Ilmu adalah Pengetahuan tetapi Pengetahuan belum tentu menjadi ilmu

Thursday 19 May 2016

HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM

No comments
PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM DI MK


Mahkamah Konstitusi  (MK) memiliki pengalaman yang sangat berharga dalam penyelesaian perselisihan hasil pemilihan umum tahun 2004 yang lalu, baik dari segi kuantitas perselisihan yang diajukan ke MK maupun dilihati dari kualitas dalan arti yang berkaitan dengan dilanggarnya asas-asas pemilu yang sesungguhnya juga berpengaruh terhadap hasil perhitungan suara, tetapi tidak menjadi kewenangan MK.

a. Pihak Dalam Sengketa

Dalam pasal 3 PMK Nomor 04/PMK/2004 ditentukan bahwa yang dapat menjadi Pemohon untuk mengajukan sengketa hasil pemilihan umum di MK adalah :

1. Perorangan warga negara Indonesia calon anggota DPD peserta pemilu.

Pemilihan anggota DPD yang pesertanya adalah perorangan, maka yang boleh jadi pemohon adalah perorangan peserta pemilu anggota DPD yang merasa dirugikan oleh hasil perhitungan suara yang ditetapkan.

2. Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden peserta pemilu.

Presidan / Wakil Presiden meskipun pasangan calon diajukan oleh partai politik peserta pemilu namun yang boleh jadi pemohon di MK untuk mempersoalkan hasil perhitungan suara adalah pasangan calon Presiden/Wakil Presiden tersebut.Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dan DPRD adalah partai politik sehingga yang boleh menjadi pemohon untuk mempersoalkan hasil perhitungan sura pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dan DPRD adalah partai politik yang bersangkutan.

3. Partai politik peserta pemilu.

Partai politik yang mengajukan permohonan dalam perselisihan hasil pemilu DPR/DPRD haruslah pengurus pusat partai yang bersangkutan sebagai badan hukum. Namun, pengurus pusat dapat memberi kuasa , baik kepada pengurus  daerah (DPD maupun DPC) atau kuasa hukum yang ditunjuk menangani permohonan dari partai yang bersangkutan.

Selaku termohon dapat disimpulkan adalah Komisi Pemilihan Umum nasional karena menurut pasal 74 ayat 2  UU MK yang menjadi materi permohonan adalah penetapan hasil pemilu yang dilakukan KPU secara nasional meskipun hasil itu menyangkut pelaksanaan  dan perhitungan suara yang dilakukan oleh KPU provinsi atau Kabupaten/Kota di daerah pemilihan. PMK Nomor 04 dan 05/2004 secara tegas menyebut KPU sebagai termohon.

b. Syarat Permohonan

Permohonan hanya dapat diterima jika diajukan dalam jangka waktu paling lambat 3x24 jam  sejak Komisi Pemilihan Umum mengumumkan penetapan hasil pemilu secara nasional, dan hanya dapat diajukan terhadap penetapan hasil pemilihan umum yang mempengaruhi :

(i) Terpilihnya calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

(ii) Penentuan pasangan calon yang masuk putaran kedua pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta terpilihnya pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.

(iii) Perolehan kursi partai politik peserta pemilihan umum di suatu daerah pemilihan.

c. Pemeriksaan Pendahuluan 

Berbeda dengan pemeriksaan pendahuluan sebagaimana umumnya dilakukan dalam perkara pengujian undang-undang, dalam perkara perselisihan pemilu, pemeriksaan pendahuluan yang memberi kesempatan memperbaiki permohonan untuk pemohon calon anggota DPR/DPRD dan DPD, meskipun diberi jangka waktu 3x24 jam dan perselisihan hasil pemilu Presiden /Wakil presiden 1x24 jam namun dalam praktik yang lalu perbaikan dilakukan langsung ditempat dan diperbolehkan dengan tulisan tangan. Hal ini terjadi karena banyaknya permohonan yang diterima sehingga apabila dilakukan sesuai dengan aturan dalam PMK dan UU MK dikhawatirkan tenggang waktu yang disebutkan menjadi tidak dapat dipenuhi.

d. Pemeriksaa Persidangan

Atas alasan tenggang waktu dan beban permohonan yang masuk [18], PMK Nomor 04/PMK/2004 menugaskan panel hakim untuk mrlaksanakan pemeriksaan pendahuluan maupun persidangan. Hasilnya kemudian dilaporkan kepada pleno MK untuk dimusyawarakan sebelum pengambilan putusan.

