAL
Pasal 270
Jalan dan cara kerjasama internasional
Kerjasama internasional untuk
mengembangkan dan alih teknologi kelautan harus diselesaikan, dimana mungkin
dan pantas, melalui program bilateral, regional atau multilateral yang ada, dan
juga melalui program baru dan program yang dikembangkan untuk mempermudah
penelitian ilmiah kelautan, alih teknologi kelautan khususnya dibidang yang
baru dan dana internasional yang layak untuk riset samudera dan
pengembangannya.
Pasal
271
Pedoman, kriteria dan standar
Pedoman, kriteria dan standar
Negara-negara, langsung atau
melalui organisasi-organisasi internasional yang kompeten, harus menggalakkan
terbentuknya pedoman umum yang diterima, kriteria dan standar untuk alih
teknologi kelautan atas dasar bilateral atau dalam rangka organisasi
internasional dan fora lainnya, dengan memperhatikan khususnya kepentingan dan
kebutuhan Negara-negara berkembang.
Pasal
272
Koordinasi program-program internasional
Koordinasi program-program internasional
Dibidang alih teknologi kelautan, Negara-negara harus
berusaha sungguh-sungguh untuk menjamin bahwa organisasi-organisasi
internasional yang kompeten, mengkoordinasikan kegiatannya, termasuk setiap
program regional atau global dengan memperhatikan kepentingan dan kebutuhan
Negara-negara berkembang, khususnya Negara-negara tak berpantai dan yang letak
geografisnya tidak menguntungkan.
Pasal
273
Kerjasama dengan organisasi internasional dan Otorita
Kerjasama dengan organisasi internasional dan Otorita
Negara-negara harus bekerjasama
secara aktif dengan organisasi-organisasi internasional yang kompeten dan
Otorita, untuk mendorong dan memudahkan pengalihan ketrampilan dan teknologi
kelautan yang bertalian dengan kegiatankegiatan di Kawasan, kepada
Negara-negara berkembang warganegaranya dan Perusahaan.
Pasal
274
Tujuan dan Otorita
Tujuan dan Otorita
Dengan tidak mengurangi segala
kepentingan yang sah termasuk, inter alia dan kewajiban para pemegang, pemberi
dan penerima teknologi, Otorita, bertalian dengan kegiatan-kegiatan di Kawasan,
harus menjamin bahwa :
(a) atas dasar asas pembagian
geografis yang adil, para warganegara Negara berkembang, baik Negara pantai,
Negara tak berpantai atau yang letak geografisnya tidak beruntung, harus
diikutsertakan untuk tujuan latihan sebagai anggota pengurus, riset dan tenaga
teknis yang dibentuk untuk pelaksanaannya;
(b) dokumentasi teknis mengenai
peralatan, tata kerja mesin, alat peralatan dan proses yang relevan tersedia
bagi semua Negara, khususnya bagi Negara-negara berkembang yang mungkin
membutuhkan dan meminta bantuan teknis dalam bidang ini;
(c) ketentuan-ketentuan memadai
yang dibutuhkan oleh Otorita untuk memudahkan perolehan bantuan teknik dalam
bidang teknologi kelautan oleh Negara-negara yang mungkin membutuhkan dan
memintanya, khususnya Negara-negara berkembang, dan perolehan ketrampilan dan
know-how yang dibutuhkan oleh para warganegaranya, termasuk latihan keahlian;
(d) Negara-negara yang mungkin
membutuhkan dan meminta bantuan teknik dalam bidang ini, khususnya pada
Negaranegara berkembang, dibantu untuk memperoleh peralatan, proses, alat-alat
besar dan know-how teknik lainnya yang diperlukan melalui pengaturan keuangan
yang dimaksudkan menurut Konvensi ini.
BAGIAN 3.
PUSAT TEKNOLOGI DAN ILMU PENGETAHUAN
KELAUTAN NASIONAL DAN ERGIONAL
Pasal 275
Pembentukan pusat-pusat nasional
1. Negara-negara, langsung atau
melalui organisasi-organisasi internasional yang kompeten dan Otorita, harus
menggalakkan pembentukan, khususnya di Negara-negara pantai sedang berkembang,
pusat-pusat riset, teknologi dan ilmu pengetahuan kelautan nasional serta
memperkuat pusat-pusat nasional yang telah ada, dalam rangka merangsang dan
memajukan pelaksanaan riset ilmu pengetahuan kelautan oleh Negara-negara pantai
sedang berkembang dan untuk meningkatkan kemampuan nasionalnya guna
memanfaatkan dan melestarikan kekayaan laut untuk keuntungan ekonominya.
2. Negara-negara, melalui
organisasi internasional yang kompeten dan Otorita, harus memberikan dukungan
yang memadai untuk memudahkan pembentukan dan memperkuat pusat-pusat nasional
dimaksud guna menyediakan kemudahan latihan lanjutan dan peralatan serta
ketrampilan dan know how yang dibutuhkan demikian pula tenaga ahli teknik bagi
Negaranegara yang mungkin membutuhkan dan meminta bantuan dimaksud.
Pasal
276
Pembentukan pusat-pusat regional
Pembentukan pusat-pusat regional
1. Negara-negara, dengan koordinasi
bersama organisasi-organisasi internasional yang kompeten, Otorita dan
lembagalembaga ilmu pengetahuan kelautan serta riset teknologi nasional, harus
menggalakkan pembentukan pusat-pusat ilmu pengetahuan kelautan dan riset
teknologi regional, khususnya di negara-negara berkembang, dalam rangka
merangsang dan memajukan penyelenggaraan riset ilmu pengetahuan kelautan oleh
negara-negara berkembang serta mempercepat alih teknologi kelautan.
2. Semua Negara dalam suatu wilayah
harus bekerja sama dengan pusat-pusat regional yang ada untuk menjamin
tercapainya tujuannya dengan secara lebih efektif.
Pasal
277
Fungsi pusat-pusat regional
Fungsi pusat-pusat regional
Fungsi pusat-pusat regional
dimaksud harus mencakup, inter alia :
(a) program latihan dan pendidikan
pada seluruh tingkat dalam pelbagai aspek ilmu pengetahuan kelautan dan riset
teknologi, khususnya biologi kelautan, termasuk konservasi dan pengaturan
kekayaan hayati, oseanografi, hidrografi, engineering, eksplorasi geologis
dasar laut, penambangan dan teknologi penawaran air;
(b) pengkajian manajemen;
(c) program pengkajian yang
berkaitan dengan perlindungan dan pelestarian lingkungan laut serta pencegahan,
pengurangan dan pengendalian pencemaran;
(d) organisasi konperensi regional,
seminar dan simposium;
(e) perolehan dan pengolahan data
serta informasi ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan;
(f) penyebarluasan segera hasil
riset ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan dalam publikasi yang tersedia;
(g) publikasi kebijakan nasional
berkenaan dengan alih teknologi kelautan dan studi komperatip yang sistimatis
tentang kebijaksanaan tersebut;
(h) kompilasi dan sistimatisasi informasi mengenai pemasaran teknologi dan mengenai kontrak serta pengaturan lainnya tentang paten;
(i) kerjasama teknik dengan
Negara-negara lain dalam region.
BAGIAN
4.
KERJASAMA ANTARA ORGANISASI INTERNASIONAL
Pasal 278
Kerjasama antara organisasi internasional
KERJASAMA ANTARA ORGANISASI INTERNASIONAL
Pasal 278
Kerjasama antara organisasi internasional
Organisasi-organisasi
internasional yang kompeten yang disebut dalam Bab ini dan dalam Bab XIII harus
mengambil segala tindakan yang perlu untuk menjamin, baik secara langsung atau
dengan kerjasama erat antara mereka, pelaksanaan efektif, fungsi dan tanggung
jawab berdasarkan Bab ini.
