Ilmu adalah Pengetahuan tetapi Pengetahuan belum tentu menjadi ilmu

Friday, 10 June 2016

CONTOH MAKALAH FILSAFAT HUKUM TENTANG APA SEBAB NEGARA BERHAK MENGHUKUM ORANG

No comments


BAB I
PENDAHULUAN 
 


A.     LATAR BELAKANG

    Negara sebenarnya merupakan organisasi pokok dari masyarakat  yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubngan-hubungan manusia dalam msyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat. Manusia hidup dalam suasan kerjasama sebagaio organisasi yang dalam sesuatu wilayah dimana dapat dipaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya  dan dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu. Kekuasaan negara mempunyai organisasi yang paling kuat dan teratur, sehingga dapat mengorganisir dan mengendalikan kegiatan kemasyarakatan. 

    Telah kita ketahui bahwa Negara kita, Indonesia adalah Negara hukum. Maka hukum disini bertujuan untuk memberikan perlidungan terhadap masyarakat sebagaiman dikatakan dimana ada masyarakat disitulah ada hukum. Dalam menyelesaikan permasalahan hukum perlu ditunjang dengan menggunakan filsafat hukum. Filsafat hukum ini merupakan suatu perenungan atau pemikiran secara ketat yang secara mendalam tentang pertimbangan nilai-nilai dibalik gejala-gejala hukum sebagaimana dapat diamati oleh panca indera manusioa mengenai perbuatan-perbuatan manusioa dan kebiasaan – kebiasaan manusia. Filsafat hukum sangat menentukan kaitannya dengan produk hukum. Hukum yang dapat ditaati oleh masyarakat dapat ditelaah bahwa hukum tersebut ditaati karena dibuat oleh pejabat yang berwenang atau kesadaran masyarakat atas dasar nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

    Berkenaan dengan itu dalam kehidupan masyarakat banyak persoalan-persoalan pokok filsafat hukum yang bermunculan persmasalahan – permasalahan yang dianggap penting pada kajian filsafat hukum yang dimana tersu bertamabah dan bervariasi seiring berjalannya waktu. Untuk itulah, peran negara yang dimana negara kita, Indonesia sebagai negara hukum harus lebih berperan dalam menyelesaikan dan menuntaskan permasalahan - permasalahan yang ada. Negara disini harusnya bersikap tegas dan mengarah dalam menyelesaikan permasalahan tersebut bahkan Negara telah berhak untuk menghukum siapapun yang bersalah tanpa pandang bulu dengan memberikannya sanksi. Untuk itulah kami menyusun makalah ini dengan judul “Apakah sebabnya Negara berhak menghukum seseorang ?”. Ini merupakan pertanyaan yang timbul sekaligus menjadi judul dalam pembahasan makalah ini.

           
B.     RUMUSAN MASALAH

1.    Apa sajakah teori-teori penunjang tentang sebab Negara berhak untuk menghukum seseorang ?

2.    Bagaimana dasar mengikatnya hukum sehingga Negara dapat menghukum seseorang ?


C.     TUJUAN

1.    Untuk mengetahui  teori-teori penunjang tentang sebab Negara berhak untuk menghukum seseorang

2.    Untuk mengetahui dasar mengikatnya hukum sehingga Negara dapat menghukum seseorang


 
BAB II
PEMBAHASAN
 

 A.    Pengantar Filsafat dan Filsafat Hukum

    Filsafat merupakan suatu pendasaran diri dan renungan diri mendalam yang merefleksikan terutama tentang segala yang ada. Sehingga menemukan hakikat yang sebenarnya, bukan untuk mencari perpecahan dari suatu cang ilmu tetapi memunculkan kebenaran dari suatu pertentangang sudut pandang. Sesungguhnya manusia akan melihat dari kenyataan empiris sebagai bekal mengkaji lebih mendalam, memberikan makna filosofi dengan mengetahui hakikat kebenaran yang hakiki. 

Kebenaran dapat pula diperoleh melalui jalur filsafat karena eksistensi filsafat merupakan suatu upaya memberdayakan akal pikiran, menganalisis sesuatu secara mendalam berdasarkan metode-metode tertentu dan sitematis dan terorganisir serta dali-dalil ilmiah yang dapat memberikan kebenaran ilmiah.

    Filsafat hukum mempersoalkan tentang hal-hal yang bersifat dasar dari hukum terutama mengenai hakikat hukum atau intisari daripada hukum yang sedalam-dalamnya serta dasr-dasar kekuatan yang mengikat dari hukum. Filsafat hukum ingin lebih mendalami hakikat dari hukum berarti bahwa filsafat hukum ingin memahami hukum sebagai penampilan atau manifestasi dari suatu yang melandasinya. 

