A. HUKUM YANG MENGATUR DAN HUKUM YANG MEMAKSA.
Hukum mengatur (regeld) adalah hukum yang dapat dijadikan acuan oleh para pihak dalam melakukan hubunga hukum. Artinya jika para pihak tidak membuat ketentuan lain maka hukum yang mengatur tersebut akan menjadi memaksa dan wajib diikuti dan ditaati oleh para pihak, tetapi manakala para pihak menentukan lain maka isi perjanjian itulah yang menjadi pedoman hukum yang wajib ditaati.
Contoh hukum mengatur :
Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mengenai pembuatan perjanjian kerja bisa tertulis dan tidak tertulis. Di kategorikan sebagai pasal yang sifatnya mengatur oleh karena tidak harus/wajib perjanjian kerja itu dalam bentuk tertulis dapat juga lisan, tidak ada sanksi bagi mereka yang membuat perjanjian secara lisan sehingga perjanjian kerja dalam bentuk tertulis bukanlah hal yang imperatif/memaksa kecuali Pasal 57 ayat 1.
Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mengenai perjanjian kerja waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan 3 (tiga) bulan. Ketentuan ini juga bersifat mengatur oleh karena pengusaha bebas untuk menjalankan masa percobaan atau tidak ketika untuk melakukan hubungan kerja waktu tidak tertentu/permanen.
Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bagi pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi pengusaha. Merupakan ketentuan hukum mengatur oleh karena ketentuan ini dapat dijalankan (merupakan hak) dan dapat pula tidak dilaksanakan oleh pengusaha.
Hukum memaksa (dwingen/imperatif) adalah suatu peraturan hukum yang tidak boleh dikesampingkan oleh para pihak dalam membuat perjanjian, atau undang-undang tidak memberikan peluang kepada siapa saja untuk menafsirkan lain selain mengikuti aturan hukum yang tertulis dengan jelas di dalam teks yang ada. Misalnya bagian seorang ahli waris menurut undang-undang wajib diberikan sesuai dengan bagiannya, dan tidak boleh dikurangi baik dengan hibah maupun dengan wasiat (selengkapnya dapat dibaca Pasal 913 KUH Perdata ). Bagian mutlak ahli waris ini disebut dengan legitieme portie . Oleh karena itu, siapapun tidak boleh mengurangi legitieme portie itu dengan membuat surat-surat lain apakah dengan hibah maupun wasiat. jika itu dilanggar, maka hibah atau wasiat itu menjadi batal demi hukum. [1]
B. KODIFIKASI, UNIFIKASI HUKUM, DAN HARMONISASI HUKUM.
Kodifikasi hukum adalah adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap. Yang menyebabkan timbulnya kodifikasi hukum ialah tidak adanya kesatuan dan kepastian hukum (di Prancis).
Arti kata kodifikasi hukum adalah pembukuan hukum dalam suatu himpunan undang-undang dalam materi yang sama. Tujuan dari kodifikasi hukum adalah agar di dapat suatu kesatuan hukum dan suatu kepastian hukum. [2]
Kodifikasi hukum tersebut harus meliputi tiga unsur, yaitu : [3]
1. Kodifikasi tersebut meliputi jenis-jenis hukum tertentu.
2. Kodifikasi tersebut memiliki sistematika.
3. Kodifikasi tersebut mengatur bidang hukum tertentu.
1. Kodifikasi Terbuka
Kodifikasi terbuka adalah kodifikasi yang mebuka diri terhadap terdapatnya tambahan-tambahan di luar induk kodifikasi. Pertama atau semula maksudnya induk permasalahannya sejauh yang dapat dimasukkan ke dlaam suatu buku kumpulan peraturan yang sistematis, tetapi di luar kumpulan peraturan itu isinya menyangkut permasalahan dalam kumpulan peraturan pertama tersebut. Hal ini dilakukan berdasarkan perkembangan hukum tersebut. Hal ini dilakukan berdasarkan perkembangan hukum itu tersendiri. Kebaikan kodifikasi terbuka ini ialah hukum dibiarkan berkembang menurut kebutuhan masyarakat, sehingga hukum tidak lagi dianggap sebagai peraturan yang menghambat kemajuan masyarakat.
2. kodifikasi Tertutup
Kodifikasi tertutup adalah semua hal yang menyangkut permasalahnnya dimasukkan ke dalam kodifikasi atau buku kumpulan peraturan.
Arti kata unifikasi hukum adalah memberlakukan satu macam hukum tertentu kepada semua rakyat di negara tertentu. Jika suatu hukum dinyatakan berlaku secara unifikasi maka di negara itu hanya berlaku satu macam hukum tertentu, dan tidak berlaku bermacam-macam hukum. [4]
Arti kata harmonisasi hukum adalah upaya mencari keseragaman atau titik temu dari prinsip-prinsip yang bersifat fundamental dari berbagai sistem hukum yang ada. [5]
Arti kata kompilasi adalah pengumpulan bidang-bidang hukum yang tidak mungkin disatukan karena adanya perbedaan adat-istiadat, budaya, agama maupun kebiasaan-kebiasaan. Bidang-bidang tersebut hanya bisa disandingkan. Misalnya Kompilasi Hukum Islam yang terdiri atas Hukum Perkawinan, Hukum Waris, dan Hukum Perwakafan.
Mengenai komlikasi hukum ini terlepas dari ketiga istilah diatas, karena dari berbagai aturan yang telah ada, baik pengaturan tersebut telah selaras ataupun belum, tetap tidak dapat dijadikan menjadi suatu aturan hukum tersendiri. Ketiga istilah tersebut merupakan suatu proses yang saling berkaitan, karena dengan adanya suatu pengaturan yang harmonis, maka aturan tersebut dapat diunifikasikan, yang pada akhirnya menghasilkan suatu bentuk kodifikasi hukum.
Sumber buku : ''Pengantar Ilmu Hukum'' oleh Dr. H. Zainal Asikin, SH.,S.U. halaman 141-145.
[1] Van Apeldoorn, inleiding tot de Studie van het Nederlanse Recht, WEj Tjeek Willijnk, 1982,hlm. 41.
[2] R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, ( Jakarta: PT Sinar Grafika, 2006) hlm.77.
[3] Kansil dalam Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung: Rineka Cipta, 2004), hlm 174.
[4] Muhammad Bakri, Unifikasi Dalam Pluralisme Hukum Tanah Di Indonesia (Rekonttruksi Konsep Unifikasi Dalam UUPA), ( Malang: Kerta Prathika,2008), hlm 2.
[5] www.google.com,Unifikasi Dan Harmonisasi Hukum Perdagangan Internasional, tanggal kunjung 14 Desember 2008.
No comments :
Post a Comment