BAGIAN
1.
KETENTUAN UMUM
Pasal 279
Kewajiban untuk menyelesaikan sengketa dengan damai
KETENTUAN UMUM
Pasal 279
Kewajiban untuk menyelesaikan sengketa dengan damai
Negara-negara Peserta harus
menyelesaikan setiap sengketa antara mereka perihal interpretasi atau penerapan
Konvensi ini dengan cara damai sesuai dengan Pasal 2 ayat 3 Piagam Perserikatan
Bangsa-Bangsa dan, untuk tujuan ini, harus mencari penyelesaian dengan cara
sebagaimana ditunjukkan dalam Pasal 33 ayat 1 Piagam tersebut.
Pasal
280
Penyelesaian sengketa dengan sesuatu cara damai yang
dipilih oleh Para pihak
Penyelesaian sengketa dengan sesuatu cara damai yang
dipilih oleh Para pihak
Tiada sesuatupun dalam Bab ini
mengurangi hak Negara-negara Peserta manapun untuk bersepakat pada setiap waktu
menyelesaikan sengketa antara mereka perihal interpretasi atau penerapan
Konvensi ini dengan cara damai apapun yang mereka pilih sendiri.
Pasal
281
Prosedur yang ditempuh dalam hal tidak dicapai
penyelesaian oleh para pihak
Prosedur yang ditempuh dalam hal tidak dicapai
penyelesaian oleh para pihak
1. Apabila Negara-negara
Peserta yang menjadi pihak dalam sengketa perihal interpretasi atau penerapan.
Konvensi ini telah bersepakat untuk mencari penyelesaian sengketa tersebut
dengan cara damai yang mereka pilih sendiri, maka prosedur-prosedur yang
ditetapkan dalam Bab ini berlaku hanya dalam hal tidak dicapai penyelesaian dengan
menempuh cara demikian dan kesepakatan antara para pihak tidak menutup
kemungkinan adanya prosedur lanjutan apapun.
2. Apabila para pihak juga
telah bersepakat mengenai ketentuan ayat 1 berlaku hanya setelah berakhirnya
batas waktu, maka ketentuan ayat 1 berlaku hanya setelah berakhirnya batas
waktu tersebut.
Pasal 282
Kewajiban-kewajiban berdasarkan perjanjian-perjanjian
umum, regional atau bilateral
Apabila Negara-negara Peserta
yang menjadi pihak dalam suatu sengketa perihal interpretasi atau penerapan
Konvensi ini telah bersepakat melalui suatu persetujuan umum, regional atau
bilateral atau secara lain, bahwa sengketa demikian, atau permintaan pihak
manapun dalam sengketa, haus ditundukkan pada suatu prosedur yang menghasilkan
keptusan mengikat, maka prosedur tersebut berlaku sebagai pengganti prosedur
yang tertera dalam Bab ini, kecuali para pihak dalam sengketa itu bersepakat
secara lain.
Pasal
283
Kewajiban untuk tukar menukar pendapat
Kewajiban untuk tukar menukar pendapat
1. Apabila timbul suatu
sengketa antara Negara-negara Peserta perihal interprestasi atau penerapan
Konvensi ini, maka para pihak dalam sengketa tersebut harus secepatnya
melakukan tukar menukar pendapat mengenai penyelesaian dengan perundingan atau
cara damai lainnya.
2. Para pihak juga harus
secepatnya melakukan tukar menukar pendapat dalam hal suatu prosedur untuk
penyelesaian, sengketa telah dihentikan tanpa suatu penyelesaian atau dalam hal
suatu penyelesaian telah tercapai dan keadaan menghendaki dilakukan konsultasi
mengenai cara pelaksanaan penyelesaian tersebut.
Pasal
284
K o n s i l i a s i
K o n s i l i a s i
1. Suatu Negara Peserta
yang menjadi pihak dalam suatu sengketa perihal interpretasi atau penerapan
Konvensi ini dapat mengundang pihak atau para pihak lainnya dalam sengketa
untuk menyerahkan sengketa itu pada konsiliasi sesuai dengan prosedur
berdasarkan Lampiran V, Bagian 1, atau suatu prosedur konsiliasi lainnya.
2. Apabila undangan itu
diterima dan apabila para pihak sepakat mengenai prosedur konsiliasi yang harus
diterapkan, setiap pihak dapat menyerahkan sengekta itu pada prosedur tersebut.
3. Apabila undangan itu
tidak diterima atau para pihak tidak sepakat mengenai prosedur, maka proses
konsiliasi tersebut harus dianggap telah dihentikan.
4. Kecuali para pihak
bersepakat secara lain, dalam hal suatu sengketa telah diserahkan pada
konsiliasi, proses tersebut dapat dihentikan hanya sesuai dengan prosedur
konsiliasi yang telah disepakati.
Pasal
285
Penerapan bagian ini bagi sengketa yang diserahkan menurut Bab XI
Penerapan bagian ini bagi sengketa yang diserahkan menurut Bab XI
Ketentuan-ketentuan bagian ini
berlaku bagi setiap sengketa yang menurut Bab XI Bagian 5 harus diselesaikan
sesuai dengan prosedur-prosedur yang diatur dalam Bab ini. Apabila suatu satuan
lain dari suatu Negara Peserta adalah pihak dalam suatu sengketa demkian maka
bagian ini berlaku mutatis mutandis.
BAGIAN 2.
PROSEDUR WAJIB YANG MENGHASILKAN
KEPUTUSAN MENGIKAT
Pasal 286
Penerapan prosedur-prosedur berdasarkan bagian ini
Dengan tunduk pada ketentuan bagian
3 setiap sengketa perihal interpretasi atau penerapan Konvensi ini harus dalam
hal tidak tercapai penyelesaian melalui ketentuan bagian 1, diserahkan atas
permintaan pihak manapun dalam sengketa tersebut kepada pengadilan atau
mahkamah yang mempunyai yurisdiksi berdasarkan bagian ini.
Pasal
287
Pemilihan prosedur
Pemilihan prosedur
1. Pada waktu
menandatangani, meratifikasi atau aksesi pada Konvensi ini atau pada setiap
waktu setelah itu, suatu Negara bebas untuk memilih, dengan membuat pernyataan
tertulis, satu atau lebih dari cara-cara berikut untuk menyelesaikan sengketa
perihal interprestasi atau penerapan Konvensi ini :
(a) Mahkamah Internasional
Hukum Laut yang dibentuk sesuai denngan Lampiran VI;
(b) Mahkamah Internasional;
(c) suatu mahkamah arbitrasi
khusus yang dibentuk sesuai dengan Lampiran VIII;
(d) suatu mahkamah arbitrasi
khusus yang dibentuk sesuai dengan Lampiran VIII untuk satu jenis sengketa atau
lebih yang tertera didalamnya.
2. Suatu pernyataan yang
dibuat berdasarkan ayat 1 tidak akan mempengaruhi atau dipengaruhi oleh
kewajiban suatu Negara Peserta untuk menerima yurisdiksi Kamar Sengketa Dasar
Laut Mahkamah Internasional Hukum Laut sejauh dan dengan cara yang ditentukan
dalam Bab XI bagian 5.
3. Suatu Negara Peserta
yang menjadi suatu pihak dalam suatu sengketa yang tidak diliput oleh suatu
pernyataan yang berlaku, harus dianggap telah menerima arbitrasi sesuai dengan
Lampiran VII.
4. Apabila para pihak
dalam sengketa telah menerima prosedur yang sama untuk penyelesaikan sengketa,
maka sengketa tersebut dapat diserahkan hanya pada prosedur demikian, kecuali
apabila para pihak bersepakat secara lain.
