Ilmu adalah Pengetahuan tetapi Pengetahuan belum tentu menjadi ilmu

Monday, 18 April 2016

HUKUM BENDA DAN KEPEMILIKAN DALAM ISLAM

No comments
A.    Pengertian Benda Dalam Islam

Pengertian hukum benda menurut perspektif Islam tidak jauh berbeda dengan KUHP, arti benda menurut Dr. Muhammad Yusuf Musa adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki oleh manusia dan keberadaannya memberikan manfaat bagi kehidupan.

Hukum benda atau hukum kebendaaan adalah serangkaian ketentuan hukum yang mengatur hubungan hukum secara  langsung antara seseorang dengan benda, yang melahirkan berbagai hak kebendaan. Hak kebendaan memberikan kekuatan langsung kepada seseorang dalam penguasaan dan kepemilikan atas sesuatu benda dimanapun bendanya berada. Dengan kata lain hukum benda atau hukum kebendaan adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur mengenai kebendaan atau yang berkaitan dengan benda.

B.    Macam-Macam Benda Dalam Islam

1.    Dari segi tetap atau tidaknya benda dalam Hukum Islam dikenal juga dua macam benda yaitu:


a. Benda tak bergerak (al-’aqaar)
 Dalam memaknai benda ini ada dua pendapat di kalangan para fuqha.

1.    Ulama Hanafiyah.

Benda tak bergerak adalah harta benda yang tidak bisa dipindahkan. Jadi menurut Ulama Hanafiyah benda tak bergerak hanya tanah.

2.    Ulama Malikiyah dan jumhur fuqaha.

Benda tak bergerak adalah harta benda yang tidak bisa dipindahkan dengan tetap (tidak berubah) bentuknya. Jadi golongan ini berpendapat bahwa benda bergerak bukan hanya tanah tapi sesuatu yang dibangun (bangunan) atau tumbuh dia atasnya (pohon) termasuk benda tak bergerak.

b. Benda bergerak (al-manquul)

1.    Ulama Hanafiyah
Benda bergerak adalah semua benda yang dapat dipindahkan baik berubah bentuk atau tidak.

2.    Ulama Malikiyah dan jumhur fuqaha
Benda bergerak adalah harta semua benda yang bisa dipindahkan tanpa berubah bentuknya. 

2.     Dari segi keberadaannya benda di bagi dua macam yaitu:

a. Keberadaan satuannya
Berdasarkan keberadaan ini benda dibagi dua, yaitu:

1.    Harta mistli
Harta yang mempunyai persamaan harga di pasaran.

2.    Harta qimi
Harta yang tidak memiliki satuan yang sama dalam pasaran.

b. Keberadaan pemakaian

Dalam hal ini harta atau benda dibagi menjadi dua macam yaitu:

1.    Harta istihlaki

Harta yang habis karena pemakaian. Harta ini dibagi dua yaitu; harta yang secara nyata habis karena pemakaian dan harta yang secara yuridis dianggap habis karena pemakaian.

2.    Harta isti’mali

Harta ini adalah harta yang tidak habis karena pemakaian dapat digunakan secara kontinyu dan diambil manfaatnya.

3.     Dari segi penilaian Syara’ benda dibedakan menjadi tiga macam yaitu:

a.    Harta mutaqawwim

Harta ini adalah harta yang telah dimiliki dan dibenarkan oleh syara’ dan dapat diambil manfaatnya bukan dalam keadaan dibutuhkan atau darurat.

b. Harta gair mutaqawwim

Harta ini adalah harta yang belum/tidak dimiliki dan tidak dibenarkan oleh Syara’ untuk diambil manfaatnya kecuali dalam keadaan sangant dibutuhkan atau keadaan darurat.

c. Harta Mubah

Harta ini adalah harta yang belum dimiliki dan belum menjadi milik seorang/kelompok orang tetapi tidak dilarang oleh Syara’ untuk diambil manfaatnya.