Filsafat hukum sangat menentukan dengan kaitannya dengan pembentukan produk baru, setidaknya kita sadar bahwa hukum dibentuk karena pertimbangan keadilan (gerechtigkeit) disamping sebagai kepastian hukum (rechtssicherheit) dan kemanfaatan (zweckmassgkeit), oleh karena itu Negara berhak menghukum atas dasar keamanan dan tujuan Negara. Masalah dalam filsafat hukum yaitu terdapat problematika /permasalahan dan pertanyaan apakah sebabnya Negara berhak menghukum seseorang ?.


 B.    Teori-Teori tentang Sebab Negara Berhak untuk Menghukum Seseorang

    Membahas tentang jawaban atas pertanyaan, apakah sebabnya Negara berhak menghukum seseorang ?. terdapat beberapa teori yang memaparkan penjelasan, diataranya :

 1.   Teori Kedaulatan Tuhan 

Teori ini dikenal pada abad 19, penganutnya diantaranya Friedrich Julius Stahl menyatakan bahwa “Negara adalah badan yang mewakili Tuhan di dunia yang memiliki kekuasaan penuh untuk menyelenggarakan ketertiban hukum di dunia. Para pelanggar ketertiban itu perlu memperoleh hukuman agar ketertiban hukum tetap terjamin.” 

Orang dapat dihukum karena dia dapat dihukum karena dia dapat merusak dan membahayakan serta meruntuhkan sendi-sendi kehidupan masyarakat. Negara ini mewujudkan ketertiban hukum di dunia sehingga berhak menghukum bagi pelanggar hukum. 

 2.    Teori Perjanjian Masyarakat

Teori ini mencoba menjawab pertanyaan tersebut dengan mengemukakan :

-     Otoritas negara yang bersifat monopoli itu pada kehendak manusia itu sendiri yang menghendaki adanya kedamaian dan ketentraman di masyarakat. Orang dapat dihukum karena mempunyai otoritas Negara yang bersifat monopoli pada kehendak masyarakat itu yang melanggar kedamaian seta ketentraman dalam masyarakat.

-    Mereka berjanji akan menaati segala ketentuan yang dibuat Negara dan di lain pihak bersedia pula untuk memperoleh hukuman jika dipandang tingkah lakunya akan berakibat terganggunya ketertiban dalam masyarakat. Mereka telah memberikan kuasa kepada Negara untuk membentuk peraturan menghukum seseorang yang melanggar ketertiban dan kedamaian. Sebagai konsekuensinya maka rakyat berjanji untuk menaati dan bersedia menerima hukuman tersebut apabila melanggar.

 3.    Teori Kedaulatan Negara 

Penganut –penganut teori kedaulatan Negara mengemukakan pendirian yang lebih keras karena negaralah yang berdaulat maka hanya Negara itu sendiri yang bergerak menghukum seseorang yang mencoba mengganggu ketertiban dalam masyarakat. Negaralah yang menciptakan hukum, jadi segala sesuatu harus tunduk pada Negara. Negara disini dianggap sebagai suatu keutuhan yang menciptakan peraturan-peraturan hukum. Jadi, adanya hukum itu karena adanya Negara, dan tidak ada satu hukum pun yang berlaku jika tidak dikehendaki oleh Negara. 

Hak Negara menjatuhkan hukuman didasari pemikiran bahwa Negara memiliki tugas berat yaitu berusaha mewujudkan segala tujuan yang menjadi cita-cita dan keinginan seluruh warganya dengan jalan memberikan hukuman pada pelaku kejahatan (offender). Orang dapat dihukum karena negaralah yang berdaulat sehingga hanya Negara itu sendiri yang berhak menghukum seseorang yang melanggar ketertiban dalam masyarakat.

 Negara dianggap sebagai sesuatu yang menciptakan peraturan-praturan hukum. Hanya Negara yang berdaulat dan berkuasa untuk membentuk hukum. Adanya dan berlakunya hukum karena dikehendakinya Negara sehingga Negara berhak memberi hukuman. 

Dalam kaitan hukuman, hukum ciptaan Negara itu adalah hukum pidana.Hukum ciptaan Negara berupa hukum pidana, dengan 3 teori :

-    Teori klasik (beccaria) untuk melindungi individu dari kesewenang-wenangan penguasa;

-    Teori modern untuk melindungi masyarakat dari kejahatan; 

-    Teori jalan tengah untuk melidungi dari tindakan sewenang-wenangan penguasa dan melidungi masyarakat.