5. Apabila para pihak
dalam sengketa tidak menerima prosedur yang sama untuk penyelesaian sengketa,
maka sengketa itu dapat diserahkan hanya pada arbitrasi sesuai dengan Lampiran
VII, kecuali jika para pihak bersepakat secara lain.
6. Suatu pernyataan yang
dibuat berdasarkan ayat 1 akan tetap berlaku hingga 3 (tiga) bulan setelah
pemberitahuan pencabutan didepositkan pada Sekretaris Jenderal Perserikatan
Bangsa-Bangsa.
7. Suatu pernyataan baru,
pemberitahuan pencabutan atau kadaluwarsanya suatu pernyataan bagaimana juga
tidak mempengaruhi proses yang sedang berlangsung di suatu pengadilan atau
mahkamah yang mempunyai yurisdiksi berdasarkan pasal 27 ini, kecuali para pihak
bersepakat secara lain.
8. Pernyataan-pernyataan
dan pemberitahuan yang dimaksud pasal ini harus didepositkan pada Sekretaris
Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa yang akan meneruskan salinan-salinannya
kepada Negara-negara Peserta.
Pasal 288
Y u r i s d i k s i
1. Setiap pengadilan atau
mahkamah yang dimaksudkan dalam Pasal 287 mempunyai yurisdiksi atas setiap
sengketa perihal interprestasi atau penerapan Konvensi ini yang diserahkan
kepadanya sesuai dengan Bab ini.
2. Setiap pengadilan atau
Mahkamah yang dimaksudkan dalam Pasal 287 juga mempunyai yurisdiksi atas setiap
sengketa perihal interpretasi atau penerapan suatu perjanjian internasional
yang bertalian dengan tujuan Konvensi ini, yang diserahkan kepadanya sesuai
dengan perjanjian itu.
3. Kamar sengketa Dasar
Laut Mahkamah Internasional Hukum Laut yang dibentuk sesuai berdasarkan
Lampiran VI, dan kamar lain apapun atau Mahkamah arbitrasi yang dimaksudkan
dalam Bab XI, bagian 5, mempunyai yurisdiksi dalam setiap masalah yang
diserahkan kepadanya sesuai dengan Bab tersebut.
4. Dalam hal terajdinya
suatu sengketa mengenai apakah suatu pengadilan atau mahkamah mempunyai
yurisdiksi, masalah tersebut harus diselesaikan dengan keputusan pengadilan
atau Mahkamah tersebut.
Pasal
289
Para Ahli (Experts)
Para Ahli (Experts)
Dalam setiap sengketa yang
menyangkut masalah-masalah ilmiah atau teknis, pengadilan atau mahkamah yang
melaksanakan yurisdiksi berdasarkan bagian ini dapat, atas permintaan suatu
pihak atau atas inisiatif sendiri, dengan konsultasi dengan para pihak memilih
tidak kurang dari dua ahli ilmiah atau teknis dengan mengutamakan dari daftar
yang relevan yang disiapkan sesuai dengan Lampiran VIII, pasal 2 untuk duduk
dalam pengadilan atas mahkamah tetapi tanpa hak suara.
Pasal
290
Tindakan sementara (Provisional measures)
Tindakan sementara (Provisional measures)
1. Apabila suatu sengketa
telah diserahkan sebagaimana mestinya kepada suatu pengadilan atau mahkamah
yang prima facie berpendapat bahwa ia mempunyai yurisdiksi berdasarkan Bab ini
atau Bab XI, bagian 5, maka pengadilan atau mahkamah itu dapat menetapkan
tindakan sementara apapun yang dipandang memadai menurut keadaan untuk
memelihara hak masing-masing pihak dalam sengketa atau untuk mencegah kerugian
yang berat terhadap lingkungan laut, sambil menunggu keputusan akhir (final decision).
2. Tindakan sementara
dapat dirubah atau dicabut segera setelah keadaan yang membenarkannya telah
berubah atau telah berhenti.
3. Tindakan sementara
dapat ditetapkan, dirubah atau dicabut berdasarkan pasal ini hanya atas
permintaan suatu pihak dalam sengketa dan setelah para pihak diberi kesempatan
untuk didengar.
4. Pengadilan atau
mahkamah harus segera memberitahu kepada para pihak dan kepada Negara Peserta
lainnya yang dipandangnya perlu, mengenai ditetapkannya dirubahnya atau dicabut
tindakan sementara.
5. Sambil menunggu terbentuknya suatu
mahkamah arbitrasi yang kepadanya diserahkan suatu sengketa berdasarkan bagian
ini, setiap pengadilan atau mahkamah yang telah disepakati oleh para pihak
atau, bila tidak dapat kesepakatan demikian dalam waktu 2 (dua) minggu sejak
tanggal permintaan untuk tindakan sementara, Mahkamah Internasional Hukum Laut
atau yaitu bertalian dengan kegiatan-kegiatan di Kawasan, Kamar Sengketa
DasarLaut, dapat menetapkan, merubah atau mencabut tindakan sementara sesuai
dengan pasal ini bila ia menganggap, bahwa prima facie mahkamah yang akan
dibentuk itu akan mempunyai yurisdiksi dan bahwa desakan keadaan
menghendakinya. Segera setelah terbentuk, mahkamah yang kepadanya sengketa
tersebut diserahkan dapat merubah, mencabut atau menguatkan tindakan-tindakan
sementara itu, dengan bertindak sesuai dengan ayat 1 sampai dengan 4.
6. Para pihak dalam
sengketa harus mematuhi dengan segera setiap tindakan sementara yang ditetapkan
berdasarkan Pasal ini.
Pasal
291
A k s e s
A k s e s
1. Semua prosedur
penyelesaian sengketa yang ditentukan dalam Bab ini harus terbuka bagi Negara-negara
Peserta.
2. Prosedur penyelesaian
sengketa yang ditentukan dalam Bab ini harus terbuka bagi satuan-satuan lain
dari Negaranegara Peserta hanya sebagaimana secara khusus ditentukan dalam
Konvensi ini.
Pasal
292
Pelepasan segera kendaraan air dan awaknya
Pelepasan segera kendaraan air dan awaknya
1. Dalam hal pejabat suatu
Negara Peserta telah melakukan penahanan kendaraan air yang mengibarkan bendera
Negara Peserta lain dan dituduhkan bahwa Negara yang menahan itu tidak memenuhi
ketentuan-ketentuan Konvensi ini untuk segera membebaskan kendaraan air atau
awaknya setelah penitipan sejumlah uang jaminan atau jaminan keuangan lainnya,
maka masalah pembebasan dari penahanan dapat diserahkan kepada pengadilan atau
mahkamah manapun yang disepakati oleh para pihak atau, dalam hal tidak tercapainya
kesepakatan demikian dalam waktu 10 (sepuluh) hari sejak waktu penahanan
berdasarkan pasal 287 atau Mahkamah Internasional Hukum Laut, kecuali jika para
pihak bersepakat secara lain.
2. Permohonan untuk pembebasan
dapat diajukan hanya oleh atau atas nama Negara bendera kendaraan air tersebut.
3. Pengadilan atau mahkamah
harus menangani permintaan untuk pembebasan tanpa penundaan dan harus menangani
hanya masalah pembebasan dengan tidak mengurangi kepentingan perkara manapun di
hadapan forum domestik yang selayaknya terhadap kendaraan air itu, pemiliknya
atau awaknya. Pejabat Negara yang menahan tetap berwenang untuk melepaskan
kendaraan air itu atau awaknya setiap waktu.
