Ilmu adalah Pengetahuan tetapi Pengetahuan belum tentu menjadi ilmu

Wednesday, 23 May 2018

PERBEDAAN ANTARA INVESTOR DAN SPEKULAN

No comments

Sebagai institusi keuangan, pasar modal tidak terlepas dari berbagai kelemahan dan kekurangan yang
salah satunya adalah tindakan spekulasi. Para investor selalu memperhatikan perubahan pasar, membuat berbagai analisis dan perhitungan, serta mengambil tindakan spekulasi di dalam pembelian maupun penjualan saham. Aktivitas inilah yang membuat pasar tetap aktif. Tetapi, aktivitas ini tidak selamanya menguntungkan, terutama ketika hal ini menyebabkan depresi besar. 

Dalam pasar modal, dibedakan antara spekulan dengan pelaku bisnis (investor) dari derajat ketidakpastian yang dihadapinya. Untuk itu perlu dilihat dahulu karakter dari masing-masing  investasidan spekulasi: 

a) Investor di pasar modal adalah pihak yang memanfaatkan pasar modal sebagai sarana untuk  berinvestasi di perusahaan-perusahaan yang diyakininya baik dan menguntungkan, bukan untuk tujuan mencari capital gain melalui short selling. Mereka mendasari keputusan investasinya pada informasi yang terpercaya tentang faktor-faktor fundamental ekonomi dan perusahaan itu sendiri melalui kajian yang seksama. Sementara spekulan bertujuan untuk mendapatkan capital gain yang biasanya dilakukan dengan upaya goreng menggoreng saham.

b) Spekulasi sesungguhnya bukan merupakan investasi, meskipun di antara keduanya ada kemiripan. Perbedaan yang sangat mendasar di antara keduanya terletak pada spirit yang menjiwainya, bukan pada bentuknya. Para spekulan membeli sekuritas untuk mendapatkan keuntungan dengan menjualnya kembali secara short term. Sedangkan para investor membeli sekuritas dengan tujuan untuk berpartisipasi secara langsung dalam bisnis yang lazimnya bersifat long term.

c) Spekulasi  adalah kegiatan game of chance sedangkan bisnis adalah game of skill. Seorang dianggap melakukan kegiatan spekulatif apabila ia ditenggarai memiliki motif memanfaatkan ketidakpastian untuk mendapatkan keuntungan jangka pendek. Dengan karakteristik di atas, maka investor yang terjun di pasar perdana dengan motivasi mendapatkan capital gain semata-mata ketika saham dilepas di pasar sekunder, bisa masuk ke dalam golongan spekulan.

d) Spekulasi telah meningkatkan unearned income bagi sekelompok orang dalam masyarakat, tanpa mereka memberikan kontribusi apapun, baik yang bersifat positif maupun produktif. Bahkan, mereka telah mengambil keuntungan di atas biaya masyarakat yang bagaimanapun juga sangat sulit untuk bisa dibenarkan secara ekonomi, sosial, maupun moral.
 
e) Spekulasi merupakan sumber penyebab terjadinya krisis keuangan. Fakta menunjukkan bahwa aktivitas para spekulan inilah yang menimbulkan krisis di Wall Street tahun 1929 yang mengakibatkan depresi yang luar biasa bagi perekonomian dunia di tahun 1930-an. Begitu pula dengan devaluasi poundsterling tahun 1967, maupun krisis mata uang franc di tahun 1969. Ini hanyalah sebagian contoh saja. Bahkan hingga saat ini, otoritas moneter maupun para ahli keuangan selalu disibukkan untuk mengambil langkah-langkah guna mengantisipasi tindakan dan dampak yang mungkin ditimbulkan oleh para spekulan.

f) Spekulasi adalah outcome dari sikap mental ingin cepat kaya. Jika seseorang telah terjebak pada sikap mental ini, maka ia akan berusaha dengan menghalalkan segala macam cara tanpa mempedulikan rambu-rambu agama dan etika.   Oleh karena itu, spekulasi hakekatnya bukan investasi karena berangkat dari mental yang ingin cepat kaya dan untung-untungan. Spekulasi memang menyebabkan peningkatan pendapatan sekelompok masyarakat, tetapi tidak memberikan kontribusi yang produktif dan positif. Selain itu, spekulasi juga dapat menyebabkan krisis keuangan sebagaimana disebutkan di atas (Sholahuddin, 2006: 165).

Di sisi lain, ajaran Islam secara tegas melarang tindakan spekulasi ini, sebab  secara diametral bertentangan dengan nilai-nilai illahiyah dan insaniyyah. Spekulasi dilarang bukan karena ketidakpastian yang ada dihadapannya, melainkan tujuan atau niat  dan cara orang mempergunakan ketidakpastian tersebut. Manakala Ia meninggalkan sense of responsibility dan rule of lawnya untuk memperoleh keuntungan semata dari adanya ketidakpastian, itulah yang dilarang dalam konsep gharar dan maysir dalam Islam. Gharar dan maysir sendiri adalah konsep yang sangat berkaitan dengan mudharat, negative result, atau bahaya (hazard).

Di pasar modal, larangan syariah di atas mesti diimplementasikan dalam bentuk aturan main yang mencegah praktek spekulasi, riba, gharar dan maysir. Salah satunya adalah dengan menetapkan minimum holding period atau jangka waktu memegang saham minimum. Dengan aturan ini, saham tidak bisa diperjualkan setiap saat, sehingga meredam motivasi mencar untung dari pergerakan harga saham semata. 