Walaupun terdapat berbagai teori seperti tersebut di atas, sesungguhnya hak Negara yanitu untuk menghukum seseorang didasari oleh pemikiran bahwa Negara memiliki tugas berat yaitu berusaha mewujudkan segala tujuan yang menjadi cita-cita dan keinginan seluruh warganya. Usaha-usaha yang berupa hambatan-hambatan , penyimpangan-penyimpangan terhadap perwujudan tujuan tadi patut dicegah dengan memberikan hukumam kepada pelakunya. Hanya dengan cara demikian Negara dapat melaksanakan tujuannya sebagaimana mestinya. 

Setelah itu, ada pula dikenal dengan teori pembenaran hukum negara yaitu teori pembenaran hukum daripada negara atau teori penghalalan tindakan penguasa atau Rechtsvaardiging theorieen yang membahas tentang dasar-dasar negara yang dijadikan alasan-alasan sehingga tindakan penguasa / negara dapat dibenarkan. Secara nyata bahwa negara memiliki kekuasaan, adapun teorinya yaitu :

1. Teori negara dari sudut Ketuhanan

Teori ini beranggapan tindakan penguasa / negara itu selalu benar sebab didasarkan negara itu diciptakan oleh Tuhan. Tuhan menciptakan negara ada secara langsung yaitu penguasa itu berkuasa karena menerima wahyu dari Allah dan Tuhan menciptakan negara secara tidak langsung yaitu penguasa berhak karena kodrat Tuhan (Azhari 1983:15). 

Akan tepai bagaimana pun juga semua kekuasaan itu pada hakikatnya adalah terjadi karena kehendak dari kekuasaan Tuhan. Penadanya peperangan, penyerbuan, dan penaklukkandi antar pihak, semua itu ditentukan oleh kenyataan bahwa harus terjadi karena kehendak Tuhan. 
   
2. Pembenaran negara dari sudut kekuatan

Siapa yang berkemampuan memiliki kekuatan maka mereka akan mendapat kekuasaan dan memegang tampuk pemerintahan. Kekuatan itu meliputi kekuatan jasmani, kekuatan rohani, kekuatan materi maupun kekuatan politik.

Menurut teori evolusi Charles Darwin bahwa kehidupan semesta ini diliputi oleh serba perjuangan untuk mempertahankan masing-masing. Yang kuat akan menindas yang lemah, maka semuanya berusaha untuk menjadi kuat dan unggul dalam perjuangan. Setiap perjuangan harus senantiasa berusaha menambah kekuatan dan kemampuannya agar tetap berkuasa. 

Dalam keadaan itulah terjadi evolusi , terjadi proses perubahan dan pertumbuhan yang terus –menerus yang dibawakan oleh penyesuaian diri pada kondisi perjuangan hidup. Tokoh lain yang menyatakan bahwa Negara itu timbul dari penyerbuan dan penaklukan adalah Franz Oppenheimer seperti dikemukakan dalam bukunya “DerStaat”, menurutnya Negara adalah suatu susunan masyarakat yang oleh golongan yang menang dipaksakan kepada golongan yang ditaklukkan dengan maksud untuk mengatur kekuatan kekuasaan golongan yang satu atas golongan yang lain dan melindungi terhadap ancaman pihak lain.  

3. Pembenaran negara dari sudut hukum

Dalam teori ini bahwa tindakan negara pemerintah itu dibenarkan didasarkan kepada hukum. Terdiri lagi atas :

1. Teori Hukum Keluarga (Patriarchal)

Teori ini berdasarkan hukum keluarga , zaman dahulu ketika masyarakat masih sangat sederhana dan pada waktu Negara belum ada, masyarakat itu hidup dalam kesatuan-kesatuan keluarga besar yang dipimpin oleh seorang kepala keluarga. 

Tentunya yang diangkat sebagai kepala keluarga adalah orang yang kuat yang berjasa, dan bijaksana dalam sikap bagi keluarganya. Dalam bahasa asing seorang kepala keluarga itu merupakan primus interparis artinya seorang yang pertama diantara yang sama karena sifat-sifatnya yang lebih itu, maka ia menjadi orang yang dipuja-puja.

