Ilmu adalah Pengetahuan tetapi Pengetahuan belum tentu menjadi ilmu

Friday 28 October 2016

ASAS HUKUM PERJANJIAN

No comments
 Asas Hukum Perjanjian
 
 Dalam hukum kontrak dikenal beberapa asas, di antaranya adalah sebagai berikut:

a.    Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme sering diartikan bahwa dibutuhkan kesepakatan untuk lahirnya kesepakatan. Pengertian ini tidak tepat karena maksud asas konsensualisme ini adalah bahwa lahirnya kontrak ialah pada saat terjadinya kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan antara para pihak, lahirlah kontrak, walaupun kontrak itu belum dilaksanakan pada saat itu. Hal ini berarti bahwa dengan tercapainya kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa kontrak tersebut sudah bersifat obligator, yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi kontrak tersebut (Ahmadi Miru, Hukum Kontrak, 2007, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 3). Asas konsensualisme terdapat terdapat di dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Hukum perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata bersifat dan berasas konsensualisme, kecuali ada beberapa perjanjian merupakan pengecualian dari asas tersebut, misalnya seperti perjanjian perdamaian, perjanjian perburuhan, dan perjanjian penghibahan. Kesemua perjanjian yang merupakan pengecualian tersebut, belum bersifat mengikat apabila tidak dilakukan secara tertulis.

b.    Asas Kebebasan Berkontrak (freedommof contract) 

Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting dalam hokum kontrak. Didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) BW bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Demikian pula ada yang mendasarkan pada pasal 1320 BW bahwa semua perjanjian yang menerangkan tentang syarat sahnya perjanjian.

Maksud dari asas kebebasan berkontrak artinya para pihak bebas membuat kontrak dan mengatur sendiri isi kontrak tersebut, sepanjang memenuhi  ketentuanm sebagai berikut: 

1. Memenuhi  syarat  sebagai suatu kontrak
2. Tidak dilarang oleh  undang-undang
3. Sepanjang kontrak tersebut dilaksanakan dengan itikad baik (Munir Fuady, Hukum kontrak, 1999, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 30).

c.    Asas Mengikatnya Kontrak (Pacta Sunt Servanda)

Setiap orang yang membuat kontrak, dia terikat untuk memenuhi kontrak tersebut karena kontrak tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1338 ayat (1) yang menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

d.    Asas Itikad Baik 

Menurut Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, suatu kontrak haruslah dilaksanakan dengan itikad baik ( goeder trouw, bona fide ). Rumusan dari Pasal 1338 ayat (3) tersebut mengindikasikan bahwa sebenarnya itikad baik bukan merupakan syarat sahnya suatu kontrak sebagaimana syarat yang terdapat dalam pasal 1320 KUH Perdata. Itikad baik disyaratkan dalam hal “pelaksanaan” dari suatu kontrak, bukan pada “pembuatan suatu kontrak. Sebab, unsur “itikad baik” dalam hal pembuatan suatu kontrak sudah dapat dicakup oleh unsure “kausa yang legal” dari Pasal 1320 tersebut.

e.    Asas Kebiasaan

Suatu perjanjian tidak mengikat hanya untuk hal-hal yang diatur secara tegas saja dalam peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, dan sebagainya, tetapi juga hal yang menjadi kebiasaan hyang diikuti masyarakat umum. Jadi, sesuatu yang menurut sifat persetujuan diharuskan oleh kepatutan. Dengan kata lain, hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan dianggap secara diam-diam dimasukkan dalam persetujuan, meskipun tidak dengan tegas dinyatakan.

f.    Asas Peralihann Resiko

Dalam sistem hukum Indonesia,beralihnya suatu resiko atas kerugian yang timbul merupakan suatu prinsip yang berlaku untuk jenis-jenis perjanjian tertentu  seperti pada persetujuan jual beli, tukar menuar, pinjam pakai, sewa menyewa, pemborongan pekerjaan, dan lain sebagainya, walaupun tidka dicantumkan dalam perjanjian yang bersangkutan. 

g.    Asas Ganti  Kerugian

Penentuan ganti kerugian merupakan tugas para pembuat perjanjian untuk memberikan maknanya serta batasan ganti kerugian tersebut karena prinsip ganti rugi dalam sistem hukum Indonesia mungkin berbeda dengan prinsip ganti rugi sistem hukum asing.

h.    Asas Kepatutann

Prinsip kepatutan ini mengkhendaki bahwa apa saja yang akan dituangkan di dalam naskah suatu perjanjian harus memperhatikan prinsip kepatutan, sebab melalui tolak ukur kelayakan ini hubungan hukum yang ditimbulkan oleh suatu persetujuan itu ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat.

i.    Asas Ketepatan Waktu

Setiap kontrak, bagaimanapun bentuknya, harus memiliki batas waktu berakhirnnya, yanh sekaligus merupakan unsur kepastian pelaksanaan suatu prestasi. Prinsip ini sangatlah pent8ing dalam kontrak-kontrak tertentu, misalnya kontrak-kontrak yang berhubungan dengan proyek konstruksi dan proyek keuangan, di mana setiap kegiatan yang telah disepakati harus diselesaikan tepat waktu.

j.    Asas Keadaann Darurat (forcenmajeure)

Force majeure principle ini merupakan salah satu prinsip yang sangat penting dicantumkan dalam setiap naskah kontrak , baik yang berskala nasional, regional, maupun intrenasional. Hal ini penting untuk mengantisipasi situasi dan kondisi yang meliputi objek kontrak.

No comments :

Post a Comment