4. Setelah menyerahkan
sejumlah uang jaminan atau jaminan keuangan lainnya yang ditetapkan oleh
pengadilan atau mahkamah, pejabat Negara yang menahan harus segera mematuhi
keputusan pengadilan atau mahkamah perihal pembebasan kendaraan air tersebut
atau awaknya.
Pasal
293
Hukum yang diterapkan
Hukum yang diterapkan
1. Suatu pengadilan atau
mahkamah yang mempunyai yurisdiksi berdasarkan bagian ini harus menerapkan
Konvensi ini dan peraturan hukum internasional lainnya yang tidak bertentangan
dengan Konvensi ini.
2. Ayat 1 tidak mengurangi
wewenang pengadilan atau mahkamah yang mempunyai yurisdiksi berdasarkan bagian
ini untuk memutuskan suatu perkara ex aequo et bono, bila para pihak
menyepakatinya.
Pasal
294
Acara pra-penyerahan (Preliminary proceedings)
Acara pra-penyerahan (Preliminary proceedings)
1. Suatu pengadilan atau mahkamah yang
ditentukan dalam pasal 287 yang terhadapnya diajukan suatu permohonan berkenaan
dengan sengketa yang dimaksud dalam pasal 297 harus menentukan atas permintaan
suatu pihak, atau dapat menentukan proprio motu, apakah gugatan itu
merupakan suatu penyalah-gunaan proses hukum (an abuse of legal process) atau apakah gugatan-gugatan itu prima
facie cukup beralasan. Apabila pengadilan atau mahkamah menetapkan bahwa
gugatan itu merupakan suatu penyalah gunaan proses hukum atau apakah gugatan
itu prima facie tidak beralasan, maka pengadilan atau mahkamah tidak
boleh mengambil tindakan selanjutnya dalam perkara ini.
2. Selanjutnya menerima
permohonan itu, pengadilan atau mahkamah harus segera memberitahukan pihak atau
para pihak lain mengenai permohonan tersebut, dan harus menetapkan jangka waktu
yang pantas dalam waktu mana mereka dapat mengajukan permohonan kepadanya untuk
membuat suatu penetapan sesuai dengan ayat 1.
3. Tidak satupun dalam
pasal ini yang mengurangi hak setiap pihak dalam sengketa untuk mengajukan
keberatan praperadilan (preliminary
objections) sesuai dengan ketentuan-ketentuan prosedur yang berlaku.
Pasal
295
Penggunaan secara tuntas upaya setempat (Exhaustion of local remedies)
Penggunaan secara tuntas upaya setempat (Exhaustion of local remedies)
Setiap sengketa antara
Negara-negara Peserta perihal interprestasi atau penerapan Konvensi ini dapat
diserahkan pada prosedur yang ditentukan dalam bagian ini hanya setelah upaya
setempat telah digunakan secara tuntas dimana hal ini disyaratkan oleh hukum
internasional.
Pasal
296
Sifat tingkat akhir dan kekuatan mengikat keputusan-keputusan
Sifat tingkat akhir dan kekuatan mengikat keputusan-keputusan
1. Setiap keputusan yang
diajukan oleh pengadilan atau mahkamah yang mempunyai yurisdiksi berdasarkan
bagian ini bersifat tingkat akhir dan harus dipatuhi oleh semua pihak dalam
sengketa.
2. Setiap keputusan
demikian tidak mempunyai kekuatan mengikat kecuali antara para pihak dan
berkenaan dengan sengketa yang tertentu itu.
BAGIAN
3.
PEMBATASAN-PEMBATASAN DAN PENGECUALIAN-PENGECUALIAN
TERHADAP BERLAKUNYA BAGIAN 2
Pasal 297
Pembatasan-pembatasan terhadap berlakunya bagian 2
PEMBATASAN-PEMBATASAN DAN PENGECUALIAN-PENGECUALIAN
TERHADAP BERLAKUNYA BAGIAN 2
Pasal 297
Pembatasan-pembatasan terhadap berlakunya bagian 2
1. Sengketa-sengketa
mengenai interpretasi atau penerapan Konvensi ini berkenaan dengan pelaksanaan
hak-hak berdaulat atau yurisdiksi suatu negara pantai sebagaimana ditetapkan
dalam Konvensi ini, harus tunduk pada prosedur-prosedur sebagaimana ditetapkan
dalam bagian 2 dalam hal-hal sebagai berikut :
(a) apabila dituduhkan bahwa
suatu Negara pantai telah bertindak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan
Konvensi ini bertalian dengan dengan kebebasan-kebebasan dan hak-hak pelayaran
atau penerbangan atau hak memasang kabel dan saluran pipa dasar laut, atau
bertalian dengan penggunaan lain dari laut secara internasional yang sah
sebagaimana ditentukan dalam pasal 58;
(b) apabila dituduhkan bahwa
suatu Negara dalam melaksanakan kebebasan-kebebasan, hak-hak atau
pemakaian-pemakaian tersebut terdahulu telah bertindak bertentangan dengan
Konvensi ini atau dengan peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Negara
pantai sesuai dengan Konvensi ini dan ketentuan-ketentuan lain hukum
internasional yang tidak bertentangan dengan Konvensi ini; atau
(c) apabila dituduhkan bahwa suatu Negara pantai
telah bertindak bertentangan dengan peraturan dan standar-standar internasional
yang telah ditentukan untuk perlindungan dan pelestarian lingkungan laut yang
berlaku bagi Negara pantai tersebut dan yang telah ditetapkan oleh Konvensi ini
atau melalui organisasi internasional yang kompeten atau konperensi diplomatik
sesuai dengan Konvensi ini.
2. (a) Sengketa perihal interpretasi atau penerapan
ketentuan Konvensi ini berkenaan dengan riset ilmiah kelautan harus
diselesaikan sesuai dengan bagian 2, kecuali bahwa Negara pantai tidak
diwajibkan untuk menerima diserahkannya pada penyelesaian sengketa demikian
setiap sengketa yang timbul dari :
(i) pelaksanaan suatu hak
atau diskresi (discretion) oleh
Negara pantai sesuai dengan pasal 246; atau
(ii) suatu keputusan Negara
pantai untuk memerintahkan penangguhan atau penghentian suatu proyek riset
sesuai dengan pasal 246; atau
(b) s uatu sengketa yang
timbul dari suatu tuduhan oleh Negara yang melakukan riset bahwa berkenaan
dengan suatu proyek tertentu Negara pantai tidak melaksanakan hak-haknya
berdasarkan pasal 246 dan 253 dengan cara yang sejalan dengan Konvensi ini akan
diserahkan, atas permintaan salah satu pihak, pada konsiliasi berdasarkan
ketentuan-ketentuan Lampiran V, bagian 2, dengan ketentuan bahwa panitia
konsiliasi tidak dapat mempersoalkan pelaksanaan diskresi oleh Negara pantai
untuk menunjuk daerah-daerah tertentu sebagaimana tersebut dalam pasal 246 ayat
6, atau diskresi oleh Negara pantai untuk tidak memberikan persetujuannya
sesuai dengan ketentuan pasal 246 ayat 5.
