Sebelum kita mulai membicarakan hak-hak kebendaan itu satu persatu sacara lebih mendalam, baiknya kita tinjau lebih dahulu asas-asas umum dari hukum benda.
Adapun asas-asas umum dari hukum benda yaitu :
1. Merupakan hukum pemaksa artinya berlakunya aturan-aturan itu tidak dapat disimpani oleh para pihak, sebagimana telah kita ketahui atas suatu benda itu hanya dapat diadakan hak kebendaan sebagaimana yang telah disebutkan dalam undang-undang.
Hak-hak kebendaan tidak akan memberikan wewenang yang lain daripada apa yang sudah dtentukan dalam undang-undang. Dengan lain perkataan hendak para pihak itu tidak dapat mempengaruhi isi hak kebendaan. Hukum benda adalah dwingendrecht (Hukum pemaksa)
2. Dapat dipindahkan
Kecuali isinya oleh undang-undang juga ditentukan sifat-sifatnya hak kebendaan. Kecuali hak pakai dan mendiami semua hak kebendaan dapat dipindah tangankan. Yang berhak itu tidak dapat menentukan bahwa : tidak dapat dipindah-tangankan.
Berlainan dengan pada tagihan, disini para pihak dapat menentukan bahwa: tidak dapat dipindah-tangankan.
Namun yang berhak juga dapat menyanggupi akan tidak mempermainkan (vervreemden) barannya. Tetapi berlakunya itu dibatasi denan kesusilaan. Ini terdapat jika barang itu dikeluarkan dari lalu lintas lebih lama daripada waktu yang diperbolehkan untuk kepentingan masyarakat.
3. Asas Individualileit
Objek dari hak kebendaan selalu ada barang yang individual bepaald, yaitu suatu barang yang dapat ditentukan. Artinya orang hanya dapat sebagai pemilik dari barang yang berwujud yang merupakan kesatuan : rumah, meubel, hewan. Tidak dapat atas barang yang ditentukan menurut jenis dan jumlahnya.
4. Asas Totaliteit
Hak kebendaan selalu terletak atas keseluruhan objectnya (500, 588, 606 dan sebagainya). Siapa yang mempunyai zakelijkrecht atas suatu zaak ia mempunyai zakelijkrecht itu atas keseluruhan zaak itu, jadi juga atas bagian-bagiannya yang tidak tersendiri.
Atas bagian yang tidak tersendiri baru dapat diadakan zakelijkrecht, sesudah bagian itu menjadi zaak yang berdiri sendiri misalnya agar pembeli dapat memperoleh hak milik dari suatu panenan maka penjual harus sudah menunai padinya.
Konsekuensi lain : jika suatu zaak sudah terlebur dalam zaak lain, maka zakelijkrecht atas zaak yang pertama tadi lenyap. Pemilik batu yang sudah dijadikan dinding rumha hilang hak milik atas batu itu, sebab batu itu tidak lagi zaak tersendiri. Konsekuensi ini dalam beberapa hal :
a. Pasal 607 KUHPerdata : adanya milik bersama atas barang yang baru.
b. Pasal 602 KUH Perdata: lenyapnya zaak itu oleh karena usaha pemilik zaak itu sendiri yaitu terleburnya zaak tadi dalam zaak lain. Lihat pasal 606, 608 KUHPerdata (secara kwade trouw).
c. Pasal 714, 725, 1567 KUHPerdata: pada waktu terleburnya zaak sudah ada perhubungan hukuman antara kedua eigenaar yang bersangkutan.
5. Asas tak dapat dipisahkan (Onsplitsbaarheid)
Yang berhak tak dapat memindahtangankan sebagian dari pada wewenang yang termasuk suatu hak kebendaan yang ada padanya, misalnya pemilik.
Pemisahan daripada zakelijkrechten itu tidak diperkenankan. Tetapi pemilik dapat membebani hak miliknya dengan iuran in realine. Ini kelihatannya seperti melepaskan sebagian dari wewenangnya. Tetapi itu hanya kelihatannya saja. Hak miliknya tetap utuh.
