Ilmu adalah Pengetahuan tetapi Pengetahuan belum tentu menjadi ilmu

Sunday, 16 September 2018

MEMEJAMKAN MATA KETIKA SHALAT

No comments

Bagaimana sih hukum memejamkan mata ketika sedang shalat?

Nah... saya yakin diantara kalian pasti sadar dan mungkin sering memejamkan mata ketika shalat,, entah mungkin karena memang pengen nutup mata atau ngantuk.. ehehehe
Eiiits.... jangan anggap hal ini remeh yah sobat.. karena apa yang kita lakukan ternyata sudah diatur termasuk memejamkan mata ketika sedang shalat ini..
Yuuuukkkksss... untuk lebih jelasnya silahkan baca penjelasan di bawah ini yah.. semoga bermanfaat :)

Sunnahnya shalat itu dengan mata terbuka, bukan memejamkan mata, karena mencontoh Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dimana pandangan mata beliau ketika shalat memandang ke tempat sujud atau ke arah kiblat.

Aisyah radhiyallahu anha berkata:


دَخَلَ رَسُولُ اللهِ صلى عليه و سلم الْكَعْبَةَ مَا خَلَفَ بَصَرُهُ مَوْضِعَ سُجُودِهِ حَتَّى خَرَجَ مِنْهَا

“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam masuk Ka’bah (untuk mengerjakan shalat) dalam keadaan pandangan beliau tidak meninggalkan tempat sujudnya (terus mengarah ke tempat sujud) sampai beliau keluar dari Ka’bah.”

(HR. Al-Hakim 1/479 dan Al-Baihaqi 5/158. Kata Al-Hakim, “Shahih di atas syarat Syaikhan.” Hal ini disepakati Adz-Dzahabi. Berkata Syeikh Al Albani : Hadist Shahih).

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

قَالَ لَقَدْ رَأَيْتُ الْآنَ مُنْذُ صَلَّيْتُ لَكُمْ الصَّلَاةَ الْجَنَّةَ وَالنَّارَ مُمَثَّلَتَيْنِ فِي قِبْلَةِ هَذَا الْجِدَار

“Sungguh aku telah melihat sekarang sejak aku mengimami kalian, surga dan neraka digambarkan di kiblat tembok ini..” (HR. al-Bukhari 1/150 no.749)

Al-Hafizh ibnu Hajar rahimahullah mengatakan :

وَقَالَ ابْنُ بَطَّالٍ : فِيهِ حُجَّةٌ لِمَالِكٍ فِي أَنَّ نَظَرَ الْمُصَلِّي يَكُونُ إِلَى جِهَةِ الْقِبْلَةِ ، وَقَالَ الشَّافِعِيُّ وَالْكُوفِيُّونَ : يُسْتَحَبُّ لَهُ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى مَوْضِعِ سُجُودِهِ ؛ لِأَنَّهُ أَقْرَبُ لِلْخُشُوعِ  

“Ibnu Bathal rahimahullah mengatakan :

“Di dalam hadits (di atas) terdapat hujjah bagi imam Malik rahimahullah bahwa pandangan orang yang sedang shalat dihadapkan ke arah kiblat.”

Dan Imam Asy-Syafi’I rahimahullah serta ulama ulama Kufah mengatakan bahwa disukai bagi orang yang shalat untuk melihat ke arah tempat sujudnya karena itu lebih dekat kepada ke-khusyu’an.”
(Fath Al-Bari 2/271)

Ada hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam tentang larangan memejamkan mata ketika shalat, namun hadits ini lemah. Sehingga para ulama menghukumi memejamkan mata ketika shalat hanya makruh saja, bukan haram.

"Berkata Ibnu Abbas radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :

إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ فِي الصَّلَاةِ فَلَا يَغْمِضْ عَيْنَيْهِ

"Jika salah seorang diantara kamu sekalian sedang shalat, janganlah memejamkan kedua matanya".
( Al-Mu'jam Al-Kabir Lith-Thobroni, no.10956-Hadits Dhaif ).

Berkata Al-Hafizh ibnu Rajab rahimahullah  :

وأما تغميض البصر فِي الصلاة ، فاختلفوا فِيهِ : فكرهه الأكثرون ، منهم : أبو حنيفة والثوري والليث وأحمد .قَالَ مُجَاهِد : هُوَ من فعل اليهود .