3.-- (a) Sengketa perihal interpretasi atau penerapan
ketentuan Konvensi ini berkenaan dengan perikanan harus diselesaikan sesuai
dengan bagian 2, kecuali bahwa Negara pantai tidak diwajibkan untuk menerima diserahkannya
pada cara penyelesaian demikian setiap sengketa yang bertalian dengan hak-hak
berdaulatnya berkenaan dengan sumber kekayaan hayati dalam zona ekonomi
eksklusifnya atau pelaksanaan wewenang diskresinya (its discretionary powers)
untuk menetapkan jumlah yang dapat ditangkap (allowable catch),
kapasitasnya untuk menangkap alokasi surplus kepada Negara lain dan
ketentuan-ketentuan dan persyaratan-persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangannya tentang konservasi dan pengelolaan;
(b) Dalam hal tidak tercapai
suatu penyelesaian dengan ditempuhnya cara yang tercantum dalam bagian 1 Bab
ini, maka suatu sengketa harus diserahkan pada konsiliasi berdasarkan Lampiran
V, bagian 2, atas permintaan pihak manapun dalam sengketa, apabila dituduhkan
bahwa :
(i) suatu Negara pantai
jelas-jelas telah gagal untuk mematuhi kewajiban-kewajibannya untuk menjamin
melalui tindakan-tindakan konservasi dan pengelolaan yang tepat bahwa
pemeliharaan sumber kekayaan hayati dalam zona ekonomi eksklusif telah tidak
sungguh-sungguh dibahayakannya;
(ii) suatu Negara pantai
telah semena-mena menolak untuk menetapkan, atas permintaan Negara lain jumlah
yang dapat ditangkap dan kapasitasnya untuk menangkap sumber kekayaan hayati
berkenaan dengan stok-stok yang Negara lain itu berkepentingan untuk
menangkapnya; atau
(iii) suatu Negara pantai
telah dengan semena-mena menolak untuk mengalokasikan kepada suatu Negara,
berdasarkan pasal-pasal 62, 69 dan 70 dan berdasarkan ketentuan-ketentuan dan
persyaratan-persyaratan yang ditetapkan oleh Negara pantai sesuai dengan
Konvensi ini, keseluruhan atau sebagian dari surplus yang telah dinyatakan ada.
(c) Panitia konsiliasi
bagaimanapun juga tidak boleh menempatkan diskresinya sebagai pengganti bagi
diskresi Negara pantai;
(d) Laporan panitia
konsiliasi bagaimanapun juga harus dikomunikasikan kepada organisasi
internasional yang tepat;
(e) Dalam merundingkan
persetujuan-persetujuan menurut pasal-pasal 69 dan 70, Negara-negara Peserta,
kecuali jika mereka menyepakati secara lain, harus mencantumkan suatu ketentuan
mengenai tindakan-tindakan yang akan mereka ambil untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya suatu perselisihan perihal interpretasi dan penerapan daripada
persetujuan tersebut, dan mengenai bagaimana mereka akan bertindak apabila
timbul juga suatu perselisihan.
Pasal
298
Pengecualian-pengecualian opsional terhadap berlakunya bagian 2
Pengecualian-pengecualian opsional terhadap berlakunya bagian 2
1. Pada saat
menandatangani, meratifikasi atau aksesi pada Konvensi ini atau pada setiap
saat sesudah itu, suatu Negara dapat, tanpa mengurangi kewajiban-kewajibannya
yang timbul berdasarkan bagian 1, menyatakan secara tertulis bahwa ia tidak
menerima salah satu atau lebih daripada prosedur-prosedur yang ditentukan dalam
bagian 2 berkenaan dengan salah satu atau lebih daripada kategori-kategori
sengketa yang berikut :
(a)---(i) sengketa perihal
interpretasi atau penerapan pasal-pasal 15, 74 dan 83 yang bertalian dengan
penetapan perbatasan laut, atau sengketa yang menyangkut teluk bersejarah atau
hak sejarah dengan ketentuan-ketentuan bahwa suatu Negara yang telah membuat
pernyataan demikian harus, apabila sengketa demikian timbul setelah mulai
berlakunya Konvensi ini dan dalam hal tidak tercapainya suatu persetujuan dalam
perundingan-perundingan diantara para pihak, atas permintaan salah satu masalah
itu pada konsiliasi menurut Lampiran V, bagian 2; dan dengan ketentuan pula
(lebih lanjut) bahwa setiap sengketa yang dengan sendirinya (bagaimanapun juga)
mencakup dipertimbangkannya secara bersamaan sesuatu sengketa yang belum
terselesaikan berkenaan dengan kedaulatan atau hak-hak lain atas wilayah
daratan atau pulau dikecualikan dari penyerahan perkara demikian;
(ii) setelah Panitia
pendamai menyampaikan laporannya, yang harus mencantumkan alasan-alasan yang
menjadi dasarnya itu, maka para pihak yang bersengketa harus merundingkan suatu
persetujuan berdasarkan laporan itu; apabila perundinganperundingan ini tidak
menghasilkan suatu persetujuan, maka para pihak atas persetujuan bersama, harus
menyerahkan masalah itu pada salah satu prosedur yang ditetapkan dalam bagian 2,
kecuali jika para pihak bersepakat secara lain;
(iii) sub-ayat ini tidak
berlaku bagi setiap sengketa perbatasan laut yang telah diselesaikan secara
tuntas dengan suatu pengaturan antara pihak atau bagi sesuatu sengketa demikian
yang harus diselesaikan sesuai dengan suatu perjanjian bilateral atau
multilateral yang mengikat bagi para peihak tersebut.
(b) sengketa mengenai
kegiatan-kegiatan militer, termasuk kegiatan-kegiatan militer oleh kapal-kapal
dan pesawat udara pemerintah yang melakukan dinas non-komersial, dan sengketa
perihal kegiatan-kegiatan penegakan hukum berkenaan dengan pelaksanaan hak-hak
berdaulat atau yurisdiksi yang dikecualikan dari yurisdiksi suatu pengadilan
atau mahkamah berdasarkan pasal 297 ayat 2 atau 3;
(c) sengketa-sengketa yang
berhubungan dengan mana Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa sedang
melaksanakan fungsi-fungsi sebagaimana ditentukan oleh Piagam Perserikatan
Bangsa-Bangsa, kecuali jika Dewan Keamanan memutuskan untuk menghapuskan perkara
itu dari agendanya atau menyerukan kepada para pihak untuk menyelesaikannya
dengan cara yang ditentukan dalam Konvensi ini.
2. Suatu Negara Peserta
yang telah membuat pernyataan berdasarkan ayat 1 dapat setiap waktu menariknya
kembali, atau menyetujui untuk menyerahkan suatu sengketa yang dikecualikan
oleh pernyataan demikian kepada suatu prosedur yang ditentukan dalam Konvensi
ini.
3. Suatu Negara Peserta
yang telah membuat pernyataan berdasarkan ayat 1 tidak berhak untuk menyerahkan
sesuatu sengketa yang termasuk kategori sengketa yang dikecualikan tersebut
kepada salah satu prosedur dalam konvensi ini melawan Negara Peserta lain,
tanpa persetujuan pihak itu.
4. Apabila salah satu
Negara Peserta telah membuat pernyataan berdasarkan ayat 1 (a) setiap negara
Peserta lain dapat menyerahkan sesuatu sengketa yang termasuk suatu kategori
yang dikecualikan melawan pembuat pernyataan itu pada prosedur yang disebut
dalam pernyataan demikian.
5. Suatu pernyataan baru,
atau penarikan kembali suatu pernyataan, sebagaimanapun juga tidak mempengaruhi
penyelesaian perkara yang sedang berjalan di hadapan suatu pengadilan atau
mahkamah sesuai dengan ketentuan-ketentuan pasal ini, kecuali apabila para
pihak bersepakat secara lain.
6. Pernyataan dan
pengumuman penarikan kembali pernyataan berdasarkan pasal ini harus
didepositkan pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa yang akan
meneruskan salinan-salinan (copies)
kepada Negara-negara Peserta.
Pasal
299
Hak-hak para peserta untuk menyetujui suatu prosedur
Hak-hak para peserta untuk menyetujui suatu prosedur
1. Satu sengketa yang
dikecualikan berdasarkan pasal 297 atau dikecualikan dengan suatu pernyataan
yang dibuat berdasarkan pasal 298 dari prosedur-prosedur penyelesaian sengketa
sebagaimana ditentukan dalam bagian 2, dapat diserahkan pada prosedur-prosedur
demikian hanya dengan persetujuan para pihak dalam sengketa.
