Ilmu adalah Pengetahuan tetapi Pengetahuan belum tentu menjadi ilmu

Saturday 26 March 2016

EJAAN BAHASA INDONESIA YANG DISEMPURNAKAN

1 comment
EJAAN BAHASA INDONESIA YANG DISEMPURNAKAN



1.    Pendahuluan


Dasar yang paling baik untuk  melambangkan bunyi ujaran atau bahasa adalah satu bunyi yang membedakan arti dilambangkan dengan satu lambang tertentu. Lambang yang dipakai untuk mewujudkan bunyi ujaran itu biasa disebut huruf. Dengan huruf-huruf itulah manusia dapat menuliskan gagasan yang semula hanya disampaikan secara lisan.

Keseluruhan peraturan tentang cara menuliskan lambang-lambang bunyi ujaran dalam suatu bahasa termasuk masalah yang dibicarakan dalam ejaan. Ejaan ialah cara melafalkan dan menuliskan huruf, kata, unsur serapan, dan tanda baca. Ejaan yang dipakai dalam bahasa Indonesia adalah ejaan fenomis, yaitu hanya satuan bunyi yang berfungsi dalam bahasa Indonesia yang dilambangkan dengan huruf. Jumlah lambang yang diperlukan tidak terlalu banyak

Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan berlaku sejak tahun 1972 sebagai hasil penyempurnaan ejaan yang berlaku sebelumnya, yaitu Ejaan van Ophuysen (1901) dan ejaan Republik (1947). Ejaan yang berlaku dalam bahasa Indonesia sekarang menganut sistem ejaan fonemis, yaitu satu tanda satu bunyi, tetapi kenyataannya masih terdapat kekurangan. Kekurangannya terlihat pada adanya fonem (bunyi) yang masih dilambangkan dengan dua tanda, yaitu /ng/,/ny/,kh/, dan /sy/. Sebaliknya dua fenom yang dilambangkan dengan satu tanda saja, yaitu /e/pepet dan /e/ taling. Hal ini dapat menimbulkan ketidakserasian dalam penyusunan ejaan bahasa Indonesia yang lebih sempurna.

2.    Pelafalan

Salah satu yang diatur dalam ejaan ialah cara pelafalan atau cara pengucapan bahasa Indonesia. Pada akhir-akhir ini sering kita dengar orang melafalkan bunyi bahasa Indonesia dengan penuh keraguan. Keraguan yang dimaksud disini ialah ketidakteraturan pemakai bahasa dalam melafalkan huruf dan kata dalam bahasa Indonesia. Misalnya, ada sebahagian orang menyebutkan atau melafalkan kata energi dengan energi (baku), enerji, enersi (tidak baku). Kesalahan-kesalahan itu berupa kesalahan menyebutkan nama huruf dan kesalahan melafalkan huruf. Kesalahan melafalkan terjadi karena lambang (huruf) diucapkan tidak sesuai dengan bunyi yang melambangkan huruf-huruf tersebut.

Kaidah pelafalan bunyi bahasa Indonesia berbeda dengan kaidah bunyi bahasa lain, terutama bahasa asing, seperti bahasa Inggris, bahasa Belanda, dan bahasa Jerman. Dalam bahasa tersebut, satu bunyi yang dilambangkan dengan satu huruf, misalnya /a/ atau /g/, dapat diucapkan dengan berbagai wujud bunyi bergantung pada bunyi atau fenom yang ada disekitarnya. Lain halnya dengan bahasa Indonesia. Ketentuan pelafalan yang berlaku dalam bahasa Indonesia cukup sederhana, yaitu bunyi-bunyi dalam bahasa Indonesia harus dilafalkan atau diucapkan sesuai dengan apa yang ditulis.  Tegasnya, lafal atau ucapan dalam bahasa Indonesia disesuaikan dengan tulisan.

