Ilmu adalah Pengetahuan tetapi Pengetahuan belum tentu menjadi ilmu

Tuesday, 6 November 2018

KONSEP JOHN LOCKE DAN MONTESQUIEU DALAM PEMISAHAN KEKUASAAN

No comments


KONSEP JOHN LOCKE

John Locke merupakan ideologist pertama yang bereaksi terhadap absolutisme ketika ia mendukung pembatasan kekuasaan politik raja. Menurut pendapat Locke, alasan mengapa manusia memasuki suatu “social contract” adalah untuk mempertahankan kehidupan, kebebasan dan hak untuk memiliki. Ketiga model dasar itu dipandang sebagai “milik” (property). Milik inilah yang memberikan kepada manusia status politik.

Dalam pandangan Locke, fungsi membuat keputusan (the function of judging) dianggapnya bukan sebagai kekuasaan. Dijelaskan bahwa “ this was not a separate power, but general attribution of the state”. (ini bukan suatu kekuasaan terpisah, tetapi suatu atribusi umum negara. Oleh karena itu, tidak perlu mengidividualisir kekuasaan membuat keputusan (the power of judging).

Dalam pandangan John Locke, kekuasaan eksekutif dan federatif harus berada pada tangan yang sama; supremasi kekuasaan legislatif terhadap kekuasaan yang lain. Pelaksanaan fungsi eksekutif dan yudisial harus dilakukan dalam pelaksanaan undang-undang dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Supremasi kekuasaan legislatif yang dikemukakan oleh Locke tersebut, merupakan akibat dari revolusi Perancis pada tahun 1688, dimana parlemen mencapai supremasinya atas raja.

Masih dalam pandangan Locke, apabila pembuat undang-undang dan pelaksana undang-undang ada satu tangan yang sama, maka dapat membebaskan diri dari undang-undang.

KONSEP MONTESQUIEU

Ahli hukum berkebangsaan Perancis bernama Montesquieu (1689-1755), dalam bukunya De L’Esprit des lois terbit tahun 1748, atas pengaruh pemikiran Locke, mengemukakan teori pemisahan kekuasaan negara dalam tiga kekuasaan :

Pertama, kekuasaan legislatif (la puissance legislative), yang membentuk undang-undang;

Kedua, kekuasaan eksekutif (la puissance executive), yang melaksanakan undang-undang;

Ketiga, kekuasaan yudikatif (la puissance de juger), yang menjalankan kekuasaan kehakiman.

Montesquieu mengikuti pemikiran Locke, menyerahkan berbagai  fungsi negara (the function of making laws), kepada fungsi pembuatan undang-undang fungsi membuat keputusan dan melaksanakan undang-undang (that of judging and that of executing of laws), dan yang terakhir adalah mencakup apa yang oleh Locke disebut kekuasaan eksekutif dan federatif.

Dalam pendekatannya itu, Montesquieu berkesimpulan bahwa untuk menjami kebebasan, ketiga fungsi negara tersebut janganlah berada pada tangan yang sama.

Konsep  Montesquieu, seperti halnya juga konsep Locke, merupakan suatu pemikiran untuk mengimbani kekuasaan absolut melalui pemisahan kekuasaan. Oleh karena itu, pemisahan kekuasaan lebih merupakan dokrin hukum (legal doctrine) dari pada dalil politik (political postulate), dan juga teori pemisahan kekuasaan Montesquieu tidak menentukan siapa yang akan menjalankan kedaulatan, tetapi hanya bagaimana kekuasaan harus diatur  untuk mencapai tujuan tertentu.

Sumber rangkuman : 

Bahan Mata Kuliah Hukum Tata Negara Dipakai Dalam Lingkungan Sendiri, Oleh : Prof. Dr. H. Laode Husen, SH.,MH dan Andi Abidin. R SH.,MH. Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia, Tahun ajaran 2011. 52-59.

Referensi :

Montesquieu, De L’Esprit des Lois, G.True, ed., Paris, 1949, vol. 1, Book XI ch. 4, hlm. 162.

E. Utercht, op. Cit., hlm 3, Koentjoro Poerbopranoto, Sistem Pemerintahan Demokrasi, Bandung, Eresco, 1987, hlm 23.


Wallahu a'lam..

No comments :

Post a Comment