2. Tiada satupun dalam
bagian ini mengurangi hak para pihak lain dalam sengketa untuk menyetujui
sesuatu prosedur lain untuk menyelesaikan sengketa demikian atau untuk mencapai
suatu penyelesaian yang bersahabat.
Pasal
300
Itikad baik dan penyalahgunaan hak
Itikad baik dan penyalahgunaan hak
Negara-negara Peserta harus
memenuhi dengan itikad baik (in good
faith) kewajiban-kewajiban yang dipikulkan berdasarkan Konvensi ini dan harus
melaksanakan hak-hak, yurisdiksi dan kebebasan-kebebasan yang diakui dalam
Konvensi ini dengan cara yang tidak akan merupakan suatu penyalahgunaan hak.
Pasal 301
Penggunaan laut untuk maksud-maksud damai
Dalam melaksanakan hak-hak dan
melaksanakan kewajiban-kewajibannya berdasarkan Konvensi ini, Negara-negara
Peserta harus menghindarkan diri dari setiap penggunaan ancaman atau kekerasan
terhadap keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik Negara manapun atau dengan
cara lain apapun yang tercantum tidak konsisten dengan azas-azas hukum
internasional yang terkandung dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pasal
302
Pengungkapan informasi
Pengungkapan informasi
Dengan tidak mengurangi hak suatu
Negara Peserta untuk menempuh prosedur-prosedur penyelesaian sengketa yang
ditentukan dalam Konvensi ini, tidak satupun ketentuan dalam Konvensi ini harus
diartikan mengharuskan suatu Negara Peserta, dalam memenuhi kewajibannya
berdasarkan ketentuan Konvensi ini, untuk memberikan informasi yang
pengungkapannya bertentangan dengan kepentingan essensial keamanannya.
Pasal
303
Benda-benda purbakala dan benda-benda bersejarah yang ditemukan di laut (Archaeological amd historical objects found at sea)
Benda-benda purbakala dan benda-benda bersejarah yang ditemukan di laut (Archaeological amd historical objects found at sea)
1. Negara-negara
berkewajibn untuk melindungi benda-benda purbakala dan benda-benda bersejarah
yang ditemukan di laut dan harus bekerja sama untuk tujuan ini.
2. Untuk mengendalikan
peredaran benda-benda demikian Negara pantai dapat, dalam menerapkan pasal 33,
menganggap bahwa diambilnya benda-benda tersebut dari dasar laut dalam daerah
yang dimaksudkan dalam pasal itu, tanpa persetujuan Negara pantai bersangkutan
akan merupakan suatu pelanggaran dalam wilayah atau laut teritorialnya,
terhadap hukum dan peraturan-peraturan perundang-undangan yang dimaksudkan
dalam pasal tersebut.
3. Tiada satupun dalam
pasal ini mempengaruhi hak-hak para pemilik yang dapat dikenai hukum
pengangkatan kerangka kendaraan air atau lain-lain peraturan tentang pelayaran
atau hukum dan praktek yang berkenaan dengan pertukaran kebudayaan.
4. Pasal ini tidak
mengurangi arti daripada perjanjian-perjanjian internasional dan peraturan
hukum internasional lainnya perihal perlindungan benda-benda purbakala dan
benda-benda bersejarah.
Pasal
304
Tanggungjawab dan kewajiban untuk ganti rugi
Tanggungjawab dan kewajiban untuk ganti rugi
Ketentuan-ketentuan Konvensi ini
yang berkenaan dengan tanggung jawab dan kewajiban untuk ganti rugi tidak
mengurangi berlakunya peraturan-peraturan yang ada dan pengembangan
peraturan-peraturan lebih lanjut perihal tanggung jawab dan kewajiban untuk
ganti rugi berdasarkan hukum internasional.
Pasal
305
Penandatanganan
Penandatanganan
1. Konvensi ini terbuka untuk penandatanganan
oleh :
(a) semua negara;
(b) Namibia, diwakili oleh
Dewan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Namibia;
(c) semua negara yang
berpemerintahan sendiri yang berasosiasi dengan negara lain yang telah memilih
status itu dalam suatu tindakan penentuan nasib sendiri yang diawasi dan
disetujui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sesuai dengan Resolusi Majelis Umum
1514 (XV) dan yang mempunyai kompetensi atas masalah-masalah yang diatur oleh
Konvensi ini, teramsuk kompetensi untuk ikut serta dalam perjanjian-perjanjian
yang bertalian dengan masalah-masalah itu;
(d) semua negara yang
berpemerintahan sendiri yang berasosiasi dengan Negara lain yang sesuai dengan
piagam asosiasi masing-masing, mempunyai kompetensi atas masalah-masalah yang
diatur oleh Konvensi ini, termasuk kompetensi untuk ikut serta dalam
perjanjian-perjanjian yang bertalian dengan masalah-masalah itu;
(e) semua wilayah yang
menikmati pemerintahan sendiri dalam negeri secara penuh, diakui secara
demikian oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, tetapi tidak mencapai kemerdekaan
penuh sesuai dengan Resolusi Majelis Umum 1514 (XV) dan yang mempunyai
kompetensi atas masalah-masalah yang diatur oleh Konvensi ini, termasuk
kompetensi untuk ikut serta dalam perjanjian-perjanjian yang bertalian dengan
masalah-masalah itu;
(f) organisasi-organisasi
internasional, sesuai dengan Lampiran IX.
2. Konvensi ini tetap
terbuka untuk penandatanganan hingga 9 Desember 1984 pada Kementrian Luar
Negeri Jamaica dan juga, sejak 1 Juli 1983 hingga 9 Desember 1984, pada Markas
Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York.
Pasal
306
Ratifikasi dan konfirmasi formal
Ratifikasi dan konfirmasi formal
Konvensi ini memerlukan
ratifikasi oleh Negara-negara dan satuan-satuan lainnya yang dimaksudkan dalam pasal
305 ayat 1 (b), (c), (d) dan (e), pada konfirmasi formal, sesuai dengan
Lampiran IX, oleh badan-badan, satuan-satuan yang dimaksudkan dalam pasal 305
ayat 1 (f). Piagam Ratifikasi dan konfirmasi formal harus didepositkan pada
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pasal
307
A k s e s i
A k s e s i
Konvensi ini tetap terbuka untuk
aksesi oleh Negara-negara dan satuan-satuan lain yang dimaksud dalam pasal 305.
Aksesi oleh satuan-satuan yang dimaksudkan dalam pasal 305 ayat 1 (f), harus
sesuai dengan Lampiran IX. Piagam Aksesi harus didepositkan pada Sekretaris
Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pasal 308
Saat mulai berlaku
1. Konvensi ini berlaku 12
(dua belas) bulan setelah tanggal pendepositan piagam tarifikasi atau aksesi
yang ke-60.
2. Bagi setiap Negara yang
meratifikasi atau aksesi pada Konvensi ini setelah pendepositan piagam
ratifikasi atau aksesi, Konvensi mulai berlaku pada hari ketigapuluh setelah
saat pendepositan piagam ratifikasi atau aksesinya, dengan tunduk pada
ketentuan ayat 1.
3. Majelis Otorita harus
bersidang pada tanggal mulai berlakunya Konvensi ini dan harus memilih Dewan
Otorita Dewan yang pertama harus dibentuk dengan cara yang konsisten dengan
tujuan pasal 161 bila ketentuan pasal tersebut tidak dapat diterapkan secara
murni.