C.    Pengertian Milik Dalam Islam

“Kepemilikan” berasal dari bahasa Arab dari akar kata “malaka” yang artinya memiliki. Dalam bahasa Arab “milk” berarti kepenguasaan orang terhadap sesuatu (barang atau harta) dan barang tersebut dalam genggamannya baik secara riil maupun secara hukum. Dimensi kepenguasaan ini direfleksikan dalam bentuk bahwa orang yang memiliki sesuatu barang berarti mempunyai kekuasaan terhadap barang tersebut sehingga ia dapat mempergunakannya menurut kehendaknya dan tidak ada orang lain, baik itu secara individual maupun kelembagaan, yang dapat menghalang-halanginya dari memanfaatkan barang yang dimilikinya itu. Adapun menurut ulama fikih adalah kekhususan seorang pemilik terhadap sesuatu untuk dimanfaatkan, selama tidak ada penghalang syar’i.

Milik adalah penguasaan terhadap sesuatu, yang penguasanya dapat melakukan sendiri tindakan terhadap sesuatu yang dikuasainya itu  dan dapat dinikmati manfaatnya apabila tidak ada halangan syarak.  Islam mengajarkan bahwa hak milik memiliki fungsi sosial. Artinya terdapat kepentingan orang lain atau kepentingan umum yang harus diperhatikan. Lebih dari itu bahwa milik pada hakikatnya hanyalah merupakan titipan dari Allah sehingga perlakuan terhadap kepemilikan harus mengindahkan aturan dari pemiliknya yang asli.

D.    Macam-Macam Milik Dalam Islam

Menurut pandangan Islam bahwa hak milik itu dapat dibedakan menjadi beberapa macam, diantaranya:

a.  Kepemilikan penuh (milk-tam), yaitu penguasaan dan pemanfaatan terhadap benda atau harta yang dimiliki secara bebas dan dibenarkan secara hukum.

b. Kepemilikan materi, yaitu kepemilikan seseorang terhadap benda atau barang terbatas kepada penguasaan materinya saja.

c. Kepemilikan manfaat, yaitu kepemilikan seseorang terhadap benda atau barang terbatas kepada pemanfaatannya saja, tidak dibenarkan secara hukum untuk menguasai harta itu.

Menurut Dr. Husain Abdullah kepemilikan dapat dibedakan menjadi:

a.  Hak milik pribadi (al-milkiyat al-fardiyah), Islam membolehkan hak individu terhadap harta benda dan membenarkan pemelikan semua yang diperoleh secara halal dimana seseorang mendapatkan sebanyak harta yang diperoleh. Kepemilikan pribadi adalah hukum shara’ yang berlaku bagi zat ataupun kegunaan tertentu, yang memungkinkan pemiliknya untuk memanfaatkan barang tersebut, serta memperoleh kompensasinya–baik karena diambil kegunaannya oleh orang lain seperti disewa ataupun karena dikonsumsi–dari barang tersebut.

Adanya wewenang kepada manusia untuk membelanjakan, menafkahkan dan melakukan berbagai bentuk transaksi atas harta yang dimiliki, seperti jual-beli, gadai, sewa menyewa, hibah, wasiat, dll adalah meriupakan bukti pengakuan Islam terhadap adanya hak kepemilikan individual. Karena kepemilikan merupakan izin al-shari’ untuk memanfaatkan suatu benda, maka kepemilikan atas suatu benda tidak semata berasal dari benda itu sendiri ataupun karena karakter dasarnya, semisal bermanfaat atau tidak. Akan tetapi ia berasal dari adanya izin yang diberikan oleh al-shari’ serta berasal dari sebab yang diperbolehkan al-shari’ untuk memilikinya (seperti kepemilikan atas rumah, tanah, ayam dsb bukan minuman keras, babi, ganja dsb), sehingga melahirkan akibatnya, yaitu adanya kepemilikan atas benda tersebut.

b.   Hak milik umum (al-milkiyyat al-’ammah), Konsep hak milik umum mula-mula digunakan dalam Islam dan tidak terdapat dalam masa sebelumnya. Semua harta dan kekayaan milik masyarakat yang memberikan pemilikan atau pemanfaatan atas berbagai macam benda yang berbeda-beda kepada warganya. Pembagian mengenai harta yang menjadi milik masyarakat dengan milik individu secara keseluruhan berdasakan kepentingan umum. Setidak-tidaknya, benda yang dapat dikelompokkan ke dalam kepemilikan umum ini, ada tiga jenis, yaitu:

1. Fasilitas Dan Sarana Umum

Benda ini tergolong ke dalam jenis kepemilikan umum karena menjadi kebutuhan pokok masyarakat dan jika tidak terpenuhi dapat menyebabkan perpecahan dan persengketaan. Jenis harta ini dijelaskan dalam hadits nabi yang berkaitan dengan sarana umum:

الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْمَاءِ وَالنَّارِ

“Manusia berserikat (bersama-sama memiliki) dalam tiga hal: air, padang rumput dan api”.