 Kejadian-kejadian yang terjadi dalam lingkup masyarakat menjadikan masyarakat semakin besar daripada kesatuan-kesatuan keluarga disebabkan karena penaklukan yang dilakukan oleh kepala keluarga yang lainnya. Kejadian ini menyebakan keluarga itu menjadi lebih besar daripada semula akan tetapi kedudukan kepala keluarga itu sendiri menajdi kuat dan disebut sebaga raja yang berkuasa.

2. Teori Hukum Kebendaan (Patriminila)

Teori ini berarti hak milik, oleh karena itu raja mempunyai hakmiliki terhadap darahnya maka semua penduduk di daeahnya itu harus tunduk kepadanya. Contoh dari Negara pada abad pertengahan dimana hak untuk memerintah dan menguasai timbul dari pada pemberian tanah. Dalam keadaan perang sudah menjadi kebiasaan bahwa raja-raja menerima bantuan dari kaum bangsawan untuk mempertahankan negaranya dari serangan-serangan musuh dari luar. 

Jika perang telah berakhir dengan kemenangan si raja, maka sebagai tanda jasa para bangasawan yang ikut membela dan membantunya mendapat sebidang tanah sebagai hadiah. Dari pemberiannya itu kepada para bangsawan maka berpindah semua hak atas tanah itu kepada para bangsawan sehingga para bangsawan mendapatkan hak untuk memerintah (overheidsrechten) terhadap semua yang ada di atas tanah itu.  

3. Teori Perjanjian 

Dikemukakan oleh Thomas Hobbes, John Locke, Jean Jacque Rousseau. Ketiganya hendak mengembalikan kekuasaan raja dalam status naturalis kepada status civil melalui perjanjian masyarakatnya yang memindahkan manusia dalam status naturalis ke arah status civilis. Dari perjanjian masyarakat itu berate tiap-tiap orang melepaskan dan menyerahkan semua haknya kepada kesatuannya yaitu masyarakat. Jadi sebagaia akibat diselenggarakannya perjanjian masyarakat ialah :

-    Terciptanya kemauan umum (volonte generale) yaitu kesatuan daripada kemauan orang-orang yang telah menyelenggarakan perjanjian masyarakat tadi, inilah yang merupakan kekuasaan tertinggi yaitu kedaulatan.

-    Terbentuknya masyarakat atau gemeinschaft yaitu kesatuan daripada orang-orang yang menyelenggarakan perjanjian masyarakat tadi. Masyarakat inilah yang memilki kemauan umum yaitu suatau kekuasaan tertinggi atau kedaulatan yang tidak dapat dilepaskan. Oleh karena itu kekuasaan yang tertinggi tadi, atau kedaulatan disebut kedaulatan rakyat.

Jadi dengan perjanjian masyarakat telah diciptakan negara, ini berarti telah terjadi dari suatu peralihan dari keadaan alam bebas ke keadaan bernegara. Karena peralihan ini naluri manusia telah diganti dengan keadilan atau tindakan yang mengandung kesusilaan, dan gati sebagaibkemerdekaan alamiah serta  kebebasan tanpa batas atau  kebebasan alamiah. Mereka kini telah mendapatkan kemerdekaan yang dibatasi oleh kemampuan umum yang dimiliki oleh masyarakat sebagai kekuasaan tertinggi.

4. Pembenaran negara dari sudut lainnya

`    Teori ethis/teori Etika

Menurut teori ini maka negara itu ada karena suatu keharusan susila, ada 3 pendapat yaitu :

a.Pendapat Plato dan Aristoteles

Mereka mengatakan bahwa manusia tidak akan ada arti bila manusia itu belum bernegara. Negara merupakan hal yang mutlak, tanpa negara maka tidak ada manusia, dengan demikian segala tindakan negara dibenarkan.

b.Pendapat Immanuel Kant

Beliau berpendapat bahwa tanpa adanya negara, manusia itu tidak dapat tunduk pada hukum-hukum yang dikeluarkan. Menurut Knat, negara adalah ikatan-ikatan manusia yang tunduk pada hukum akibatnya negara tadi dibenarkan.

c. Pendapat Wolf

Beliau berpendapat bahwa keharusan membentuk negara merupakan keharusan moral yang tertinggi. Pendapat ini sukar diterangkan secara ilmiah karena teorinya berpangkal pada filsafat.

*Teori Absolut dari Hegel

Menurut Hegel maka manusia itu tujuannya untuk kembali pada cita-cita yang absolut dan penjelmaan daripada cita-cita yang absolut dari manusia itu adalah negara. Tindakan dari negara itu dibenarkan karena negara yang dicita-citakan oleh manusia - manusia itu tadi.