“Adapun memejamkan mata dalam shalat, maka terdapat ikhtilaf dalam hal ini. Kebanyakan ulama memakruhkannya, diantara mereka ialah : Abu Hanifah rahimahullah, Ats-Tsauri rahimahullah, Al-Laits rahimahullah dan imam Ahmad rahimahullah. Mujahid rahimahullah mengatakan :“Memejamkan mata itu termasuk perbuatan orang orang Yahudi.”
(Fathul Bari 6/443)

Namun bila di depannya ada perkara yang mengganggu misalkan ada gambar, lukisan atau yang dapat mengganggu kekhusyu’an maka boleh memejamkan mata

Berkata Ibnu Qoyim rahimahullah :

إذا كان أكثر خشوعاً بتفتيح العينين فهو أولى ، وإن كان أخشع له تغميض العينين لوجود ما يشغله عن الصلاة من تزويق وزخرفة فإنه لا يكره قطعاً بل القول باستحباب التغميض أقرب إلى مقاصد الشرع وأصوله من القول بالكراهة . ( زاد المعاد 1/283 )

"Bahwa seseorang kalau lebih khusyu’ dengan membuka kedua matanya itu lebih utama. Kalau sekiranya memejamkan kedua mata itu lebih khusu’ karena ada gangguan yang mengganggu shalat dari ukiran dan hiasan maka tentu hal itu tidak dimakruhkan bahkan pendapat dengan anjuran menutup mata itu lebih dekat tujuan syariat serta pokok dibandingkan dengan pendapat memakruhkan." (Zadul Ma’ad, (1/283)) .

Berkata Syeikh Utsaimin rahimahullah :

الصَّحيحُ أنَّه مكروهٌ؛ لأنه يُشبه فِعْلِ المجوس عند عبادتهم النيران، حيث يُغمضون أعينَهم. وقيل: إنه أيضاً مِن فِعْلِ اليهودِ، والتشبُّه بغير المسلمين أقلُّ أحواله التحريم، كما قال شيخ الإِسلام رحمه الله، فيكون إغماضُ البَصَرِ في الصَّلاةِ مكروهاً على أقل تقدير، إلا إذا كان هناك سبب مثل أن يكون حولَه ما يشغلُه لو فَتَحَ عينيه، فحينئذٍ يُغمِضُ تحاشياً لهذه المفسدة.

“Yang benar, memejamkan mata di dalam shalat adalah perkara yang dibenci, karena menyerupai perbuatan orang orang Majusi dalam peribadatan mereka terhadap api, di mana mereka memejamkan mata.

Dikatakan pula bahwa hal itu termasuk perbuatan orang orang Yahudi.

Sementara menyerupai selain muslimin minimal hukumnya haram, sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam rahimahullah

Oleh karena itu, menejamkan mata dalam shalat minimalnya makruh (dibenci), kecuali jika disana ada sebab, seperti misalnya di sekitarnya terdapat perkara perkara yang bisa melalaikannya dari shalat kalau dia membuka matanya.

Dalam keadaan seperti itu, dia boleh memejamkan mata untuk menghindari kerusakan tersebut.
(As-Syarhul Mumti’,3/41)

Berkata Syeikh Muhammad Munajed hafidzahullah :

اتفق العلماء على كراهة تغميض العينين في الصلاة لغير حاجة ، فقد نص صاحب الروض على كراهته لأنه من فعل اليهود( الروض المربع 1/95 ) وكذلك صاحب منار السبيل والكافي وزاد لأنه مظنة النوم ( منار السبيل 1/66 ، الكافي 1/285) ونص صاحب الإقناع على كراهيته إلا لحاجة كما لو خاف محذوراً بأن رأى أمته أو زوجته أو أجنبية عريانة (الإقناع 1/127 ، المغني 2/30 ) وكذلك صاحب المغني .

Para ulama sepakat makruh memejamkan kedua mata dalam shalat tanpa ada kebutuhan. Pemilik kitab ‘Roud’ menegaskan akan makruhnya karena hal itu termasuk prilaku orangYahudi.
(Roudul Murbi’, (1/95).

Begitu juga pemilik kitab Manarus sabil dan Kafi serta Zad karena hal itu mengarah untuk tidur. Manarus Sabil, (1/66) Kafi, (1/285).

Pemilik kitab ‘Al-Iqna’ menegaskan akan makruhnya kecuali kalau ada kebutuhan seperti takut (sesuatu) yang dilarang. Melihat budak wanita, istri atau orang asing telanjang,
(Al-iqna’, 1/127)

Begitu juga pemilik Al-Mugni, Al-Mugni, 2/30).

Sumber :

Group online WA Tholabul 'ilmi

Wallahu 'alam

No comments :

Post a Comment