Air yang dimaksudkan dalam hadist di atas adalah air yang masih belum diambil, baik yang keluar dari mata air, sumur, maupun yang mengalir di sungai atau danau bukan air yang dimiliki oleh perorangan di rumahnya. Oleh karena itu, pembahasan para fuqaha mengenai air sebagai kepemilikan umum difokuskan pada air-air yang belum diambil tersebut. Adapun al-kala’ adalah padang rumput, baik rumput basah atau hijau (al-khala) maupun rumput kering (al-hashish) yang tumbuh di tanah, gunung atau aliran sungai yang tidak ada pemiliknya. Sedangkan yang dimaksud al-nar adalah bahan bakar dan segala sesuatu yang terkait dengannya, termasuk didalamnya adalah kayu bakar.

2. Sumber Alam Yang Tabiat Pembentukannya Menghalangi Dimiliki Oleh Individu Secara Perorangan.

Meski sama-sama sebagai sarana umum sebagaimana kepemilikan umum jenis pertama, akan tetapi terdapat perbedaan antara keduanya. Jika kepemilikan jenis pertama, tabiat dan asal pembentukannya tidak menghalangi seseorang untuk memilikinya, maka jenis kedua ini, secara tabiat dan asal pembentukannya, menghalangi seseorang untuk memilikinya secara pribadi. Sebagaimana hadits nabi:

مِنًى مُنَاخُ مَنْ سَبَقَ

“Kota Mina menjadi tempat mukim siapa saja yang lebih dahulu (sampai kepadanya)”.

Mina adalah sebuah nama tempat yang terletak di luar kota Makkah al-Mukarramah sebagai tempat singgah jama’ah haji setelah menyelesaikan wukuf di padang Arafah dengan tujuan meleksanakan syiar ibadah haji yang waktunya sudah ditentukan, seperti melempar jumrah, menyembelih hewan hadd, memotong qurban, dan bermalam di sana. Makna “munakh man sabaq” (tempat mukim orang yang lebih dahulu sampai) dalam lafad hadith tersebut adalah bahwa Mina merupakan tempat seluruh kaum muslimin. Barang siapa yang lebih dahilu sampai di bagian tempat di Mina dan ia menempatinya, maka bagian itu adalah bagiannya dan bukan merupakan milik perorangan sehingga orang lain tidak boleh memilikinya (menempatinya).

3. Barang Tambang Yang Depositnya Tidak Terbatas

Dalil yang digunakan dasar untuk jenis barang yang depositnya tidak terbatas ini adalah hadits nabi riwayat Abu Dawud tentang Abyad ibn Hamal yang meminta kepada Rasulullah agar dia diizinkan mengelola tambang garam di daerah Ma’rab:

أَنَّهُ وَفَدَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَقْطَعَهُ الْمِلْحَ فَقَطَعَهُ لَهُ فَلَمَّا أَنْ وَلَّى قَالَ رَجُلٌ مِنَ الْمَجْلِسِ أَتَدْرِي مَا قَطَعْتَ لَهُ إِنَّمَا قَطَعْتَ لَهُ الْمَاءَ الْعِدَّ قَالَ فَانْتَزَعَ مِنْه
“Bahwa ia datang kepada Rasulullah SAW meminta (tambang) garam, maka beliaupun memberikannya. Setelah ia pergi, ada seorang laki-laki yang bertanya kepada beliau: “Wahai Rasulullah, tahukah apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir”. Lalu ia berkata: Kemudian Rasulullah pun menarik kembali tambang itu darinya”.