6. Asas Prioriteit
Semua hak kebendaan memberi wewenang yang sejenis dengan wewenang-wewenang dari eigendom, sekalipun luasnya berbeda-beda. Ius in realiena meletak sebagai beban atas eigendom. Sifat ini membawa serta bahwa iuran in realiena didahulukan (674,711,720,756,1150) KUHPerdata.
Tetapi bagaimana jika antara iura in realiena yang satu dengan yang lain, mana yang harus didahulukan? Maka disini urutannya menurut lebih dulunya diadakan.
Misalnya :
Atas sebuah rumah dibebani hipotik kemudian diberikan dengan hak memungut hasil, maka disini orang yang mempunyai hasil memungut hasil rumah itu yang haknya itu baru timbul kemudian setelah adanya hipotik atas rumah itu harus mengalah dan hipotik houder dapat memperlakukan barangnya itu sebagai hak milik yang tak dibebani apa-apa.
Asas ini tidak dikatakan dengan tegas, tetapi akibat dari asas bahwa seseorang itu hanya dapat memberikan hak yang tidak melebihi apa yang dipunyai (asas nemoplus).
Ada kalanya asas ini diterobos akibatnya juga urutannya hak kebendaan terganggu. Misalnya: suatu obligasi diberikan dengan hak memungut hasil lalu dititipkan. Kemudian digelapkan oleh yang menyimpannya itu dan digadaikan, maka disini hak dari pemegang gadai yang memperoleh barang tadi secara jujur dari penyimpan itu haknya di dahulukan daripada hak dari yang si pemungut hasil. Jadi gadai lebih utama. Mengenai bezit itu terkemudian dari hak kebendaan yang lain sebab sifatnya yang lebih lemah.
7. Asas percampuran (asas vermenging)
Hak kebendaan yang terbatas, jadi selainnya hak milik hanya mungkin atas benda orang lain. Tidak dapat orang itu untuk kepentingannya sendiri memperoleh hak gadai (menerima gadai) hak memungut hasil atas barangnya sendiri. Jika hak yang membebani dan yang dibebani itu terkumpul dalam satu tangan maka hak yang membebani itu menjadi lenyap (706,718,736,724,807 KUHPerdata). Jadi jika orang yang mempunyai hak memungut hasil atas tanah kemudian membeli tanah itu maka hak memungut hasil itu menjadi lenyap.
8. Perlakuan terhadap benda bergerak dan tak bergerak itu berlainan. Aturan-aturan mengenai pemindahan, pembebanan (bezwaring), bezit dan verjaring mengenai benda-benda reorene dan onreorend berlainan. Juga mengenai iura in realiena yang dapat diadakan.
- Onreornd = Erfpacht, postal, vruchtgebruik, hipotik, servituut.
- Roerend = hanya vruchtgebruik dan pand.
9. Asas Publiciteit
Mengenai benda-benda yang tidak bergerak mengenai penyerahan dan pembebanannya berlaku asas publiciteit, yaitu dengan pendaftaran didalam register umum. Sedang mengenai benda yang bergerak cukup dengan penyerahan nyata, tanpa pendaftaran dalam register umum.
10. Sifat Perjanjiannya
Merupakan perjnjian ang zakelijk, orang mengadakan hak kebendaan itu misalnya mengadakan hak memungut hasil, gadai, hipotik, dan lain-lain. Itu sebetulna mengadakan perjanjian dan sifat perjanjiannya disini merupakan perjanjian yang zakelijk, yaitu perjanjian untuk mengadakan hak kebendaan.
Jadi lain halnya dengan perjanjian ang terdapat dalam buku III KUHPerdata misalna itu merupakan perjanjian yang sifat obligatoir yaitu perjanjian ang menimbulkan verbintenis.
Menurut suyling perjanjian yang zakelijk itu bersifat abstrak, sedang perjanjian yang obligatoir itu bersifat causal. Artinya pada perjanjian yang zakelijk, dengan selesainya perjanjian tujuan pokok dari perjanjian itu sudah tercapai yaitu adanya hak kebendaan. Sedang pada perjanjian yang obligatoir dengan selesainya perjanjian tujuan pokok dari perjanjian itu belum tercapai, hak belum beralih masih harus ada penyerahan lebih dulu.
Sumber : Materi kuliah Fakultas Hukum UMI, Oleh dosen : Rosdiana.
Wallahu a’lam..
No comments :
Post a Comment