Ilmu adalah Pengetahuan tetapi Pengetahuan belum tentu menjadi ilmu

Monday 28 December 2015

PENGANTAR ILMU HUKUM ( PIH ) TENTANG ILMU HUKUM

No comments
 A. Pendahuluan

Ilmu hukum dalam bahasa Belanda disebut ''Rechtwetenschap''  atau '' Jurispruden'' dalam bahasa Jerman, atau ''Jurisprudence''  ( Inggris ), banyak yang meragukan keberadaannya sebagai sebuah ilmu pengetahuan.

Satjipto Rahardjo menyoroti ilmu hukum mencakup dan membahas segala hal yang berhubungan dengan hukum. Berdasarkan definisi diatas kemudian beliau menyusun daftar masalah yang dipelajari ilmu hukum yaitu :
  1. Mempelajari asas-asas hukum yang pokok.
  2. Mempelajari sistem formal hukum.
  3. Memperlajari konsepsi-konsepsi hukum dan arti fungsionalnya dalam masyarakat.
  4. Mempelajari kepentingan sosial apa saja yang dilindungi oleh hukum.
  5. Ingin mengetahui apa sesungguhnya hukum itu, dari mana dia datang/muncul, apa yang dilakukannya dan dengan cara/ sarana apa ia melakukannya.
  6. Mempelajari apakah keadilan itu dan bagaimana ia mewujudkan dalam hukum.
  7. Mempelajari tentang perkembangan hukum, apakah hukum itu sejak dulu sama dengan hukum yang kita kenal sekarang, bagaimanakah sesungguhnya hukum itu berubah dari masa ke masa?
  8.  Mempelajari pemikiran hukum sepanjang masa.
  9. Mempelajari bagaimana kedudukan hukum itu sesungguhnya dalam masyarakat, bagaimana hubungan perkaitan anatara hukum dengan subsistem lain dalam masyarakat, seperti politik, ekonomi, dan sebagainya.
  10. Apabila memang ilmu hukum itu disebut sebagai ilmu, bagaimana sifat-sifat atau karakter keilmuannya.
Sementara itu, Gustaf Radbruch memakai ilmu hukum sebagai ilmu lain yang mempelajari makna objektif tata hukum yang disebut dengan ''dogmatika hukum'' atau ilmu hukum dalam arti strict ( legal science proper ). Paul Scholten menyatakan ilmu hukum yang sesungguhnya adalah bidang studi yang menelaah hukum yang berlaku sebagai suatu besaran.

 Pertanyaan yang sering mencuat ialah, apakah ilmu hukum dapat dikategorikan sebagai ilmu?
salah satu ilmuwan hukum yang menolak ilmu hukum sebagai ilmu adalah Von Kircmann dengan alasan sebagai berikut :
  1. Objek dari ilmu hukum adalah hukum yang hidup dalam bangsa tertentu, namun ilmu hukum tidak mungkin menguasai hukum itu, karena dengan adanya perkembangan dan dinamika hukum menyebabkan ilmu hukum menjadi studi hukum dari zaman lampau.
  2. Hukum itu terikat pada positifnya masing-masing, dengan adanya paksaan dan hukuman orang akan menaati hukum, tidak peduli hukum itu baik atau jahat, dalam lapangan hukum lain pemaksaan itu tidak ada.
  3. Karena ketertarikannya pada undang-undang positif menyebabkan ilmu hukum tidak mungkin menjadi ilmu. Hal ini disebabkan ilmu hukum tidak dapat melakukan penelitian secara bebas, karena ia harus taat pada yang berwenang.
  4. Objek ilmu hukum itu terletak diluar hukum positif dan terdiri dari naturlijke wet. ilmu hukum yang tidak membahas naturlijke wet bukanlah ilmu hukum.
  5. Ilmu memiliki objek khusus yang abadi, yang absolut, bukan hukum positif,
 Terhadap pertanyaan itu dapat dilihat dari dua titik pandang yaitu :

Pertama, di satu pihak menurut aliran positivistik, maka ilmu hukum harus dipisahkan hubungan antara hukum dengan moral sehingga ilmu hukum itu bukanlah ilmu oleh karena hanya sosiologi hukum empirik dan teori hukum empirik dalam arti sempit sebagai ilmu. sedangkan yang lainnya termasuk keahlian hukum terdidik ( rechtsgeleerdheid ). 