Larangan tersebut tidak hanya terbatas pada tambang garam saja, melainkan meliputi seluruh barang tambang yang jumlah depositnya banyak (laksana air mengalir) atau tidak terbatas. Ini juga mencakup kepemilikan semua jenis tambang, baik yang tampak di permukaan bumi seperti garam, batu mulia atau tambang yang berada dalam perut bumi seperti tambang emas, perak, besi, tembaga, minyak, timah dan sejenisnya.

c.     Hak milik negara (Milkiyyat Al-Dawlah ), Hak milik negara pada dasarnya adalah hak milik umum. Tetapi dalam pengelolahan hak yang mengelola adalah pemerintah. Kepemilikan negara ini meliputi semua jenis harta benda yang tidak dapat digolongkan ke dalam jenis harta milik umum (al-milkiyyat al-’ammah/public property) namun terkadang bisa tergolong dalam jenis harta kepemilikan individu (al-milkiyyat al-fardiyyah).Beberapa harta yang dapat dikategorikan ke dalam jenis kepemilikan negara menurut al-shari’ dan khalifah/negara berhak mengelolanya dengan pandangan ijtihadnya adalah:

(1) Harta ghanimah, anfal (harta yang diperoleh dari rampasan perang dengan orang kafir), fay’ (harta yang diperoleh dari musuh tanpa peperangan) dan khumus;

(2)  Harta yang berasal dari kharaj (hak kaum muslim atas tanah yang diperoleh dari orang kafir, baik melalui peperangan atau tidak);

(3)   Harta yang berasal dari jizyah (hak yang diberikan Allah kepada kaum muslim dari orang kafir sebagai tunduknya mereka kepada Islam);

(4)  Harta yang berasal dari daribah (pajak);

(5)  Harta yang berasal dari ushur (pajak penjualan yang diambil pemerinyah dari pedagang yang melewati batas wilayahnya dengan pungutan yang diklasifikasikan berdasarkan agamanya);

(6)  Harta yang tidak ada ahli warisnya atau kelebihan harta dari sisa waris (amwal al-fadla);

(7) Harta yang ditinggalkan oleh orang-orang murtad;

(8)  Harta yang diperoleh secara tidak sah para penguasa, pegawai negara, harta yang didapat tidak sejalan dengan shara’;

(9)  Harta lain milik negara, semisal: padang pasir, gunung, pantai, laut dan tanah mati yang tidak ada pemiliknya.



KESIMPULAN :

Hukum benda menurut perspektif Islam tidak jauh berbeda dengan KUHP, arti benda menurut Dr. Muhammad Yusuf  Musa adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki oleh manusia dan keberadaannya memberikan manfaat bagi kehidupan. Hukum benda atau hukum kebendaaan adalah serangkaian ketentuan hukum yang mengatur hubungan hukum secara  langsung antara seseorang dengan benda, yang melahirkan berbagai hak kebendaan. Hak kebendaan memberikan kekuatan langsung kepada seseorang dalam penguasaan dan kepemilikan atas sesuatu benda dimanapun bendanya berada. Dengan kata lain hukum benda atau hukum kebendaan adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur mengenai kebendaan atau yang berkaitan dengan benda.

Milik adalah penguasaan terhadap sesuatu, yang penguasanya dapat melakukan sendiri tindakan terhadap sesuatu yang dikuasainya itu dan dan dapat dinikmati manfaatnya apabila tidak ada halangan syarak. Hikmah Kepemilikan:
a. Terciptanya rasa aman dan tentram dalam kehidupan bermasyarakat.
b. Terlindungnya hak-hak individu secara baik.
c. Menumbuhkan sikap kepedulian terhadap fasilitas-fasilitas umum.
d. Timbulnya rasa kepedulian sosial yang semakin tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

http://mazroat.blogspot.co.id/2013/12/kepemilikan-dalam-islam.html (diakses pada Rabu, 13 April 2016, 15.05 pm ).

https://gedhanggoyeng.wordpress.com/2015/01/16/makalah-kepemilikan-dalam-islam-dan-akad/ (diakses pada Rabu, 13 April 2016, 15.05 pm).

http://cpchenko.blogspot.co.id/2012/06/benda-dan-macam-macamnya.html (diakses pada Rabu, 13 April 2016, 15.07 pm).

https://ridhamujahidahulumuddin.wordpress.com/2015/12/15/hukum-benda-menurut-perspektif-islam/  (diakses pada Kamis, 14 April 2016, 03.05 am).

No comments :

Post a Comment