Perhatikan contoh berikut :

Tulisan     
 
teknik    
tegel   
energi     
agenda      

Lafal yang salah 

 Tehnik  
Tehel   
enrhi, enersi, enerji  
Ahenda

 Lafal yang benar

 teknik/t e k n i k/
tegel/t e g e l/
energi/e n e r g i/
agenda/a g e n d a/
Masalah lain yang sering menjadi muncul dalam pelafalan ialah mengenai singkatan kata dengan huruf. Sebaiknya pemakai bahasa memperhatikan pelafalan yang benar seperti yang sudah dibakukan dalam ejaan.

Perhatikan pelafalan berikut :

Tulisan    Lafal yang salah           Lafal yang benar
TV                /ti-vi/                              /te-ve/
MTQ      /em-te-kyu/,/em-te-kui        /em-te-ki/

Di dalam kaidah ejaan dikatakan bahwa penulisan dan pelafalan nama diri, yaitu nama orang, badan hukum, lembaga, jalan, kota, sungai, gunung dan sebagainya disesuaikan dengan kaidah ejaan yang berlaku, kecuali ada pertimbangan lain. Pertimbangan yang dimaksud adalah pertimbangan adat, hukum, agama atau kesejarahan, dengan  kebebasan memilih apakah mengikuti Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) atau Ejaan Yang Disempurnakan.

Demikian pula halnya dengan pelafalan unsur kimia, nama minuman, atau nama obat-obatan, bergantung pada kebiasaan yang berlaku untuk nama tersebut. Jadi, pemakai bahasa dapat saja melafalkan unsur tersebut tidak sesuai dengan yang tertulis.

Perhatikan contoh berikut :

Tulisan      Lafal yang benar
cola-cola    /ko-ka-ko-la/
HCL             /ha-se-el/
CO2                 /se 02

Kaidah pelafalan yang perlu dibicarakan disini ialah pelafalan bunyi /h/. Pelafalan bunyi /h/ ada aturannya dalam bahasa Indonesia. Bunyi /h/  yang terletak di antara dua vokal yang sama harus dilafalkan dengan jelas, seperti pada kata mahal, pohon, luhur, sihir. Bunyi /h/ yang terletak diantara dua vokal yang berbeda dilafalkan lemah atau hampir tidak kedengaran, seperti pada kata tahun, lihat, pahit. Bunyi /h/ pada seperti itu umumnya dilafalkan dengan bunyi luncur /w/ atau /y/, yaitu tawun, lihat. Payit. Aturan ini tidak berlaku bagi kata-kata pungut, karena lafal bahasa asalnya, seperti kata mahir, lahir, kohir, kohesi.

3.    Pemisahan Suku Kata

Setiap suku kata bahasa Indonesia ditandai oleh huruf vokal. Huruf vokal dapat didahului atau diikuti oleh huruf konsonan. Persekutuan atau pemisahan suku kata biasanya didapati pada penggantian baris, yaitu terdapat pada bagian akhir setiap baris tulisan. Penulis harus mengikuti kaidah-kaidah pemisahan suku kata yang diatur dalam Ejaan Yang Disempurnakan seperti berikut ini :

1)    Apabila di tengah kata terdapat dua vokal berurutan, maka pemisahan dilakukan diantara kedua vokal tersebut.

Contoh : Permainan -> per-ma-in-an, ketaatan -> ke-ta-at-an.

2)    Apabila di tengah kata terdapat dua konsonan berurutan, maka pemisahan dilakukan diantara kedua konsonan tersebut.

Contoh : ambil -> am-bil, undang -> un-dang.

3)    Apabila di tengah kata terdapat konsonan di antara dua vokal, maka pemisah dilakukan sebelum konsonan.

Contoh : bapak -> ba-pak, sulit -> su-lit

4)    Apabila di tengah kata terdapat tiga atau empat konsonan, pemisahan dilakukan diantara konsonan pertama dengan konsonan kedua.

Contoh : bangkrut -> bang-krut, instrumen -> in-stru-men

5)    Imbuhan, termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk dan partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, maka penyakuannya dipisahkan sebagai satu kesatuan.

Contoh : minuman -> mi-num-an, bantulah -> ban-tu-lah

6)    Pada akhir baris dan awal baris tidak diperkenankan adanya huruf yang berdiri sendiri baik vokal maupun konsonan.