Kedua, di lain pihak menurut aliran normatif, maka hendaknya dipisahkan antara korelasi hukum dan moral sehingga tiap teori hukum dalam arti luas dapat menjadi ilmu. Aspek ini lebih rinci dan lugas ditegaskan oleh J.J.H. Bruggink dengan redaksional sebagai berikut :

''Hanya sosiologi hukum empirik dan teori hukum empirik dalam arti sempit yang dapat disebut ilmu berdasarkan kriterium positivistik. kegiatan sosiologi hukum  kontemplatif , dogmatika hukum ( atau  ilmu hukum  dalam arti sempit ). Teori hukum kontemplatif dalam arti sempit dan filsafat hukum harus dipandang sebagai bukan ilmu hukum, melainkan sebagai ''rechtsgeleerdheid'' ( keadilan hukum terdidik atau kemahiran hukum terdidik ), setidak-tidaknya demikian menurut pandangan positivistik. Menurut pandangan normatif, tiap teori hukum ( dalam arti luas ) dapat memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan bagi ilmu, sehingga tiap cabang teori hukum ( dalam arti luas ) dapat menyandang gelar 'ilmu'.

Dengan mengacu kepada aliran normatif maka ilmu hukum dapat diklasifikasikan sebagai ilmu. Oleh karena ilmu hukum adalah dalam ruang lingkup ilmu maka dalam perkembangan ternyata timbul dua kecenderungan ilmu hukum, yaitu :

1. Kecenderungan pertama ilmu hukum ternyata terbagi dalam bidang yang seolah-olah berdiri sendiri seperti adanya pembidangan Ilmu Hukum Pidana, Hukum Tata Negara, Hukum Perdata, dan lain-lain. Konsekuensi pembagian yang demikian mempunyai kecenderungan  seolah-olah masing-masing berdiri sendiri. Dengan demikian, kecenderungan ini membentuk ilmu hukum kedalam ilmu yang bersifat normatif, empiris, dan sosiologis. Lazimnya dengan dimensi demikian ini membawa pengaruh terkadang para penganut ketiga bidang ilmu hukum tersebut saling menafikan anatar satu dengan lainnya.

2. Kecenderungan kedua menimbulkan prediksi ternyata ilmu hukum menumpang pada bidang ilmu lain sehingga menimbulkan wajah di mana ilmu hukum merupakan suatu ilmu yang berdiri sendiri dan unik. Aspek ini tampak terlihat ada pandangan yang menganalogikan ilmu hukum dengan sosiologi hukum dan antropologi hukum. Oleh karena itu, secara konkret dengan kecenderungan demikian mengakibatkan Ilmu Hukum menjadi disintegrasi. Padahal pada dewasa ini seharusnya ilmu hukum harus bersifat integratif adalah suatu kebutuhan yang tampaknya merupakan keharusan ditinjau dari aspek ontologis, epistemologis, dan axiologis.

 1) Aspek Ontologis, ilmu hukum pada hakikatnya akan menjawab apakah titik tolak kajian subtansial dari ilmu hukum.

Ternyata dari aspek Ontologi kajian substansial Ilmu Hukum terletak pada '' Kaidah-kaidah Hukum ''. Tegasnya Ilmu Hukum tidak mungkin dapat dipisahkan dari kaidah Hukum. Tetapi dalam koreelasi demikian ini persoalannya timbul dalam posisi  dan situasi kaidah hukum yang bagaimana menjadi prhatian dari ilmu hukum. Seperti diuraikan konteks di atas maka Sosiologi Hukum dan Antropologi Hukum mempelajari perilaku hukum sebagai kenyataan hukum ( Taatscachen Wissenchaft ). Kedua bidang ilmu hukum ini yaitu Sosiologi Hukum dan Antropologi Hukum tidak dapat melepaskan diri dari adanya kreteria bahwa perilaku atau kenyataan itu bersifat normatif. Ciri kaidah hukum tampak dengan adanya legitimasi dan sanksi. Pada dasarnya legitimasi menjadikan bahwa suatu hal yang akan menjadi kaidah itu disahkan oleh kewibawaan tertentu, sedangkan sanksi menjadikan suatu hal yang akan menjadi kaidah hukum itu bila dilanggar menimbulkan adanya sanksi. Tanpa terbagi-bagi ke dalam bidang-bidang kajian, ilmu hukum dengan sendirianya sudah mengkaji nilai, kaidah, dan perilaku. Sedangkan perbedaan antara satu kajian dengan kajian lainnyaa adalah kadar, intensitas atau derajat di antara ketiga hal itu. Seringkalo yang dipentingkan adalah bidang perilaku, terhadap nilai atau kaidah seperti Sosiologi Hukum dan Antropologi Hukum misalnya lebih menekankan pengkajian perilaku hukum.

