Ilmu adalah Pengetahuan tetapi Pengetahuan belum tentu menjadi ilmu

Tuesday, 20 November 2018

MEMBATALKAN SHALAT SUNNAH QOBLIYAH KARENA DENGAR IQOMAH

No comments


Perintah membatalkan shalat sunah karena mendengar iqamah, dinyatakan dalam beberapa hadis. Diantaranya :

1. Hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِذَا أُقِيمَتِ الصَّلاَةُ فَلاَ صَلاَةَ إِلاَّ الْمَكْتُوبَةُ

“Apabila telah dikumandangkan iqamah maka tidak ada shalat kecuali shalat wajib.”
(HR. Muslim 1678, Nasai 874 dan yang lainnya)
2. Hadis dari Abdullah bin Malik bin Buhainah radhiyallahu ‘anhu.

Ketika iqamah shalat subuh dikumandangkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat ada sahabat yang sedang shalat sunah. Beliau mengucapkan sesuatu yang saya tidak paham. Usai shalat, kami mengerumuni beliau, lalu bersabda :

يُوشِكُ أَحَدُكُمْ أَنْ يُصَلِّىَ الْفَجْرَ أَرْبعًا
“Hampir saja diantara kalian ada yang shalat subuh 4 rakaat.”
(HR. Muslim 1682 dan Ibnu Majah 1208).

Dalam riwayat lain, seusai shalat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehati orang itu dengan bersabda :

الصُّبْحَ أَرْبَعًا ، الصُّبْحَ أَرْبَعًا
Shalat subuh 4 rakaat, shalat subuh 4 rakaat?
(HR. Bukhari 663)

Al Hafidz al Iraqi menjelaskan hadis Abu Hurairah di atas.

إن قوله : “فلا صلاة ” يحتمل أن يراد : فلا يشرع حينئذ في صلاة عند إقامة الصلاة , ويحتمل أن يراد: فلا يشتغل بصلاة وإن كان قد شرع فيها قبل الإقامة بل يقطعها المصلي لإدراك فضيلة التحريم؛ أو أنها تبطل بنفسها وإن لم يقطعها المصلي

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “tidak ada shalat kecuali shalat wajib”
Ada 3 kemungkinan,

1. Kemungkinan pertama, ketika iqamah tidak disyariatkan shalat sunah

2. Atau kemungkinan maknanya, jangan melakukan shalat, meskipun shalat sunah sudah dimulai sebelum iqamah. Namun dia harus batalkan, agar bisa mendapatkan keutamaan takbiratul ihram.

3. Atau kemungkinan maknanya, ketika iqamah, shalat sunah batal dengan sendirinya, meskipun tidak dibatalkan oleh orang yang melakukannya.
(Nailul Authar, as-Syaukani, 3/102).

Hanya saja, kemungkinan ketiga cukup jauh, karena iqamah bukan termasuk pembatal shalat.

Karena itulah, dalam hadis Abdullah bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut orang yang mengerjakan shalat qabliyah subuh ketika iqamah, seolah telah mengerjakan shalat subuh 4 rakaat.

Artinya, qabliyah subuh yang  dia kerjakan tetap sah, meskipun dia melakukan pelanggaran dari sisi waktu pelaksanaan.
Kapan Harus Dibatalkan?
Apakah harus dibatalkan ketika mendengar iqamah, apapun posisinya?

As-Syaukani menyebutkan keterangan dari Abu Hamid ulama syafiiyah.

قال الشيخ أبو حامد من الشافعية : أن الأفضل خروجه من النافلة إذا أداه إتمامها إلى فوات فضيلة التحريم وهذا واضح

Syaikh Abu Hamid dari syafiiyah mengatakan : “Yang afdhal, dia batalkan shalat sunah, dengan batasan, apabila dilanjutkan akan menyebabkan dirinya ketinggalan takbiratul ihram.”Dan alasan ini sangat jelas.
(Nailul Authar, as-Syaukani, 3/102).

Berdasarkan batasan ini, tidak bisa ditegaskan di posisi mana makmum harus membatalkan shalat sunahnya.

Intinya, ketika makmum merasa dirinya akan ketinggalan takbiratul ihram jika shalat sunah dikerjakan, maka dia bisa segera batalkan shalat sunahnya.

