Topik rangkuman adalah :
1. Pancasila Pra Kemerdekaan
2. Pancasila Era Kemerdekaan
3. Pancasila Era Orde Lama
4. Pancasila Era Orde Baru
5. Pancasila Era Reformasi
Isi dari masing-masing topik rangkuman sebagai berikut :
A. PANCASILA PRA KEMERDEKAAN
Penemuan kembali Pancasila sebagai jati diri bangsa terjadi pada sidang pertama BPUPKI yang dilaksanakan pada 29 Mei- 1 Juni 1945 didepan sidang BPUPKI, Ir. Soekarno telah mengajukan 5 sila dari dasar Negara, beliau juga menawarkan kemungkinan lain, sekiranya ada yang tidak menyukai bilangan lima, sekaligus juga cara beliau menunjukkan dasar dari segala dasar lima sila tersebut.
Pada awalnya kelahirannya, menurut Onghokham dan Andi Achdian, Pancasila tidak lebih sebagai kontrak sosial. Hal tersebut ditunjukkan oleh sengitnya perdebatan dan negosiasi di tubuh BPUPKI dan PPKI ketika menyepakati dasar negara yang kelak digunakan Indonesia merdeka (Ali, 2009: 17). Inilah perjalanan The Founding Fathers yang begitu teliti mempertimbangkan berbagai kemungkinan dan keadaan agar dapat melahirkan dasar Negara yang dapat diterima semua lapisan masyarakat Indonesia.
B. PANCASILA ERA KEMERDEKAAN
Pada tanggal 6 Agustus 1945 bom atom dijatuhkan di kota Hirosima oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang. Sehari kemudian BPUPKI berganti nama menjadi PPKI menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia.
Untuk merealisasikan tekad tersebut, maka pada tanggal 16 Agustus 1945 terjadi perundingan antara golonggan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks proklamasi yang berlangsung singkat, mulai pukul 02.00-04.00 dini hari.
Isi Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 sesuai dengan semangat yang tertuang dalam Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945. Piagam ini berisi garis-garis pemberontakan melawan imperialisme-kapitalisme dan fasisme serta memuat dasar pembentukan Negara Republik Indonesia.
Awal dekade 1950-an muncul inisiatif dari sejumlah tokoh yang hendak melakukan interpretasi ulang terhadap Pancasila. Saat itu muncul perbedaan perspektif yang dikelompokkan dalam dua kubu. Pertama, beberapa tokoh berusaha menempatkan Pancasila lebih dari sekedar kompromi politik atau kontrak sosial. Mereka memandang Pancasila tidak hanya kompromi politik melainkan sebuah filsafat sosial atau weltanschauung bangsa. Kedua, mereka yang menempatkan Pancasila sebagai kompromi politik. Dasar argumentasinya adalah fakta yang muncul dalam sidang-sidang BPUPKI dan PPKI. Pancasila pada saat itu benar-benar merupakan kompromi politik diantara golongan nasionalis netral agama ( Sidik Djojosukarto dan Sutan takdir Alisyahbana dkk) dan nasionalis Islam (Hamka, Syaifuddin Zuhri sampai Muhammad Natsir dkk) mengenai dasar Negara.
C. PANCASILA ERA ORDE LAMA
Terdapat dua pandangan besar terhadap Dasar Negara yang berpengaruh terhadap munculnya Dekrit Presiden. Dekrit presiden yang disetujui oleh kabinet tanggal 3 Juli 1959 yang kemudian dirumuskan di istana Bogor pada tanggal 4 Juli 1959 pukul 17.00 di depan Istana Merdeka (Anshari, 1980:99-100). Dekrit presiden itu berisi :
1. Pembubaran Konstituante;
2. Undang-Undang Dasar 1945 kembali berlaku; dan
3. Pembentukan Majelis Permusywaratan Rakyat Sementara.
Sosialisasi terhadap paham Pancasila yang konklusif menjadi prelude penting bagi upaya selanjutnya, Pancasila dijadikan ‘ideologi Negara’ yang tampil hegemonik. Ikhtiar tersebut tercapai ketika Ir. Soekarno memberri tafsir Pancasila sebagai satu kesatuan paham dalam dokrin “Manipol/USDEK”.
Namun, terjadi pertentangan dimana Ir. Soekarno persatuan diantara beragam golongan dan ideoloi termasuk komunis, dibawah satu payung besar bernama Pancasila (dokrin Manipol/USDEK), sementara golongan antikomunis mengkonsolidasi diri sebagai kekuatan berpaham Pancasila yang lebih “murni” dengan menyingkirkan paham komunisme yang tidak ber-Tuhan (ateisme) (Ali, 2009:34).
Dengan adanya pertentangan yang sangat kuat ditambah carut marutnya perpolitikan saat itu, maka Ir. Soekarno pun dilengserkan sebaai Presiden Indonesia, melalui sidang MPRS.