*Teori Psychologis 

Teori ini mengatakan bahwa  alasan pembenaran negarab itu adalah berdasarkan pada unsur psychologis manusia, misalnya dikarenakan rasa takut, rasa kasih sayang dan lain-lainnya, dengan demikian tindakan negara tadi dibenarkan (Padmo Wahjono).

C.    Dasar Mengikatnya Hukum sehingga Negara dapat / berhak Menghukum Seseorang

Menurut G.S. Diponolo menulis dalam bukunya Ilmu Negara, jilid 1 “ pada hemat kita negara itu adalah suatu organisasi kekuasaan yang berdaulat yang dengan tata pemerintahan melaksanakan tata tertib atas suatu umat di suatu daerah tertentu. Bagaimana bentuk dan coraknya , negara selalu merupakan organisasi kekuasaan. Organisasi kekuasaan ini selalu mempunyai tata pemerintahan. Dan tata pemerintahn ini selalu melaksanakan tata tertib atas suatu umat di daerah tetentu.”

    Tujuan negara sangat penting untuk dipelajari karena berkat tujuan negara, organ atau badan kenegaraan itu dibentuk. Namun akibat dan tujuan negara bermacam-macam , tergantung pada tempat, dan sifat kekuasaan penguasa, maka sulit dirumuskan dalam suatu pengertian yang jeas dan berlaku umum. Negara itu dibentuk untuk mencapai tujuan tetentu, tujuan negara itu hanya akan tercapai jika fungsi negara dapat terlaksana. Dengan kata lain, pelaksanaan fungsi -fungsi itulah neagra berusaha mencapai tujuannya. Oleh karena itu, antara tujuan dan fungsi merupakan 2 hal yang sangat erat hubungannya yang patut dibicarakan. 

    Tujuan negara untuk tiap negara pada umumnya adapat diketahui dari Undang-Undang dasar atau konstitusinya. Di negara Indonesia, tujuan negara terdapat pada Undang-Undang Dasar 1945 pada pembukaan alinea 4 :

1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;

2. Memajukan kesejahteraan umum;

3. Mencerdaskan kehidupan bangsa;

4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia, berdasarkan kemerdekaan , perdamaian abadi dan keadilan sosial yang semuanya berlandaskan pada Pancasila.       
   
Sedangkan fungsi mutlak secara umum dari Negara yaitu :

a.    Melaksanakan penertiabn (law and order) untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan-bentrokan dalam masyarakat, maka negara harus melaksanakan penertiban. Dapat dikatakan bahwa Negara bertindak sebagai stabilisator.

b.    Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Dewasa ini fungsi ini merupakan sangat penting atau berperan terutama bagi Negara – Negara baru. Pandangan ini di Indonesia tercermin dalam upaya atau usaha pemerintah untuk membangun melalui suatu rentetan realita.
c.    Pertahanan dalam hal ini diperlukan untuk menjaga kemungkinan serangan dari luar, untuk itu Negara dilengkapi oleh alat - alat pertahanan.

d.    Menegakkan keadilan, dalam hal ini dilaksanakan melalui badan badan pengadilan.

Adapun menurut Charles E. Merriam menyebutkan 5 fungsi Negara yaitu :

•    Keamanan ektern
•    Ketertiban intern
•    Keadilan
•    Kesejahteraan umum
•    Kebebasan

    Keseluruhan fungsi Negara di atas diselenggarakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara bersama. Adapun hubungan antara Negara sebagai dasar mengikatnya hukum bagi Negara yang dapat menghukum seseorang terkait dengan wewenang Negara untuk menghukum warganya yang melanggar hukum, yang dapat mengakibatkan goncangan, bahaya dalam masyarakat, serta meruntuhkan sendi-sendi kehidupan masyarakat. 

Membahas tentang dasar kekuatan mengikat dari hukum sebabnya Negara berhak menghukum seseorang , disini Negara memiliki tugas berat yaitu mewujudkan cita-cita bangsa sehingga Negara akan member hukuman pada siapapun yang menghambat usaha mencapai cita-cita tadi. Karena Negara yang memiliki kedaulatan, maka hanya Negara itu sendiri yang berhak menghukum seseorang yang mencoba mengganggu ketertiban dalam masyarakat . 

Negara yang menciptakan hukum jadi segala sesuatu harus tunduk pada negara. Adanya hukum karena adanya Negara , hukum sendiri sebenarnya juga kekuasaan. Dalam kaitannya Van Aveldoorn membagi :
-    Hukum objektif – kekuasaan yang bersifat mengatur
-    Hukum subjektif – kekuasaan yang diatur oleh hukum objektif

Hukum merupakan salah satu sumber kekuasaan dan merupakan pembatas kekuasaan guna menghindari penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).