Masalahnya, berapa lama minimum holding period yang wajar. Pembatasan itu memang meredam spekulasi, akan tetapi juga membuat investasi di pasar modal menjadi tidak likuid. Padahal bukan tidak mungkin seorang investor yang rasional betul-betul membutuhkan likuiditas mendadak.  Sehingga, ia harus mencairkan saham yang dipeganya dan ia terhalang karena belum lewat masa minimum holding periodnya. 

Metwally, seorang pakar ekonomi Islam dan modelling economics mengusulkan minum holding period setidaknya satu pekan. Selain itu Ia juga memandang perlu adanya celling price berdasarkan nilai pasar perusahaan. Lebih lanjut Akram Khan melengkapi, untuk mencegah spekulasi di pasar modal maka jual beli saham harus diikuti dengan serah terima bukti kepemilikan fisik saham yang diperjual belikan. Mengenai kekhawatiran bahwa penjualan saham di tengah masa usaha, akan menimbulkan kemungkinan gharar, seperti halnya jual beli ikan di dalam laut, hal ini dapat diatasi dengan praktek akuntasi modern dan adanya kewajiban disclosure laporan keuangan kepada pemilik
saham. 

Dengan berbagai model penilaian modern saat ini, investor dan pasar modal secara luas akan dapat memiliki pengetahuan tentang nilai sebuah perusahaan. Sehingga, saham-saham dapat diperjual belikan secara wajar dengan harga pasar yang rasional. Dalam hal ini, market value tampaknya lebih mencerminkan nilai yang lebih wajar dibandingkan dengan book value. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa sekuritas-sekuritas dapat diperjual belikan dengan menggunakan mekanisme pasar sebagai penentu harga. Sehingga, capital gain maupun profit sharing dari dividen dapat diperoleh.

Larangan syariah terhadap praktek-prektek spekulasi di atas, harus dimplementasikan dalam bentuk aturan main untuk mencegah praktik spekulasi, riba dan gharar. Bentuk-bentuk aturan tersebut adalah (Huda dan Nasution, 2007: 78): 

a) Menetapkan minimum holding period (jangka waktu memegang saham minimum)  Dengan aturan ini, maka saham tidak bisa diperjualbelikan setiap saat. Sehingga, hal ini dapat meredam motivasi mencari untung dari pergerakan harga saham semata. Masalahnya adalah berapa lama minimum holding period yang masuk akal? Pembatasan ini memang meredam spekulasi, akan tetapi juga membuat pasar modal menjadi tidak luquid. Padahal bukan tidak mungkin seorang investor yang rasional betul-betul membutuhkan luquiditas mendadak. Selanjutnya, ia harus mencairkan saham yang ia pegang, sedangkan ia terhalang belum lewat masa minimum holding periodnya. Menurut Metwally yang diungkapkan oleh Nurul Huda, mengusulkan masa tersebut adalah satu pekan.  

b) Perlu adanya celling price (harga tertinggi) berdasarkan nilai pasar perusahaan.

c) Jual beli saham harus diikuti dengan serah terima bukti fisik kepemilikan saham yang diperjual belikan .

Wallahu a'lam

Sumber :

"Konsep Pasar Modal Syariah".  Oleh :Akhmad Faozan.  Halaman: 16-19. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Purwokerto. afa_ozan@yahoo.com

Daftar Pustaka :

Abdullah, Al-Mushlih dan Shalah Al-Shawi. 2004. Fikih Ekonomi Keungan Islam. Terj. Abu Umar Basyir. Jakarta: Darul Haq.

Az-Zuhaili, Wahbah. tt. Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu.Vol. VII. Damascus: Dar Al Fikr.

Achsin, Iggi H. 2000. Investasi Syariah di Pasar Modal Menggagas Konsep dan Praktek Manajemen  Portofolio Syariah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Baridwan, Anis. 2007. "Kebijakan Pengembangan Pasar Modal Syariah", makalah disampaikan pada  Seminar Strategic Mapping of Islamic System in Indonesia Outlook 2008 dan Launching Jurnal FE UGM Yogyakarta, 17 Desember 2007.

Haroen, Nasrun. 2000. Perdagangan Saham di Bursa Efek Tinjauan Hukum Islam. Jakarta: Yayasan
Kalimah.

Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional. 2006. Diterbitkan oleh Majelis Ulama Indonesia dan Bank  Indonesia.

Huda, Nurul dan Mustafa Edwin Nasution. 2007. Investasi pada pasar Modal Syariah. Jakarta: Kencana  Prenada Group.

Jurnal Ekonomi Syariah, Muamalah, Vol. 4, 17 Januari 2007.

Kasmir. 2004. Bank & Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Lubis, Suhrawardi K. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2004.

Muhammad. 2004. Dasar-Dasar Keuangan Islami. Yogyakarta: Ekonosia.

Rivai, Veithzal dkk, Bank and Financial Institution Management Conventional & Sharia System,   Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Sholahuddin. 2006. Lembaga Ekonomi dan Keuangan Islam, Surakarta: Muhammadiyah University
Press.

Sudarsono, Heri. 2007. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, Yogyakarta:  Ekonosia.

Tim Pelaksana Kajian. 2006. Pasar Keuangan Syariah: Struktur, Instrumen dan Akad, Jakarta:  Direktorat Perbankan Syariah, Bank Indonesia.

Tim Penulis, Ed. Jusmaliani. 2008. Investasi Syariah Implementasi Konsep pada Kenyataan Empirik.  Yogyakarta: Kreasi Wacana.

www.eForexs.com

www.pesantrenvirtual.com

No comments :

Post a Comment