D. PANCASILA ERA ORDE BARU
Setelah lengsernya Ir. Soekarno sebagai presiden, selanjutnya Jenderal Soeharto yang memegang kendali terhadap negeri ini. Pada peringatan hari lahirnya Pancasila, 1 Juni 1967 Presiden Soeharto mengatakan : “Pancasila makin banyak mengalami ujian zaman dan makin bulat tekad kita mempertahankan Pancasila”. Selain itu, Presiden Soeharto juga mengatakan, “Pancasila sama sekali bukan sekedar semboyan untuk dikumandangkan, Pancasila bukan dasar falsafah Negara yang sekedar dikeramatkan dalam naskah UUD, melainkan Pancasila harus diamalkan” ( Setiardja, 1994:5).Selanjutnya pada tahun 1968 Presiden Soeharti mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 1968 yang menjadi panduan dalam mengucapkan Pancasila sebagai dasar Negara, yaitu :
Satu : Ke-Tuhan-nan Yang Maha Esa
Dua : Kemanusiaan yang adil dan beradab
Tiga : Persatuan Indonesia
Empat : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
Lima : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Adapun nilai dan norma-norma yang terkandung dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) berdasarkan ketetapan tersebut meliputi 36 butir yaitu :
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
a. Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
b. Hormat-menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga terbina kerukunan hidup.
c. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadat sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
d. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
2. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab
a. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.
b. Seling mencintai sesama manusia.
c. Mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepo seliro.
d. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
e. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
f. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
g. Berani membela kebenaran dan keadilan.
h. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.
3. Sila Persatuan Indonesia
a. Menetapkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.
b. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara.
c. Cinta tanah air dan bangsa.
d. Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia.
e. Mengajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
a. Mengutamakan kepentingan Negara dan masyarakat.
b. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
c. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
d. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluluargaan.
e. Dengan itikad baik dan rasa tangung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
f. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
g. Keputusan yang diambil harus dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
5. Sila Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia
a. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan.
b. Bersikap adil.
c. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
d. Menghormati hak-hak orang lain.
e. Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
f. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
g. Tidak bersifat boros.
h. Tidak bergaya hidup mewah.
i. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
j. Suka bekerja keras.
k. Menghargai hasil karya orang lain.
l. Bersama-sama mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
E. PANCASILA ERA REFORMASI
Pancasila yang seharusnya sebagai nilai, dasar moral etik bagi Ngara dan aparat pelaksana Negara dalam kenyataannya digunakan sebagai alat legitimasi politik. Saat Orde Baru tumbang, muncul fobia terhadap Pancasila. Dengan seolah-olah dikesampingkan Pancasila pada Era Reformasi ini, pada awalnya memang tidak nampak suatu dampak negatif yang berarti, namun semakin hari dampaknya makin terasa dan berdampak sangat fatal kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.Dalam kehidupan sosial, masyarakat kehilangan kendali atas dirinya, akibatnya terjadi konflik-konflik horisontal dan vertikal secara masif dan pada akhirnya melemahkan sendi-sendi persatuan dan kesatuang bangsa dan Negara Indonesia.
Dalam budaya, kesadaran masyarakat atas keluhuran budaya bangsa Indonesia mulai luntur yang pada akhirnya terjadi disoreantasi kepribadian bangsa yang diikuti dengan rusaknya moral generasi muda.
Dalam bidang ekonomi, terjadi ketimpangan-ketimpangan di berbagai sektor diperparah lagi dengan cengkeraman modal asing dalam perekonomian Indonesia. Dalam bidang politik, terjadi disorentasi politik kebangsaan, seluruh aktivitas politik seolah-olah hanya tertuju pada kepentingan kelompok dan golongan.
Semakin memudarnya Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara membuat khawatir berbagai lapisan elemen masyarakat. Oleh sebab itu, sekitar tahun 2004 Azyumandi Azra menggagas perlunya rejuvenasi Pancasila sebagai faktor integratif dan salah satu fundamental identitas nasional.
Makna penting dari kajian historis Pancasila ini ialah untuk menjaga eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena itu seluruh komponen bangsa harus secara imperatif kategoris menghayati dan melaksanakan Pancasila baik sebagai dasar Negara maupun sebagai Pandangan hidup bangsa, dengan berpedoman kepada nilai-nilai Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dan secara konsisten menaati ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal UUD 1945.
Sumber bacaan/rangkuman buku :
PENDIDIKAN PANCASILA untuk Perguruan Tinggi. Pengantar : Yudi Latif, Ph.D. Oleh : Satrio Wahono, M.Hum, dkk. Universitas Haluoleo Kendari. Halaman : 31- 56.
Sumber gambar:
freepik.com
Wallahu a'lam..
No comments :
Post a Comment