Contoh :

Salah          Benar
ikutj -          ikutju-
uga ...         ga ......
masalah i-    masalah
tu ........       itu .......

4.    Penulisan Huruf
Ada dua hal yang diatur dalam penulisan huruf, yaitu aturan penulisan huruf kapital dan aturan penulisan huruf miring.

4.1.    Penulisan Huruf Kapital

1)    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata awal kalimat.

Contoh :
a.    Kopi itu telah diminum  oleh ayah
b.    Mereka adalah mahasiswa UMI

2)    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.

Contoh : Nenek bertanya, “Kapan ayahmu pulang dari Negeri Belanda?”

3)    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan hal keagamaan,  kitab suci, dan nama Tuhan, termasuk kata gantinya.

Contoh :
a.    Tuhan Yang Maha Esa
b.    Agama Islam
c.    Nabi Muhammad
d.    Nabi Sulaiman
e.    hamba-Nya

4)    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.

Contoh :
a.    Haji Agus Salim
b.    Imam Malik
c.    Sultan Hasanuddin
d.    Sri Sultan Hamengku Buwono IX

5)    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang.

Contoh :
a.    Gubernur Syahrul Y. Limpo
b.    Laksamana Muda Udara
c.    Gubernur Sulawesi Selatan
d.    Wakil Presiden Budiono
e.    Husein Sastranegara

6)    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama orang.

Contoh :
a.    Amir Hamzah
b.    Halim Perdanakusumah

7)    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa.

Contoh :
a.    bangsa Indonesia
b.    bangsa Inggris
c.    suku Bugis
d.    bahasa Makassar

8)    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.

Contoh :
a.    tahun Hijriah
b.    Bulan Jumadil Awal
c.    Kongres Pemuda Indonesia
d.    tahun Masehi
e.    bulan Agustus
f.    Revolusi Perancis

9)    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama khas dalam geografis.

Contoh :
a.    Jalan Urip Sumoharjo
b.    Selat Makassar
c.    Kali Brantas
d.    Jalan Kakatua
e.    Jazirah Arab
f.    Danau Tempe

10)    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama resmi badan, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi.

Contoh :
a.    Deklarasi Malino
b.    Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa
c.    Keputusan Presiden Republik Indonesia, No. 57, Tahun 1992

11)    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata di dalam nama buku, majalah,  surat kabar, dan judul karangan, kecuali kata partikrl, seperti di, ke, dari, untuk, dan, yang, yang tidak terletak pada posisi awal kata.

Contoh :
a.    Pelajaran Ekonomi untuk SLTA
b.    Anak Perawan di Sarang Penyamun

12)    Huruf kapital dipakai singkatan gelar dan sapaan.

Contoh :
 a.    Dr. (doktor)
b.    Sdr. (saudara)
c.    M.A. (master of arts)
d.    Prof. (profesor)

13)    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata petunjuk hubungan  kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, nenek, kakak, dan paman yang dipakai sebagai kata ganti atau sapaan.

Contoh :
 a.    Kapan Bapak Berangkat?
b.    Permohonan Saudara telah kami pertimbangkan
c.    Mere pergi ke rumah Pak Camat

4.2.    Penulisan Huruf Miring

Penulisan huruf miring hanya bisa dipakai pada tulisan yang menggunakan mesin cetak atau mesinn tulis yang memiliki huruf miring. Penulisan huruf miring dengan melalui tulisan tangan atau menggunakan mesin tulis biasa tidak memiliki miring dapat dilakukan dengan cara lain. Cara yang dimaksud adalah kata yang akan dicetak miring diberi garis bawah dalam ketikan biasa.

5.    Penulisan Kata

Penulisan kata yang diatur dalam buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dirinci dalam  sejumlah kaidah-kaidah. Berikut ini dijelaskan beberapa kaidah yang sering tak dipatuhi dalam penulisan. Kesalahan penulisan muncul karena kurangnya pengetahuan pengguna bahasa mengenai kaidah ejaan.

