Ilmu adalah Pengetahuan tetapi Pengetahuan belum tentu menjadi ilmu

Sunday 4 November 2018

NEGARA HUKUM KONSEP ANGLO SAXON

No comments


Pemikiran tentang "negara hukum" telah dikemukakan oleh Plato  dalam tulisannya tentang "nomoi".  Kemudian berkembang konsep di Eropa kontinental dengan rechtsstaat, konsep anglo saxon dengan the rule of law dan konsep-konsep lainnya.

Sebelum muncunya paham Anglo Saxon, terlebih dahulu telah muncul paham polizei staat sebagai reaksi terhadap masa ancient regiem , suatu keadaan pemerintahan yang diperintah secara absolut di Eropa. 

Pada masa itu, kekuasaan absolut berlaku di seluruh Eropa, misalnya masa Louis XIV di Perancis terkenal dengan ungkapan "L'etat o'est moi" (negara adalah aku). Kekuasaan absolut tidak hanya berlaku di Perancis, tetapi juga berlaku di negeri Belanda di bawah raja Philip II.

The rule of law merupakan  latar belakang awal munculnya konsep Anglo Saxon, yang kemudian terkenal dengan the rule of law. Dalam konsep Anglo Saxon, ungkapan "The rule of law" pada dasarnya sama maknanya dengan apa yang oleh sistem hukum Eropa Kontinental disebut "rechtsstaat", "concept of legality", atau "etat de droit" yang artinya "the laws which govern and not men".

Sementara itu sistem hukum Anglo Saxon atau the rule of law berkembang secara evolusioner, walaupun perkembangannya juga tidak terlepas dari usaha untuk melepaskan sistem absolutisme.
Dalam sistem Anglo Saxon , kekuasaan raja yang utama adalah mengadili. Peradilan oleh raja kemudian berkembang menjadi suatu sistem peradilan, sehingga hakim-hakim peradilan adalah delegasi dari raja, tetapi bukan melaksanakan kehendak raja. Hakim harus memutuskan perkara berdasarkan kebiasaan umum sebagaimana dilakukan oleh raja sendiri sebelumnya.

Dalam sistem Anglo Saxon, bertambah besarnya peranan peradilan dan para hakim, dan mengarah pada langkah-langkah untuk peradilan yang adil atau tidak memihak dari tindakan yang sewenang-wenang.

Konsep negara hukum Anglo Saxon atau the rule of law,  dapat dipahami dengan mengacu kepada pendekatan Dicey, dalam usahanya membahas the rule of law di Inggris.

Dicey menjelaskan bahwa :

"The absolute supremacy or predominance of regular law as opposed to the influence of the arbitrary power and excludes the existence of arbitrariness of prerogative, or even wide discretionary authority on the part of the government".

(Supremasi absolut atau keunggulan "regular law" untuk menentanag pengaruh dari kekuasaan sewenang-wenang dan meniadakan adanya kesewenang-wenangan prerogatif, ataupun wewenang diskresi yang luas pada pihak pemerintah).

H.W.R Wade, mengidentifikasi lima pilar negara hukum :

1. semua tindakan pemerintah harus menurut hukum;

2. pemerintah harus berprilaku di dalam suattu bingkai yan diakui peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip yang membatasi kekuasaan diskresi;

3. sengketa mengenai keabsahan (legality) tindakan pemerintah akan diputuskan oleh pengadilan yang murni independen dari eksekutif;

4. harus seimbang (even-handed) antara pemerintah dan warganegara; dan 

5. tidak seorangpun dapat dihukum kecuali atas kejahatan yang ditegaskan menurut undang-undang.
Sumber :

Bahan Mata Kuliah Hukum Tata Negara Dipakai Dalam Lingkungan Sendiri, Oleh : Prof. Dr. H. Laode Husen, SH.,MH dan Andi Abidin. R SH.,MH. Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia, Tahun ajaran 2011. 20-26. 

Referensi :

Mohammad Tahir Azhari, Negara  Hukum, Bulan Bintang, Jakarta, 1992, hlm. 73-74.

Allan R. Brewer - Carias,  Judicial Review in Comparative Law, Cambridge University Press, 1989, hlm 36.


No comments :

Post a Comment