    Dalam hubungan ini tersimpul kekuasaan untuk dipergunakan oleh Negara yang berarti bahwa setiap orang dialrang untuk mengambil tindakan sendiri dalam menyelesaikan tindak pidana . Hak Negara dalam arti objektif yaitu sejumlah peraturan yang mengandung larangan –larangan atau keharusan-keharusan dimana terhadap pelanggarnya diancam dengan hukuman. Sedangkan Hak-hak Negara untuk menghukum seseorang dalam arti subjektif (Ius Poeniendi) yaitu sejumlah aturan yang mengatur hak Negara untuk menghukum seseorang yang melakukan perbuatan yang dilarang. Hak untuk menghukum sendiri terdiri atas :

-    Hak untuk mengancam perbuatan dengan hukuman. Hak ini terutama terletak pada Negara.
-    Hak untuk menjatuhkan hukuman, yang juga diletakkan pada alat-alat kelengkapan Negara.
-    Hak untuk melaksanakan hukuman, yang juga diletakkan pada alatalat kelengkapan Negara

    Hubungan antara ius poenali dan ius poniendi yaitu ius poniendi adah hak Negara untuk menghukum yang berstandar pada ius poenale sehingga hak untuk menghukum itu baru timbul setelah di dalam ius poenale ditentukan perbuatan yang dapat dihukum. Jelaslah dengan ini bahwa Negara tidak dapat menggunakan haknya itu dengan sewenang-wenang karena dibatasi oleh ius poenale. 

    Berdasarkan uraian diatas maka jelas bahwa hak Negara untuk memidanakan atau menjatuhkan hukuman haruslah berdasarkan hukum pidana materiil dan adanya hukum pidana formil adalah memungkinkan berlakunya hukum pidana secara benar dan tidak sewenang-wenang. Negara berdasarkan rule of law tidak boleh hanya memiliki KUHAP yang menjamin hak-hak asasi manusia belaka namun harus juga mempunyai KUHP yang tidak boleh bertentangan dengan prinsip rule of law (prinsip asas Negara hukum).


 
BAB III
PENUTUP



A. KESIMPULAN

Negara memiliki tugas yang sangat penting dan berat yanitu mewujudkan cita-cita bangsa sehingga Negara akan member hukuman kepada siapapun yang menghambat usaha men    ciptakan cita-cita tadi dalam usaha menjawab dasar mengikat sesuatu hukum tersirat juga ulasan wewenang Negara untuk menghukum warganya terutama atas segala perbuatan yang dapat menggoncangkan dan membahayakan dan meruntuhkan sendi-sendi kehidupan masyarakat.

    Sebab Negara memiliki wewenang yaitu berhak menghukum seseorang bahwa dalam usaha menjawab dasar mengikat sesuatu hukum tersirat juga ulasan wewenang Negara untuk menghukum warganya terutama atas segala perbuatannya yang dapat menggoncangkan dan membahayakan dan meruntuhkan sendi-sendi kehidupan masyarakat.

B.SARAN

    Permasalah filsafat hukum khususnya mengenai wewenang Negara yang berhak menghukum seseorang, Permasalahan ini mengenai Negara berdasarkan hukum yang mengkaji berhaknya Negara untuk menghukum seseorang yang diharapkan untuk adanya pembahasan yang lebih mendetail dan lebih mendalam sehingga dapat mendapatkan solusi yang sebenarnya dan menjadi pembelajaran khususnya yang masyarakat yang berkecimpun di bidang hukum seperti mahasiswa. 

 
DAFTAR PUSTAKA
 


Budiardjo, Miriam. 1977. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT Gramedia

Busroh, Abu Daud. 2009. Ilmu Negara. Jakrta : Bumi Aksara

Darmodiharjo, Darji dan Shidarta. 2006. Pokok-Pokok Filsafat Hukum Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Latif, Abdul dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Negara. Makassar : PHK (Program Hibah Kompetensi) A-2

Rasjidi, Lili dan Liza Sonia Rasjidi. 2012. Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum. Bandung : PT Citra Aditya Bakti

Kuliahhukumonline.blogspot.co.id

Mfile.narotama.ac.id

Nury-sulistia.blogspot.co.id

Lanlanrisdiana.blogspot.co.id




No comments :

Post a Comment