5.1.    Penulisan Kata Turunan

Unsur-unsur imbuhan pada kata turunan, yaitu awalan, sisipan, akhiran, dan kombinasi awalan dengan akhiran, ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Kalau bentuk uang mendapat imbuhan itu merupakan gabungan kata, awalan atau akhiran itu ditulis serangkai dengan kata yang berhubungan langsung saja, sedangkan bentuk dasarnya yang berupa gabungan kata itu tetap ditulis terpisah tanpa tanda hubung. Gabungan kata yang sekaligus mendapat awalan dan akhiran ditulis serangkai tanpa tanda hubungan.

Contoh :
sebar  
disebar  
sebarkan  
disebarkan   

tanggung jawab
bertanggung jawab
tanggung jawabnya
pertanggungjawaban

 5.2.    Penulisan Kata Ulang

Kata ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung, pemakaian (2) untuk menyatakan bentuk pengulangan hendaknya dihindari. Penggunaan angka dua (2) hanya dapat dipakai pada tulisan cepat atau pencatatan saja. Pada tulisan resmi, penulisan kata ulang harus ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.

Kata ulang tidak saja berupa pengulangan kata dasar dan kata turunan, tetapi dapat pula berupa pengulangan dengan mendapat awalan dan akhiran. Bentuk pengulangan yang lain adalah pengulangan dengan perubahan bunyi pada bentuk dasar. Dalam perubahan bunyi itu kadang-kadang bentuk yang kedua sudah agak jauh dari bentuk dasarnya, namun ditinjau dari makna keseluruhannya menyatakan perulangan. Adapun bentuk kata ulang itu, kata-kata tersebut tetap ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.

Contoh :

sayur-sayur  
sayur-sayuran  
sayur-mayur 

bersahut-sahut 
mata-mata pelajaran
 bersahut-sahutan
Adapun juga bentuk pengulangan yang berasal dari bentuk gabungan kata atau yang lazim disebut kata majemuk pada pengulangan bentuk seperti ini, yang diulang hanya bagian yang pertama saja, sedangkan bagian yang kedua tidak diulang.

Contoh :

Bentuk dasar   
mata pelajaran  
rumah sakit   
kereta api    

Bentuk pengulangan
mata-mata pelajaran
rumah-rumah sakit
kereta-kereta api

5.3.    Gabungan Kata

Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk dituliskan terpisah-pisah bagian-bagiannya. Kalau salah satu unsurnya tidak dapat berdiri sendiri dan hanya muncu dalam bentuk kombinasi, maka penulisannya harus dirangkaikan.

Contoh :

Gabungan kata   
duta besar  
daya beli  
rumah bersalin  

Bentuk kombinasi
Pancasila
tunanetra
antarkota

Bentuk kata dasar seperti daya beli, rumah bersalin, ditulis terpisah bagian-bagiannya, sedangkan panca-, tuna-, dan antar- yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai kata lepas ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Sejalan dengan penjelasan di atas, maka mahakuasa, dan mahamulia ditulis serangkai karena maha- sebagai unsur terikat diikuti oleh bentuk dasar kecuali bentuk (Maha Esa) kalau yang mengikutinya bukan bentuk kata dasar, melaikan bentuk turunan, maka penulisannya dipisahkan :

Contoh :

Maha Mengetahui
Maha Penyayang
Maha Mendengar    
Maha Melihat

Gabungan kata yang sudah sebagai satu kata dan dianggap sudah padu ditulis serangkai, seperti manakala, matahari, sekaligus, daripada, hulubalang dan bumiputra. Gabungan kata yang dapat menimbulkan salah pengertian dapat dituliskan dengan menggunakan tanda hubung di antara bentuk yang menjadi unsurnya. Pemberian tanda hubung pada kata tersebut diletakkan di belakang unsur yang menjadi inti gabungan kata tersebut.

Contoh :

buku sejarah baru  

buku-sejarah baru

buku sejarah-baru

5.4.    Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya


Kata ganti –ku, -kau, -mu, dan –nya yang ada pertaliannya dengan aku, engkau, kamu, dan dia dituliskan serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Perhatikan contoh berikut ini : bukuku, bukumu, bukunya, kuambil, kauambil. Adapun kata aku, engkau, kamu, dan dia ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya atau yang mendahuluinya.