4. Ketentuan-ketentuan,
peraturan-peaturan dan prosedur prosedur yang dirancang Komisi Persiapan harus
diterapkan secara provosional sambil menunggu penerimaannya secara resmi oleh
Otorita sesuai dengan Bab XI.
5. Otorita dan
badan-badannya harus bertindak sesuai dengan Resolusi II Konperensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa Ketiga tentang Hukum Laut yang bertalian dengan
investasi, pesiapan dan keputusan-keputusan Komisi Persiapan yang diambil
menurut resolusi tersebut.
Pasal
309
Persyaratan dan pengecualian
Persyaratan dan pengecualian
Tidak ada persyaratan atau
pengecualian yang dapat diajukan terhadap Konvensi ini kecuali secara tegas
diijinkan oleh pasal-pasal lain Konvensi ini.
Pasal
310
Deklarasi dan Pernyataan
Deklarasi dan Pernyataan
Pasal 309 tidak menghalangi suatu
Negara untuk, ketika menandatangani, meratifikasi atau aksesi pada Konvensi
ini, membuat deklarasi-deklarasi atau pernyataan-pernyataan, bagaimanapun
dirumuskan atau dinamakan, dengan maksud, inter alia, untuk
menyelaraskan hukum dan perundang-undangannya dengan ketentuan-ketentuan
konvensi ini, asalkan deklarasi atau pernyataan demikian tidak dimaksudkan
untuk mengenyampingkan atau merubah akibat hukum daripada ketentuan-ketentuan
Konvensi ini dalam penerapannya terhadap Negara tersebut.
Pasal
311
Hubungan dengan konvensi-konvensi dan perjanjian-perjanjian
internasional yang lain
Hubungan dengan konvensi-konvensi dan perjanjian-perjanjian
internasional yang lain
1. Terhadap Negara-negara
Peserta, Konvensi ini harus diutamakan atas Konvensi-konvensi Jenewa mengenai
Hukum Laut 29 April 1958.
2. Konvensi ini tidak
merubah hak-hak dan kewajiban-kewajiban Negara-negara Peserta yang timbul dari
perjanjian-perjanjian lain yang sejalan dengan Konvensi ini dan yang tidak
mempengaruhi dinikmatinya hak-hak atau pelaksanaan kewajiban-kewajiban oleh
Negara-negara Peserta lain berdasarkan Konvensi ini.
3. Dua atau lebih Negara Peserta dapat
membuat perjanjian-perjanjian yang merubah atau menunda berlakunya
ketentuan-ketentuan Konvensi ini, yang dapat diterapkan hanya terhadap hubungan
antara mereka, asalkan perjanjian demikian tidak berkenaan dengan suatu
ketentuan yang penyimpangan dari padanya tidak sejalan dengan pelaksanaan yang
efektif dan maksud serta tujuan Konvensi ini, dan asalkan selanjutnya
perjanjian-perjanjian demikian tidak mempengaruhi penerapan prinsip-prinsip
dasar yang terkandung di dalam Konvensi ini, dan bahwa ketentuan-ketentuan
perjanjian demikian tidak mempengaruhi dinikmatinya hak-hak atau pelaksanaan
kewajiban-kewajiban berdasarkan Konvensi ini oleh Negara Peserta lain.
4. Negara-negara Peserta yang bermaksud
membuat perjanjian-perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat 3 harus memebrita
Negara Peserta lainnya melalui penyimpanan (depositary)
Konvensi ini maksud mereka untuk membuat perjanjian dan tentang perubahan atau
penundaan yang ditentukan.
5. Pasal ini tidak mempengaruhi
perjanjian-perjanjian internasional yang secara tegas diizinkan atau
dipertahankan oleh pasal-pasal lain Konvensi ini.
6. Negara-negara Peserta
bersepakat bahwa tidak akan ada amandemen terhadap prinsip dasar yang
berhubungan dengan warisan bersama umat manusia (the common heritage of mankind) yang diatur dalam pasal 136 dan
bahwa mereka tidak akan menjadi peserta pada perjanjian apapun yang menyimpang
dari padanya.
Pasal
312
Amandemen
Amandemen
1. Setelah berakhirnya
suatu periode 10 tahun sejak tanggal berlakunya Konvensi ini, suatu Negara
Peserta dapat mengusulkan secara tertulis kepada Sekretaris Jenderal
Perserikatan Bangsa-Bangsa, amandemen-amandemen tertentu terhadap Konvensi ini,
lain daripada yang bertalian dengan kegiatan di Kawasan, dan meminta untuk
diselenggarakannya suatu konperensi untuk membahas amandemen-amandemen yang
diusulkan itu Sekretaris Jenderal harus mengedarkan usul tersebut kepada semua
Negara Peserta. Jika dalam 12 bulan sejak tanggal diadakannya usul tersebut,
tidak kurang dari setengah Negara-negara Peserta memberi jawaban yang mendukung
permintaan itu, Sekretaris Jenderal harus menyelenggarakan konperensi tersebut.
2. Prosedur pengambilan
keputusan yang diterapkan pada konperensi yang membahas amandemen harus sama
dengan yang diterapkan pada konperensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Ketiga
tentang Hukum Laut kecuali jika diputuskan lain oleh konperensi. Konperensi
harus berusaha mencapai kesepakatan terhadap amandemen dengan cara konsensus
dan tidak boleh ada pemungutan suara terhadap amandemen-amandemen tersebut
sampai segala usaha untuk mencapai konsensus telah habis ditempuh.
Pasal
313
Amandemen dengan prosedur yang disederhanakan
Amandemen dengan prosedur yang disederhanakan
1. Suatu Negara Peserta
dapat mengusulkan secara tertulis kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa,
suatu amandemen terhadap Konvensi, lain daripada suatu amandemen yang bertalian
dengan kegiatan di Kawasan, untuk diterima dengan prosedur yang disederhanakan
yang ditentukan dalam pasal ini tanpa menyelenggarakan suatu konperensi.
Sekretaris Jenderal harus mengedarkan usul tersebut kepada semua Negara
Peserta.
2. Jikalau, dalam suatu
periode 12 bulan sejak tanggal diedarkannya usul tersebut, suatu Negara Peserta
mengajukan keberatan terhadap amandemen yang diusulkan itu atau terhadap usul
untuk menerimanya dengan prosedur yang disederhanakan, maka amandemen tersebut
harus dianggap ditolak Sekretaris Jenderal harus segera memberitahukan kepada
semua Negara Peserta bahwa amandemen yang diusulkan itu telah diterima.
3. Jikalau, 12 bulan sejak
tanggal diedarkannya usul tersebut, tidak ada Negara Peserta yang mengajukan
keberatan terhadap usul amandemen yang diusulkan itu atau terhadap itu harus
dianggap diterima. Sekretaris Jenderal harus memberitahukan kepada semua Negara
Peserta bahwa amandemen yang diusulkan itu telah diterima.
Pasal 314
Amandemen-amandemen terhadap konvensi-konvensi ini
yang secara ekskusif bertalian dengan kegiatan-kegiatan di Kawasan
1. Suatu Negara Peserta
dapat mengusulkan secara tertulis kepada Sekretaris Jenderal Otorita suatu
amandemen terhadap ketentuan-ketentuan Konvensi ini yang secara eksklusif
bertalian dengan kegiatan-kegiatan di kawasan termasuk Lampiran VI bagian 4.
Sekretaris Jenderal harus mengedarkan usul tersebut kepada semua Negara
Peserta. Amandemen yang diusulkan itu harus tunduk pada persetujuan oleh
Majelis setelah amandemen itu disetujui oleh Dewan. Wakil-wakil Negara-negara
Peserta dalam badan-badan tersebut harus mempunyai kekuasaan penuh untuk
membicarakan dan menyetujui amandemen yang diusulkan itu. Amandemen yang
diusulkan itu sebagaimana disetujui oleh Dawan dan Majelis harus dianggap
diterima.