2) Aspek Epistemologi, ilmu hukum akan menjawab bagaimana mendapatkan kebenaran dengan melalui metode ilmu hukum.

 Aspek Epistemologi Ilmu maka ilmu hukum menetapkan kajian fundamental kepada aspek kebenaran dengan Teori Kebenaran ( The Correspondence Theory og Truth ) dan Teori Kebenaran Pragmatik ( The Pragmatic Theory of Truth ) serta dengan metode Logika-hipotetika-verifikasi. 

3) Aspek Axiologi akhirnya akan menjawab kegunaan dari ilmu hukum itu sendiri.
Axiologi hukum, konkretnya, dari aspek trsebut Axiologi ilmu hukum akan berkoleratif terhadap kegunaan dari ilmu hukum itu tersendiri. Sebagaimana diketahui bersama bahwasanya ilmu hukum bersifat dinamis dalam artian mempunyai pengaruh dan fungsi yang khas dibandingkan dengan bidang-bidang hukum yang lain.

Apabila dijabarkan secara intens, detail, dan terperinci , maka peran /pengaruh Ilmu HUkum tersebut dari aspek Axiologi Ilmu adalah sebagai berikut :

Pertama, dalam proses pembentukan hukum Ilmu hukum melalui hasil penelitian, kajian teoretik dari para doktrina sebagai bahaan masukan yang sangat penting dalam rangka menjadi masukan untuk menyusun RUU ( Rancangan Undang-Undang ) sehingga diharapkan nantinya undang-undang yang diterapkan dapat berfungsi maksimal karena telah memenuhi analisis, filosofis, yuridis dan sosiologis.

Kedua, dalam praktik hukum lazim pada proses  peradilan oleh hakim, jaksa/penuntut umum, penasehat hukum dipergunakan pendapat para doktrina untuk menyusun putusan, tuntuta dan pembelaa. Dari aspek ini merupaan perpaduan antara dunia teori dan dunia praktik.

Ketiga, ilmu hukum juga dapat berpengaruh untuk pendidikan hukum baik yang bersifat formal dan informal serta untuk jangka panjang akan berpengaruh kepada mutu pendidikan hakum dan lulusannya.

Keempat, bahwa dengan pesat dan majunya ilmu hukum akan menarik, memacu dan berpengaruh kepada perkembangan bidang-bidang lainnya diluar hukum. Peranan ilmu hukum di sini tampak kepada bidang-bidang yang memerlukan suatu kejelasan dan pengaturan di mana sutau sistem hukum berusha mengatur  bidang yang bersifat progresif dan interventif; sedangkan fungsi ilmu hukum dari aspek Axiologis Ilmu tampak dalam :

Pertama, bahwa ilmu hukum berusaha  mensistemasi bahan-bahan hukum yang terpisah-pisah secara komprehensig dalam suatu buku hukum seperti : Kondefikasi, Unifikasi, dan lain-lain;

Kedua, bahwa adanya fungsi ilmu hukum yang mendeskripsikan pertimbangan-pertimbangan dan diperlukan olh bidang-bidang lain serta sebagai pecerahan guna mengatasi kesulitan dan kebuntuan yang meluas dalam dunia hukum khususnya terhadap ilmu hukum yang bersifat legalitas.


B. Disiplin Ilmu Hukum

Dalam perkembangannya Ilmu hukum mengaa=lami kemajuan yang demikian pesat sehingga para pakar membagi disiplin hukum itu menjadi beberapa golongan, yaitu :
1. Disiplin hukum mempelajari hukum sebagai objeknya dengan pendekatan internal hukum.

2. Sedangkan disiplin nonhukum memperlajari hukum melalui pendekatan eksternal seperti ''sosiologi hukum, sejarah hukum, antropologi hukum, psikologi hukum, perbandingan hukum''.

Selanjutnya ilmu hukum dibagi lagi menjadi beberapa kelompok, yaitu :

1. Ilmu tentang kaidah ialah ilmu yang mempelajari hukum sabagai peraturan, norma, atau kaidah yang diakui sebagai kebenaran.

2. Ilmu tentang pengertian yaitu ilmu yang membahas pokok-pokok pengertian hukum seperti subjek hukum, objek hukum, sumber hukum, hak dan kewajiban,  hubungan hukum dan lain-lain.

3. Ilmu tentang kenyataan ilmu yang mempelajari hukum sebagai perilaku atau tindakan.



Sumber bacaan : Dr. H. Zainal Asikin, SH., SU ( Pengantar Ilmu Hukum 

 

No comments :

Post a Comment