Jika dia di posisi tasyahud akhir, dan dia yakin jika dilanjutkan tidak ketinggalan takbiratul ihram imam, maka tidak masalah diselesaikan.
Cara Membatalkan Shalat Ketika Iqamah

Batal ketika shalat, secara umum ada 2 sebab :
1. Batal shalat karena thaharahnya batal.

Seperti kentut atau keluar tetesan kencing atau keluar darah haid. Para ulama menegaskan, batal seperti ini tidak perlu ada aktivitas khusus, seperti diikuti dengan salam.

Karena ketika orang itu berhadats maka shalatnya tidak lagi diperhitungkan, sehingga dianggap tidak ada.

2. Batal karena keinginan pelaku untuk membatalkannya.

Misalnya, mendengar iqamah dan hendak membatalkan shalat atau ada kejadian membahayakan, seperti gempa, kemudian membatalkan untuk lari menjauhi bangunan.

Apakah membatalkan shalat untuk kasus yang kedua, harus didahului dengan salam?

Ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Secara umum ada 2 pendapat.
1 Shalat dibatalkan dengan melakukan salam;
2. Shalat dibatalkan tanpa harus melakukan salam, tapi cukup melakukan perbuatan apapun yang membatalkan shalat, seperti berbicara atau menoleh ke belakang.
Namun perbedaan ini sifatnya hanya afdhaliyah, dalam arti, mana cara yang paling afdhal dalam membatalkan shalat. Karena baik dengan cara pertama maupun kedua, keduanya tidak memberikan pengaruh terhadap keabsahan shalat.
Pendapat pertama, ketika membatalkan shalat dianjurkan untuk salam

Merupakan pendapat Syaikh Muhammad al-Mukhtar As Syinqithi.
Beliau mengatakan :

Orang yang membatalkan shalatnya karena udzur, seperti orang yang melakukan shalat sunah, lalu hendak dibatalkan, maka dia harus salam, lalu batalkan shalatnya. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Gerakan yang mengharamkan shalat adalah takbiratul ihram, dan yang menghalalkannya adalah salam.”

Dan beliau tidak membedakan, apakah salam ini di tengah shalat atau setelah shalat. Orang ini dianjurkan untuk salam menurut pendapat yang lebih shahih.

Diantara dalil yang mendukung pendapat ini adalah kejadian yang pernah dialami Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu. Beliau shalat isya berjamaah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di masjid Nabawi, lalu beliau pulang, dan menjadi imam shalat di kampungnya.

Ketika mengimami, Muadz membaca surat Al Baqarah, hingga ada makmumnya yang membatalkan diri, karena merasa terlalu lama. Dalam hadist itu dinyatakan :

فَانْحَرَفَ رَجُلٌ فَسَلَّمَ ثُمَّ صَلَّى وَحْدَهُ وَانْصَرَفَ

Ada orang yang membatalkan shalatnya dan dia salam. Kemudian dia shalat sendirian, lalu pergi…
(HR. Muslim 1068)

Sahabat ini ketika membatalkan shalat, beliau salam terlebih dahulu.
Pendapat kedua, bahwa membatalkan shalat tidak harus dengan salam

Ini merupakan pendapat Lajnah Daimah.
Ketika ditanya tentang orang yang melakukan tahiyatul masjid, kemudian mendengar iqamah dan membatalkan shalatnya, apakah harus dengan salam.

Lajnah Daimah menyatakan :

Pendapat yang benar diantara 2 pendapat ulama, dia bisa memutus shalatnya. Dan untuk masalah membatalkan shalat ini tidak harus salam, lalu dia bisa gabung dengan imam.
(Fatwa Lajnah Daimah, 7/312)

Wallahu a’lam...

Sumber utama :
Group 10 Tholabul'ilmi

Website : Tholabul'ilmi: tholabulilmiindonesia.blogspot.com

Follow IG Tholabul'ilmi WA :
Gabung Komunitas Tholabul'ilmi :
Ketik : GabungTI#Nama#Domisili#Status#L/P
Kirim ke:
~ Ukh Susan Anisya :
+6285374450956
~ Ukh Petty Nusaybah :
+6285266812579

   

No comments :

Post a Comment