2. Sebelum disetujuinya
suatu amandemen berdasarkan ayat 1, Dewan dan Majelis harus menjamin bahwa
amandemen itu tidak merugikan sistem eksplorasi dan eksploitasi sumber kekayaan
Kawasan, sambil menunggu Konperensi Peninjauan Kembali sesuai dengan pasal 155.
Pasal
315
Penandatanganan, ratifikasi aksesi pada dan
naskah otentik amandemen
Penandatanganan, ratifikasi aksesi pada dan
naskah otentik amandemen
1. Sekali diterima,
amandemen-amandemen terhadap Konvensi ini harus terbuka bagi penandatanganan
oleh Negaranegara Peserta selama 12 bulan sejak tanggal diterima, pada Markas
Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, kecuali ditentukan lain dalam
amandemen itu sendiri.
Pasal
316
Mulai berlakunya amandemen
Mulai berlakunya amandemen
1. Amandemen-amandemen terhadap
Konvensi ini, selain daripada yang dimaksudkan dalam ayat 5, harus mulai
berlaku bagi Negara-negara Peserta yang meratifikasi atau mengaksesinya pada
hari ke tigapuluh setelah pendepositan piagam ratifikasi atau aksesi oleh dua
pertiga Negara-negara Peserta atau oleh 60 Negara-negara Peserta, tergantung
mana yang lebih besar jumlahnya. Amandemen demikian tidak mempengaruhi
dinikmatinya hak-hak atau pelaksanaan kewajiban-kewajiban oleh Negara-negara
Peserta lain berdasarkan Konvensi ini.
2. Suatu amandemen dapat menentukan
bahwa untuk mulai belakunya amandemen itu diperlukan jumlah ratifikasi atau
aksesi yang lebih besar daripada yang disyaratkan oleh pasal ini.
3. Bagi setiap Negara Peserta yang
meratifikasi atau mengaksesi suatu amandemen yang dimaksudkan dalam ayat 1
setelah pendepositan jumlah piagam ratifikasi atau aksesi yang disyaratkan,
amandemen itu mulai berlaku pada hari ke tigapuluh setelah pendepositan piagam
ratifikasi atau aksesinya.
4. Suatu Negara yang menjadi
Peserta pada Konvensi ini setelah mulai berlakunya suatu amandemen sesuai
dengan ayat 1 harus, jika tidak ada suatu pernyataan niat yang berbeda oleh
Negara tersebut :
(a) dianggap sebagai Peserta pada
Konvensi ini sebagaimana telah diamandemen; dan
(b) dianggap sebagai Peserta pada
Konvensi yang belum diamandemenkan dalam hubungan dengan sesuatu Negara Peserta
yang tidak terikat pada amandemen itu.
5. Amandemen apapun yang bertalian secara eksklusif dengan kegiatan-kegiatan di Kawasan dan amandemen apapun terhadap Lampiran VI harus mulai berlaku terhadap semua Negara Peserta satu tahun setelah pendepositan piagam ratifikasi atau aksesi oleh tiga perempat Negara-negara Peserta.
6. Suatu Negara yang menjadi
Peserta pada Konvensi ini setelah mulai berlakunya amandemen-amandemen sesuai
dengan ayat 5 harus dianggap sebagai Peserta pada Konvensi ini sebagaimana
telah diamandemen.
Pasal
317
Penyangkalan
Penyangkalan
1. Suatu Negara Peserta
dapat dengan pemberitahuan secara tertulis yang dialamatkan kepada Sekretaris
Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, menyangkal Konvensi ini dan dapat
mengemukakan alasannya. Tidak adanya alasan yang dikemukakan tidak mempengaruhi
keabsahan penyangkalan itu. Penyangkalan tersebut mulai berlaku satu tahun
setelah tanggal diterimanya pemberitahuan itu, kecuali jika pemberitahuan itu
menyebutkan tanggal yang kemudian.
2. Suatu Negara tidak
dibebaskan, dengan alasan penyangkalan itu, dari kewajiban-kewajiban finansial
dan kontraktual yang timbul pada waktu ia menjadi Peserta pada Konvensi ini,
tidak pula penyangkalan itu mempengaruhi hak, kewajiban atau keadaan hukum
apapun dari Negara itu yang timbul melalui pelaksanaan Konvensi ini, sebelum
Konvensi ini berhenti berlaku bagi Negara itu.
3. Penyangkalan itu dengan
cara apapun tidak mempengaruhi tugas Negara Peserta manapun untuk memenuhi
kewajiban apapun yang terkandung dalam Konvensi ini untuk mana Negara tersebut
tunduk pada hukum internasional terlepas dari Konvensi ini.
Pasal
318
Status Lampiran
Status Lampiran
Lampiran merupakan bagian
integral Konvensi ini dan, kecuali dengan tegas ditentukan lain, suatu
penunjukan kepada Konvensi ini atau kepada salah satu Bab-nya termasuk
penunjukan kepada Lampiran-lampiran yang bertalian dengannya.
Pasal
319
Penyimpanan
Penyimpanan
1. Sekretaris Jenderal
Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah penyimpan Konvensi ini dan
amandemen-amandemen terhadapnya.
2. Disamping fungsinya sebagai depositari
Sekretaris Jenderal harus :
(a) melaporkan
kepada semua Negara Peserta, Otorita dan organisasi interna-sional yang
kompeten, mengenai masalah yang bersifat umum yang timbul berkenaan dengan
Konvensi ini;
(b)
memberitahukan Otorita sebaik mengenai ratifikasi dan konfirmasi formal dan
aksesi pada Konvensi ini serta amandemen terhadapnya, maupun mengenai
penyangkalan terhadap Konvensi ini;
(c)
memberitahukan Negara-negara Peserta mengenai persetujuan-persetujuan sesuai
dengan Pasal
311 ayat 4;
(d) mengedarkan
amandemen-amandemen yang telah diterima sesuai dengan Konvensi ini kepada
Negara-negara Peserta untuk keperluan ratifikasi atau aksesi;
(e)
menyelenggarakan pertemuan Negara-negara Peserta yang diperlukan sesuai dengan
Konvensi ini.
3.-- (a)
Sekretaris Jenderal juga harus menyampaikan kepada para peninjau yang dimaksud
dalam pasal
156 :
(i)
laporan-laporan dimaksud dalam ayat 2 (a);
(ii)
pemberitahuan-pemberitahuan yang dimaksud dalam ayat 2 (b) dan (c); dan
(iii) naskah
amandemen yang dimaksud dalam ayat 2 (d), untuk informasi bagi mereka.
(b) Sekretaris
Jenderal harus pula mengundang para peninjau tersebut untuk berpartisipasi
sebagai peninjau pada pertemuan-pertemuan Negara-negara Peserta yang dimaksud
dalam ayat 2 (e).
Pasal
320
Naskah Otentik
Naskah Otentik
Asli Konvensi ini, yang naskahnya
dalam bahasa Arab, Tionghoa, Inggris, Perancis, Rusia dan Spanyol adalah
sama-sama otentik, harus, dengan tunduk pada pasal 305 ayat 2, didepositkan
pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
SEBAGAI TANDA BUKTI, yang
Berkuasa Penuh yang bertandatangan di bawah ini, yang dikuasakan sebagaimana
mestinya untuk itu, telah menandatangani Konvensi ini.
DIBUAT DI MONTEGO BAY, pada
tanggal sepuluh bulan Desember, tahun seribu sembilan ratus delapan puluh dua.
No comments :
Post a Comment