5.5.    Kata Depan di, ke, dan dari

Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Awalan di- dan ke- yang penulisannya dirangkaikan selalu berhubungan dengan kata kerja dan mempunyai pasangan atau dapat dipertukarkan dengan awalan me-, misalnya dibeli yang dapat berpasangan dengan kata membeli. Adapun kata depan di dan ke selalu menunjukkan arah atau tempat dan tidak mempunyai pasangan tetap seperti awalan di-. Cara lain yang dapat dipakai untuk mengetahui kata depan adalah dengan menggunakan kata tanya di mana dan ke mana. Semua jawaban pertanyaan di mana dan ke mana adalah kata depan.

Contoh :

a.    Di mana Amat berada? (jawabannya di sana atau di sini)

b.    Ke mana Saudara pergi ? (jawabannya di sana atau di sini)

5.6.    Partikel lah, kah, dan tah

Partikel –lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Adapun partikel pun ditulis terpisah dengan kata yang mendahuluinya, kecuali adapun, meskipun, walaupun, dan sejenisnya, yang sudah dianggap padu benar. Partikel pun ditulis terpisah karena bentuknya hampir sama dengan kata lepas. Bentuk pun seperti itu mempunyai makna juga sehingga penulisannya dipisahkan.

Contoh :

a.    Persoalan itu pun dikemukakannya (Persoalan itu juga dikemukakannya)

b.    Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus. (Apa juga yang dimakannya, ia tetap kurus)

c.    Kalau gratis, aku pun ikut menonton. (Kalau gratis, aku juga ikut menonton)

Disamping partikel pun, terdapat juga partikel per dalam bahasa Indonesia. Partikel per ditulis terpisah dari bagian-bagian kalimat yang mendampinginya. Partikel per ditulis terpisah karena per bentunya sama dengan kata dan mengandung arti mulai, demi, dan setiap.

Contoh :

a.    Gaji buruh dinaikkan per 1 Januari 1990. (mulai)

b.    Mobil-mobil yang melalui jembatan itu harus masuk satu per satu. (demi)

c.    Harga kain sutra itu Rp 2.000,00 per helai. (setiap)

5.7.    Pemakaian Angka Bilangan

Kesalahan yang sering muncul dalan pemikiran ejaan adalah pemakaian bilangan tingkat. Kalau kita menggunakan angka Romawi, penulisannya tidak menggunakan ke-,. Sebaliknya, kalai kita gunakan angka biasa atau angka Arab, maka angka Arab tersebut disertai dengan awalan ke-. Disamping dua cara di atas, masih ada cara lain yang dapat digunakan, yaitu semua bilangan tingkat itu ditulis dengan huruf (kata).

Contoh :

Salah       
 
Perang Dunia ke II   
Perang Dunia ke dua  
Abad ke XX   
Abad ke 20   
Abad ke dua puluh   

Benar   

Perang Dunia II
Perang Dunia kedua
Abad XX
Abad ke-20
Abad kedua puluh

Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian atu pemaparan. Jadi, kalau dalam kalimat itu terdapat satu bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua angka, bilangan tersebut harus ditulis dengan kata, bukan dengan angka.

Contoh :

a. Amir belajar sampai tiga kali sehari (benar)
   Amir belajar sampai 3 kali sehari (salah)

b. Ibu membeli baju tiga lembar di pasar (benar)
   Ibu membeli baju 3 lembar di pasar (salah)

c.Yang hadir dalam pertemuan itu ada sejumlah empat puluh lima orang, yaitu dua puluh tujuh orang dari kalangan pria dan delapan belas orang dari kalangan wanita. (salah)
  Yang hadir dalam pertemuan itu ada sejumlah 45 orang, yaitu 27 orang dari kalangan pria dan 18 orang dari kalangan wanita. (benar)


Sumber  Buku : "Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi" oleh : Dr. Sitti Rabiah, M.Hum
Penerbit de la macca. Halaman 1-9


1 comment :

  1. trima kasih juga telah berkunjung, semoga sukses :)

    ReplyDelete