Sebagaimana diutarakan diatas, penggunaan sarana teknologi informasi dalam pemeriksaan persidangan juga membawa kecepatan penyelesaian yang diharapkan dan jarak tidak lagi menjadi masalah yang berarti. Yang menjadi perhatian tentulah memeriksa kebenaran identitas saksi san KPU provinsi dan Kabupaten/Kota yang didengar di daerah yang jauh dari tempat persidangan.

Meskipun, tidak dapat dikatakan bahwa perkara perselisihan hasil pemilu merupakan perkara yang sederhana, dalam arti tingkat kompleksitas masalah hukumnya, tetapi time-frame  penyelesaian perkara menyebabkan perkara ini diperlakukan sebagai perkara cepat seperti halnya yang dilakukan dalam perkara cepat Pengadilan Negeri.Pemeriksaan di persidangan pertama-tama memberi kesempatan pada pemohon untuk menguraikan dengan ringkas permohonannya dengan mengemukakan kesalahan perhitungan yang dilakukan KPU dan mengemukakan perhitungan suara yang benar.

KPU diberi kesempatan untuk memberikan keterangansebagai tanggapan atas permohonan tersebut. Bila panwaslu hadir, maka Panwaslu juga diberi kesempatan dalil Pemohon. Apabila keterangan dipandang cukup, baru kemudian diberi kesempatan bagi Pemohon untuk membuktikan dalilnya dengan alat bukti. Alat bukti yang disebutkan dalam Pasal 36 UU MK secara umum dan dalam PMK Nomor 04 dan 05 tahun 2004 yaitu tentang bukti surat dan saksi adalah merupakan alat bukti yang umum dilakukan.

Disamping itu, keterangan saksi juga dapat diajukan untuk mendukung dalil permohonan tetapi untuk masih terdapat ketidakseragaman dalam praktik yang lalu tentang jualifikasi saksi. Pasal 8 ayat 3 PMK Nomor 05 Tahun 2004 menyatakan bahwa :

"Keterangan saksi adalah keterangan dari saksi pemegang mandat peserta pemilu disetiap jenjang penghitungan suara sebagaimana ketentuan UU Nomor 23 Tahun 2003 jo. Keputusan KPU nomor 37 Tahun 2004 dan Keputusan KPU Nomor 38 Tahun 2004".

Ada yang menafsirkan bahwa hanya saksi yang ditunjuk sebagai saksi pemegang mandat peserta pemilu di setiap jenjang perhitungan suara, yaitu yang menyaksikan perhitungan di TPS dan menyatakan keberatan bila perlu, yang dapat didengar disidang MK untuk mendukung permohonan.

Setelah penyelesaian pemeriksaan dipandang selesai , maka panel hakim akan melaporkan hasil pemeriksaan persidangan atas perkara permohonan yang diajukan dan kemudian majelis pleno hakim konstitusi bermusyawarah untuk mengambil  keputusan . Pengambilan keputusan dan pengumuman keputusan tersebut dilakukan dalam sidang pleno yang terbuka untuk umum. Bila permohonan tidak beralasan dan atau pemohon tidak memenuhi syarat, Mk akan menyatakan permohonan tidak dapat diterima. Kalau permohoan tidak dapat dibuktikan secara cukup dan meyakinkan, permohonan akan dinyatakan ditolak. Permohoan yang beralasan dan didukung bukti yang cukup serta meyakinakan, maka MK mengabulkan permohonan Pemohon dengan menyatakan perhitungan seuara yang diaksanakan KPU salah dan MK menetapkan Perhitungan suara yang benar.

Sesudah putusan Mk dibacakan, maka putusan tentang perselisihan hasil pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD disampaikan kepada Presiden, pemohon dan KPU.

Wallahu'alam... 

Sumber :

Buku Ajar Hukum Acara Mahkamah Konstitusi oleh : Prof. Dr.H. Abdul Latif, SH.,MH. dkk. Halaman 177-188.

[18] Baca Peratura MK No. 04/PMK/2004 tentang Pedoman Beracara dalam Sengketa Perselisihan hasil Perhitungan Suara.

 

No comments :

Post a Comment